Sabtu, 02 Januari 2016

WUDLU DAN MANDI



WUDLU DAN MANDI



 










Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : FIKIH I
Dosen Pengampu : Prof. DR. Abdul Hadi, MA







oleh :
INNAROH
111630


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2012
WUDLU DAN MANDI


I.     Pendahuluan

Manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk menyembah kepadanya. Diantara cara menyembah kepada Allah dan beribadah kepadanya adalah sholat.

Sholat adalah ibadah yang memiliki syarat-syarat dan rukun. Seorang yang sholat disyaratkan harus tidak dalam keadaan hadats, baik hadas besar maupun hadas kecil.

Dalam hal ini menjadi jelas akan pentingnya mengetahui tatacara berwudlu dan mandi yang benar karena hubungannya yang syarat erat dengan keabsahan sholat.

II.  Rumusan Masalah
A.    Apa rukun dan syarat-syarat wudlu ?
B.     Apa rukun dan syarat-syarat mandi











III.  Pembahasan

A.    WUDLU

  1.    Rukun-rukun wudlu

a.    Niat.
Niat yang biasa digunakan berwudlu yaitu:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالىَ
b.    Membasuh wajah.
Rukun ini berdasarkan pada QS.Al-Maidah penggalan ayat 6, yang berbunyi:   فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ.
Artinya:     Maka basuhlah wajah kamu sekalian “.
Batasan dari “membasuh”, adalah hingga mengalirnya air di kulit. Sedangkan batas “wajah”, yaitu anggota dhahir antara tempat tumbuhnya rambut kepala hingga batas bawah dagu untuk ukuran panjang, dan antara dua telinga untuk ukuran lebar. Sedangkan lubang hidung, bagian dalam mata, dan mulut, tidak wajib dibasuh karena termasuk anggota batin.[1]
c.    Membasuh kedua tangan hingga siku.
Rukun ini berdasarkan QS. Al-Maidah pada penggalan ayat 6, yang berbunyi: وَأَيْدِيْكُمْ إِلىَ الْمَرَافِقِ.
Artinya:  “Dan (basuhlah) tangan kalian sampai siku“
Dan dipertegas hadits Nabi dari sahabat Jabir R.A:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ يُدِيْرُ اْلمَاءَ عَلَى اْلمَرَافِقِ . )رواه الدارقطنى والبيهقى(
Artinya:  ” Aku melihat Rasulullah berwudlu, dengan membasuhkan air di atas siku”.(HR. Daruquthni dan Baihaqi).[2]
d.   Mengusap sebagian kepala.
Yaitu membasahi sebagian kepala atau rambut kepala. Sekalipun hanya sehelai rambut yang masih berada pada batas-  batas kepala. Bila rambut berada di luar batas kepala, maka tidak sah mengusapnya.  
e.    Membasuh kaki hingga mata kaki.
f.     Tartib.
Yakni melaksanakan rukun-rukun wudlu di atas sesuai dengan urutannya.

  2.    Sunah-sunah wudlu[3]

a.    Bersiwak
b.    Membaca Basmalah
c.    Melafalkan niat
d.   Membasuh telapak tangan
e.    Berkumur
f.     Istinsyaq ( menghirup dan mengeluarkan air dari hidung )
g.    Mengulang tiga kali
h.    Mengusap seluruh kepala
i.      Mengusap telinga
j.      Menyela jari
k.    Mendahulukan yang kanan

  3.    Hal-hal yang membatalkan wudlu

Hal–hal yang mewajibkan wudlu atau biasa disebut dengan penyebab hadats kecil, ada 4 (empat):
          1.    Keluarnya segala sesuatu selain sperma dari salah satu lubang qubul atau dubur.
          2.    Hilang akal disebabkan tidur, gila, mabuk, ayan (epilepsi), pingsan dan lain-lain.
Namun bagi orang yang tidur dengan posisi duduk, wudlunya tidak dihukumi batal.
Hadits Nabi:
كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِe  - عَلَى عَهْدِهِ يَنْتَظِرُوْنَ الْعِشَاءَ حَتَّى تَخْفِقَ رُؤُوْسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّوْنَ وَلاَ يَتَوَضَّؤُوْنَ. (أخرجه أبو داود)
Artinya: Para Sahabat Nabi (pada masa Rosulillah) menantikan sholat isya’, sampai-sampai menundukkan kepalanya (tertidur), kemudian melakukan shalat dengan tanpa berwudlu (HR.Abu Dawud)[4]
          3.    Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya dengan tanpa penghalang pada usia yang pada umumnya sudah menimbulkan syahwat.[5]
          4.    Menyentuh kemaluan atau dubur, dengan telapak tangan dan tanpa penghalang.

