Sabtu, 02 Januari 2016

MAKALAH HADITS AHKAMI BAB PUASA



HADITS AHKAMI
BAB PUASA




REVISI MAKALAH

Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hadist II (Ahkami)
Dosen Pengampu : Moh. Dzofir, M.Ag



STAIN



Disusun Oleh :
                                     Imam Bukhori                        111658



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH - PAI
TAHUN AKADEMIK 2014

HADITS AHKAMI

Bab Puasa

 

Hadits tentang Niat berpuasa Ramadlan[1]

      1.   Teks hadits

وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ اَلْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ.

      2.   Terjemah

            Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.”

      3.   Takhrij

        Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Ishaq bin Manshur dari Ibnu Abi Maryam dari Yahya bin Ayub dari Abdullah bin Abi Bakr dari Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Salim bin Abdilah dari Ibnu Umar dari Hafshah Ummul Mukminin Radhiyallahu 'Anhum.

            Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (2908), An-Nasa`i (2293), Ahmad (25252), Ibnu Abi Syaibah (25/2), Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (18859), Ad-Daruquthni (2240), Ibnu Khuzaimah (1826), dan Al-Baihaqi dalam Al-Ma’rifah (2572); juga dari Hafshah binti Umar bin Al-Khathab.

      4.   Isi kandungan[2]

            Bahwa puasa (wajib) tidak sah kecuali dengan menetapkan niat pada waktu malam sebelum fajar. Waktu menetapkan niat puasa sejak terbenam matahari. Hadits tersebut di atas menegaskan bahwa tidak sah puasa seseorang dengan niat pada saat fajar terbit, apalagi sesudahnya.
            Lain halnya puasa sunnah, waktu berniat tidak harus malam hari, tapi bisa dilakukan setelah terbit fajar sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) dengan syarat ia belum makan/minum sedikitpun sejak Subuh. Bahkan ulama madzhab Hambali, untuk puasa sunnah, membolehkan berniat setelah waktu Dzuhur.
            Para imam madzhab berbeda pendapat mengenai waktu niat. Untuk lebih rincinya sebagai berikut :
            Madzhab Hanafiyah
            Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadla, puasa kafarat, puasa karena telah melakukan haji tamattu’ dan qiran – sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah puasanya.
            Madzhab Malikiyah
            Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa sunnah.
            Madzhab Syafi’iyah
            Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadlan; yang sifatnya menjadi tanggungan seperti qadla’, nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa sunnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari (dzuhur). Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada ‘Aisyah: ‘Apakah kamu mempunyai makanan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Tidak punya’. Terus Nabi bilang: ‘Kalau begitu aku puasa’. Lantas ‘Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya: ‘Adakah sesuatu yang bisa dimakan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Ada’. Lantas Nabi berkata: ‘Kalau begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa’.
            Madzhab Hambaliyah
            Tidak beda dari Syafi’iyah, madzhab ini mengharuskan niat dilakukan pada malam hari, untuk semua jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah, berbeda dari Syafi’iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur (dengan syarat belum makan/minum sedikit pun sejak fajar).

      5.   Kritik dan saran

                        Kita diperbolehkan menggunakan niat puasa sebulan penuh milik madzhab Maliki dimana pendapat itu didasarkan pada penilaian bahwa puasa bulan Ramadhan itu adalah sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah, sehingga layak disebut sebagai satu bentuk ibadah, dalam artian antara malam hari yang boleh makan minum dengan siang hari yang harus berpuasa, sudah merupakan suatu gaungan ibadah puasa. Dan juga kebiasaan dari manusia kalau manusia itu tempat salah dan lupa, kadang ada yang bertanya kita lupa niat bagaimana hukumnya? Kita tetap niat puasa setiap malam (menurut Madzhab Imam Syafi’i).
                        Yang harus diingat dalam melaksanakan ibadah (khususnya puasa), tidak diperbolehkan mencari keuntungan atau keringanan dari sebuah madzhab. Jika telah menggunakan salah satu madzhab (Imam Syafi’i), harus secara keseluruhan melakukan amalan peribadahan menurut pendapat beliau, jangan mencari keuntungan dengan melakukan yang ringan-ringan saja, apabila sebaliknya akan menggunakan pendapat para Imam lainnya.

      6.   Daftar pustaka

            Sunan At-Tirmidzi. Kitab Ash-Shaum ‘An Rasulillah. Bab Ma Ja`a La Shiyama Liman Lam Ya’zim Min Al-Lail
            Mardani. 2012. Hadits Ahkami. Raja Grafindo Persada. Jakarta


[1] Sunan At-Tirmidzi. Kitab Ash-Shaum ‘An Rasulillah (Bab Ma Ja`a La Shiyama Liman Lam Ya’zim Min Al-Lail). Hadits nomor 662
[2] Mardani. 2012. Hadits Ahkami. Raja Grafindo Persada. Jakarta. hal. 148

Tidak ada komentar:

Posting Komentar