B.       MANDI

1.        Rukun - rukun mandi

Rukun mandi ada 2 (dua) yaitu:
        1.       Niat pada saat awal membasuh anggota badan.
Yaitu niat menghilangkan hadats haidl, nifas atau yang lain. Sesuai dengan hadats yang dialami, atau juga bisa dengan niat mandi wajib. Dan tidak cukup dengan hanya  niat mandi saja. Tempatnya niat adalah dalam hati, sedangkan mengucapkan niat seperti:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلأَكْبَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
hukumnya adalah sunah.
Sebaiknya niat dilaksanakan bersamaan dengan membasuh bagian qubul atau dubur yang tampak ketika jongkok diwaktu buang hajat. Hal ini perlu diperhatikan, karena bagian anggota tersebut wajib dibasuh, dan sering terlupakan.
        2.    Mengalirkan air pada seluruh bagian tubuh yang terlihat (anggota dhohir), kulit maupun rambut, baik tebal atau tipis. Oleh karena itu, wajib untuk mengurai rambut yang digelung atau diikat, agar air bisa sampai ke dalam. Termasuk bagian tubuh yang harus dibasuh adalah kuku, kulit yang ada dibawah kuku, bagian farji atau dubur yang terlihat ketika jongkok saat buang hajat. dan kemaluan bagian dalam laki laki yang belum khitan.
Hendaknya orang yang mandi meneliti bagian tubuhnya. Terutama lipatan–lipatan tubuh. Hal ini demi untuk memastikan bahwa air telah sampai pada seluruh bagian tubuh.[6]

2.        Sunah-sunah mandi

Di antara Sunah–sunah mandi adalah:[7]
         a.       Membaca Basmalah.
        b.       Wudlu secara sempurna sebelum mandi, dengan niat manghilangkan hadats kecil, jika punya hadats kecil. Dan niat sunah mandi, jika tidak punya hadats kecil. Sedangkan bentuk niatnya adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِسُنَّةِ الْغُسْلِ / سُنَّةَ الْغُسْلِ لِلَّهِ تَعَالىَ
         c.       Menggosok-gosokkan tangan pada anggota yang terjangkau.
        d.       Muwalah, yaitu membasuh anggota badan, ketika anggota badan yang dibasuh sebelumnya, masih basah atau belum kering.
        e.       Mendahulukan anggota kanan dari pada anggota kiri, baik tubuh bagian depan atau belakang.
         f.        Kencing bagi yang penyebab hadats besarnya keluar sperma. Supaya sisa sperma yang masih ada di dalam bisa keluar.

3.        Hal–hal yang mewajibkan mandi [8]

Hal–hal yang mewajibkan mandi ada 6 (enam):
            1.           Bersenggama
Yang dimaksud adalah memasukkan hasyafah (kepala dzakar/penis) ke dalam farji. Baik qubul atau dubur.
            2.           Inzalul mani (keluar sperma)
            3.           Haidl
            4.           Nifas
            5.           Melahirkan.
            6.           Meninggal dunia  
Kecuali orang yang mati syahid. Yaitu mati dalam peperangan melawan orang kafir. Dan dikecualikan lagi orang yang mati dalam keadaan murtad atau kafir, dan bayi yang lahir dalam keadaan meninggal serta belum berbentuk manusia.[9]  

IV.             Analisis
            Para ulama berbeda pendapat dalam hal rukun dan syarat-syarat di dalamnya. Diantaranya adalah tentang membasuh kepala dimana imam syafi’I berpendapat cukup sebagian saja walaupun cuma sehelai rambut dan imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan harus keseluruhan kepala dibasuh . adapun imam hanafi mengatakan bahwa yang dibasuh adalah ¼ bagian kepala atau lebih.
            Perbedaan Imam Malik  dan imam Syafi’i ini bersumber pada perbedaan mereka dalam memberikan makna pada huruf Ba’ dalam ayat وَامْسَحُوْا بِرُؤسِكُمْ . menurut imam malik ba’ bermakna “ilshoq” , senada dengan ayat sebelumnya فاغسلوا بوجوهكم  yang konsekwensinya harus meratakan keseluruh anggota. Berbeda dengan imam Syafi’i yang mengartikan Ba’ dengan makna Tab”idl ( sebagian ). Adapun imam Hanafi dalam menentukan wajib ¼ adalah dengan Hadits Nabi :
أَنَّ النبيَ صلى الله عليه وسلم أَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ وَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى نَاصِيَتِهِ وَ خُفَّيْهِ ( رواه ابن حبان )
Artinya : Suatu ketika nabi mendatangi suatu kaum, kemudian beliau seni dan berwudlu, dalam wudlunya beliau mengusap ubun-ubun kepala dan dan mengusap dua muzahnya. [10]
Dalam bab mandi juga ada hal-hal yang diperselisihkan ulama. Diantaranya tentang rukun mandi Madlmadloh (berkumur) dan Istinsyaq (menghirup dan mengeluarkan air dari hidung). Imam Hanafi dan Imam Hambali menyatakan hal itu wajib berdasar ayat : وإن كنتم جنبا فاطهروا ( المائدة : 6 ) 
Ayat ini menunjukkan perintah mensucikan anggota badan, maka konsekwensinya adalah wajib membersihkan seluruh badan yang tergolong mudah seperti mulut dengan madmadloh dan hidung dengan istinsyaq. Berbeda dengan imam syafi’I yang tidak mewajibkannya karena menganggap bahwa yang wajib dibersihkan adalah yang bagian dhohir ( luar) saja, adapun kulit di dalam mulut dan hidung termasuk bagian dalam.[11]

V.  Kesimpulan.
Wudlu dan mandi adalah ibadah yang wajib dilakukan karena terkait juga dengan kewajiban menjalankan sholat.
Rukun wudlu adalah :
a.    Niat.
b.    Membasuh wajah.
c.    Membasuh kedua tangan hingga siku.
d.   Mengusap sebagian kepala.
e.    Membasuh kaki hingga mata kaki.
f.     Tartib.

Sedangkan rukun mandi adalah :
        1.       Niat pada saat awal membasuh anggota badan.
        2.       Mengalirkan air pada seluruh bagian tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mannan, Fiqih Lintas Madzhab, Kediri,
Ahmad bin Aly bin Hajar al-Asqolani, Bulugh al-Marom, Daru Ihya al-Kutub al-’Arobiyah.
Ibrohim al-Bajuri, al-Bajuri Hasyiyah Fathu al-Qorib, Daru Ihya al-Kutub al-‘Arobiyah Indonesia .
Muhammad Abdilah al-Yurdani, Fathu al- ‘Alam, Daru al-Salam. 1990.
Muhammad bin Qosim, Fathul Qorib Sarah Taqrib ma’a al-Bajuri, Daru Ihya Al-kutub al-arobiyah
Muhammad bin sulaiman al-Kurdi, Hawasy al-madaniyah, syirkah Bungkul Indah, Surabaya,
Muhammad bin Umar al-Nawawi al-Jawi, Al-Tausyikh Syarkhu Fathu al-Qorib, Thoha Putra.
Muhammad bin Umar al-Nawawi al-Jawi, Marqotu Su’udi al-Tasdiq, Daru Ihya al-Kutub al-‘Arobiyah Indonesia,
Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyah al-Bujairimi ala al-Khotib, Daru al-Fikr,Beirut,:1995.
Taqyuddin Abi Bakar bin Muhammad al-Dimisyqi, Kifayah al-Akhyar, Daru Ihya al-kutub al-‘Arobiyah,




[1]   Muhammad bin Qosim, Fathul Qorib Sarah Taqrib ma’a al-Bajuri, Daru Ihya Al-kutub al-arobiyah, hal 48-49
[2]   Taqyuddin Abi Bakar bin Muhammad al-Dimisyqi, Kifayah al-Akhyar, Daru Ihya al-kutub al-‘Arobiyah, juz 1, hal. 20
[3]  Muhammad bin sulaiman al-Kurdi, Hawasy al-madaniyah, syirkah bungkul indah, Surabaya, hal. 71 - 75
[4] Ahmad bin Aly bin Hajar al-Asqolani, Bulugh al-Marom, Daru Ihya al-Kutub al-’Arobiyah. hal. 15
[5] Muhammad bin Umar al-Nawawi al-Jawi, Marqotu Su’udi al-Tasdiq, Daru Ihya al-Kutub al-‘Arobiyah Indonesia, hal 21
[6] Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyah al-Bujairimi ala al-Khotib, Daru al-Fikr,Beirut,:1995, hal. 240-241
[7]  Muhammad Abdilah al-Yurdani, Fathu al- ‘Alam, Daru al-Salam. 1990. Juz 1. Hal 242
[8]  Muhammad bin Umar al-Nawawi al-Jawi, Al-Tausyikh Syarkhu Fathu al-Qorib, Thoha Putra. Hal 23 - 24
[9]  Ibrohim al-Bajuri, al-Bajuri Hasyiyah Fathu al-Qorib, Daru Ihya al-Kutub al-‘Arobiyah Indonesia .hal. 74
[10] Abdul Mannan, Fiqih Lintas Madzhab, Kediri, Juz I hal.28 -34
[11] Ibid. Hal 57 - 60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar