Sabtu, 02 Januari 2016

SHOLAT NISFU SYA’BAN DAN SHOLAT ASYURA’



SHOLAT NISFU SYA’BAN
DAN SHOLAT ASYURA’



 










Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : FIKIH I
Dosen Pengampu : Prof. DR. Abdul Hadi, MA







oleh :
M. HARUN MUAFIQ
111655


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2012
SHOLAT NISFU SYA’BAN
DAN SHOLAT ASYURA’

I.                   PENDAHULUAN.
Shalat adalah salah satu media komunikasi (munajat) seorang hamba kepada Tuhannya. Bahkan shalat merupakan media ibadah paling utama. Sebagaimana ideologi yang menyebutkan bahwa sebaik-baik ibadah fardlu adalah shalat fardlu dan sebaik-baik ibadah sunnah adalah shalat sunnah. Karena itu, diperlukan bimbingan langsung dari Rasulullah SAW agar keabsahan ritual terjamin. Shalat, secara global bersifat dogmatif (ubudiyyah), tidak bisa dinalar. Maksimal, manusia hanya mampu mencari substansi hikmah dibalik dogma tersebut. Baik dalam momen waktu shalat, macam-macam shalat, gerakan shalat, dan lain sebagainya. Tidak diperbolehkan bagi seseorang memobilisasikan sendiri ibadah shalat yang tidak diajarkan Rasulullah saw.  
Dewasa ini, makin beragam manusia menciptakan ritual shalat yang menjadi tradisi pada waktu-waktu tertentu. Seperti shalat roghoib, shalat nisfhu sya'ban, shalat birru al-walidain, dan lain sebagainya. Banyak diantaranya yang masih samar sumber dan dasar pelaksanaannya. Sehingga tak sedikit kalangan yang mengklaimnya sebagai tindakan bid'ah yang spesifikasinya harus diberantas dan dimusnahkan dari peredaran bumi.
Maka perlu kiranya mengetahui lebih dini hakikat shalat tersebut berikut dalil-dalil yang menjadi dalil ulama. Dengan maksud dapat melaksanakan ibadah yang disyariatkan serta dapat menghindari ibadah-ibadah yang tidak disyari'atkan.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Tatacara Sholat Nisfu Sya’ban dan hukumnya
2.      Tatacara Sholat Asyura’ dan hukumnya

III.             PEMBAHASAN

1.        Shalat Nishfu Sya’ban
Shalat Nishfu Sya’ban adalah shalat yang dikerjakan pada malam tanggal 15 Sya’ban dengan jumlah  sebanyak 100 rokaat. Dalam tiap rakaat, surat yang dibaca setelah al-Fatihah adalah surat al-Ikhlas sebanyak 10 kali.[1]
kemunculan ritual shalat Nishfu Sya’ban sekitar tahun 448 H. Mula–mula seorang lelaki melakukan shalat di masjid al-Aqsha pada pertengahan bulan Sya’ban. Kemudian beberapa orang mengikutinya, lambat laun pelaksana ritual shalat Nishfu Sya’ban semaki banyak. Di tahun-tahun berikutnya shalat ini menjadi  ritual tahunan yang dilakukan banyak orang dan tersebar di berbagai penjuru dunia hingga sampai ke Indonesia.[2] 
Sebagian pendapat menganggap bahwa hukum melaksanakan shalat nishfu sya'ban adalah sunnah. Pendapat ini di reduksi dari beberapa hadits Rasulullah SAW yang dikutip Imam al-ghozali dalam  kitab Ihya` ‘Ulûm Ad-Dîn:
رُوِيَ عَنِ الْحَسَنِ أَنَّهُ قَالَ حَدَّثـَنِي ثَلاَثـُونَ مِنْ أَصْحاَبِ النَّبـِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ صَلَّى هَذِهِ الصَّلاَةَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ نَظَرَ اللهُ إِلَيـْهِ سَبْعِينَ نـَظْرَةً وَقَضَى لَهُ بِكُلِّ نَظْرَةٍ سَبْعِينَ حَاجَةً أَدْناَهَا الْمَغْفِرَةُ
"Diriwayatkan dari Hasan, Beliau berkata: "Tiga puluh sahabat Nabi bercerita kepadaku bahwa sesungguhnya orang yang melakukan shalat ini (nishfu sya’ban) pada  malam ini (malam separoh bulan Sya’ban), niscaya Allah SWT. akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali. Dalam satu kali pandangan, Allah swt. akan mengabulkan 70 hajat orang tersebut dan hajat yang paling rendah adalah ampunan."[3]
Hadits lain yang dijadikan asumsi kemunculan hukum sunnah terhadap pelaksanaan ritual shalat Nishfu Sya’ban adalah redaksi hadits yang berbunyi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ قَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ أَتَانِي جِبْرِيلُ لَيـْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ هَذِهِ لَيـْلَةٌ تـُفْتَحُ فِيهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَأَبْوَابُ الرَّحْمَةِ فَقُمْ وَصَلِّ وَارْفَعْ رَأْسَكَ وَيـَدَيـْكَ إِلَى السَّمَاءِ فَقُلْتُ يَا جِبْرَائِيلُ مَا هَذِهِ اللَّيْلَةُ ؟ فَقَالَ هَذِهِ اللَّيْلَةُ يُفْتَحُ فِيهَا ثـَلاَثـُمِائـَةِ بَابٍ مِنَ الرَّحْمَةِ فَيَغْفِرُ اللهُ تـَعَالَى لِجَمِيعِ مَنْ لاَّ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئاً إِلاَّ مَنْ كَانَ سَاحِرًا أَوْ كَاهِنًا أَوْ مُشَاحِناً أَوْ مُدْمِنَ خَمْرٍ أَوْ مُصِرًّا عَلَى الزِّناَ أَوْ آكِلَ الرِّبَا أَوْ عَاقَّ الْوَالِدَيْنِ أَوِ النَّمَّامَ أَوْ قَاطِعَ الرَّحْمِ فَإِنَّ هَؤُلآءِ لاَ يـُغْفَرُ لَهُمْ حَتَّى يَتـُوبوُا وَيـَتْرُكُوا فَخَرَجَ النَّبِيُّ عَلَيهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ فَصَلَّى وَبـَكَى فِي سُجُودِهِ وَهُوَ يـَقُولُ اللَّهُم إِنـِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِقَابـِكَ وَسُخْطِكَ وَلاَ أُحْصِي ثـَنَاءً عَلَيْكَ أَنـْتَ كَمَا أَثـْنَيْتَ عَلَى نـَفْسِكَ فَلَكَ الْحَمْدُ حَتَّى تـَرْضَى
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra., Nabi Muhammad saw. bersabda: "Pada malam Nishfu Sya’ban, Jibril datang padaku seraya berkata: "Wahai Muhammad, malam ini adalah malam dibukanya pintu langit dan pintu rahmat, maka berdiri dan lakukanlah shalat! Angkatlah kepala dan kedua tanganmu ke langit!" Kemudian aku berkata: "Wahai Jibril, malam apa ini?" Jibril menjawab, "Malam ini adalah malam dibukanya tiga ratus pintu rahmat, dan Allah akan mengampuni semua orang yang tidak menyukutukan-Nya kecuali para penyihir, peramal, penebar permusuhan, peminum khamr, pezina, pemakan riba,  pendurhaka kedua orang tuanya, pengadu domba, dan pemutus tali persaudaraan. Mereka semua tidak akan diampuni dosa-dosanya sampai mereka bertaubat dan meninggalkan perbuatannya." Kemudian Rasulullah saw. keluar untuk melakukan shalat. Beliau menangis dalam sujud seraya membaca do’a: "Ya Allah, Sesungguhnya aku meminta perlindungan dari siksa dan amarah-Mu dan aku tidak mampu menghitung pujian yang dipersembahkan pada-Mu seperti halnya ketika Engkau memuji Dirimu sendiri, maka Engkaulah yang berhak memiliki pujian sehingga Engkau meridlainya". [4]
Namun sebagian besar ulama menilai bahwa hadits di atas dikategorikan hadits maudlu' (palsu) sehingga kapabilitasnya tidak bisa dijadikan acuan dasar rumusan hukum. Mayoritas ulama malah lebih cenderung menganggap ritual shalat Nishfu Sya'ban sebagai tindakan bid'ah qabihah yang harus dihindari. Sebab merupakan hal baru dalam agama yang belum pernah diajarkan apalagi dianjurkan Rasulullah saw. Sehingga mentradisikannya termasuk tindakan menyimpang dari syari’at Rasulullah saw.
Hal ini sangat berbeda jika pelaksanaan ritual shalat di malam separuh bulan sya’ban disejajarkan dengan shalat-shalat sunnah yang disyari’atkan agama seperti shalat hajat, witir, tahajjud, atau shalat sunnah muthlak, maka pelaksanaan shalat-shalat tetap dihukumi sunnah. Hanya saja  tidak boleh berkeyakinan bahwa ritual shalat tersebut disunnahkan karena keistimewaan malam separuh bulan Sya’ban. 

2. Shalat Asyura’
Shalat Asyura` yang dikenal masyarakat ada dua macam:
Pertama, shalat yang dilakukan pada malam Asyura’ (malam tanggal 10 bulan Muharrram) sebanyak empat rakaat. Bacaan dalam tiap rakaatnya adalah al-Fatihah satu kali dan surat al-Ikhlas lima kali.
Kedua, shalat pada hari Asyura’ (hari tanggal 10 Muharram) yang dilakukan di antara shalat Dhuhur dan ‘Ashar. Pelaksanaan shalat ini sebanyak 40 rakaat dengan bacaan surat al-Fatihah satu kali, ayat kursi 10 kali, al-Ikhlas 11 kali, al-Mu’awwidzatain 5 kali dalam tiap rakaatnya. Dilanjutkan dengan membaca istighfar sebanyak 70 kali setelah salam.
Menurut sebagian ulama, salah satunya adalah Syekh Haqi An-Nazili (pengarang Khazînah al-Asrar), hukum melaksakan shalat ‘Asyura` ini diperbolehkan. Dalil yang menjadi dasar diperbolehkannya shalat ‘Asyura` adalah beberapa redaksi hadits yang berbunyi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  "مَنْ أَحْيَى لَيْلَةَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَبَدَاللهَ تـَعَالَى بِمِثْلِ عِبَادَةِ أَهْلِ السَّمَوَاتِ وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ الْحَمْدُ مَرَّةً وَخَمْسَةَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ غَفَرَ اللهُ لَهُ ذُنـُوبَ خَمْسِينَ عَامًا مَاضٍ وَخَمْسِينَ عَامًا مُسْتـَقْبَلٍ وَبَنَى لَهُ فِي الْمَثـَلِ اْلأَعْلَى أَلْفَ أَلْفِ مِنْبَرٍ مِنْ نـُّورٍ "
Dari Abû Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa menghidupkan malam Asyura’ maka seakan ia beribadah kepada Allah swt. seperti ibadahnya penghuni langit. Dan barang siapa shalat empat rakaat, dalam tiap rakaat membaca al-Fatihah satu kali, Qul huwa Allah ahad (Surat al-Ikhlash) lima kali maka Allah mengampuni dosanya lima puluh tahun yang lalu dan lima puluh tahun yang akan datang dan dibangunkan baginya di matsal al-a’la satu juta mimbar dari cahaya."
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَنْ صَلَّى يَوْمَ عَاشُورَاءَ مَا بَيْنَ الظُّهْرِ وَاْلعَصْرِ أَرْبَعِينَ رَكْعَةً يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ مَرَّةً وَآيـَةَ الْكُرْسِيِّ عَشْرَ مَرَّاتٍ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ إِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ خَمْسَ مَرَّاتٍ فَإِذَا سَلَّمَ اسْتـَغْفَرَ سَبْعِينَ مَرَّةً أَعْطَاهُ اللهُ فِي الْفِرْدَوْسِ قُبَّةً بَيْضَاءَ فِيْهَا بَيْتٌ مِنْ زُمُرُّدَةٍ خَضْرَاءَ سَعَةُ ذَلِكَ الْبَيْتِ مِثْلُ الدُّنـْيَا ثـَلاَثَ مَرَّاتٍ وَفِى ذَلِكَ الْبَيْتِ سَرِيرٌ مِنْ نـُورٍ قَوَائـِمُ السَّّرِيرِ مِنَ الْعَنْبَرِ اْلأَشْهَبِ عَلَى ذَلِكَ السَّرِيرِ أَلْفًا فِرَاشٌ مِنَ الزَعْفَرَانِ ".وَذَكَرَ حَدِيثـاً طَوِيلاً مِنْ هَذَا الْجِنْسِ هَذَا حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ
Dari Abî Hurairah ra. beliau berkata, Rasulullah saw. bersabda : "Barang siapa shalat di siang hari Asyura’ antara Dhuhur dan ‘Ashar sebanyak 40 rakaat, dalam tiap rakaat membaca al-Fatihah satu kali, ayat kursi 10 kali, al-Ikhlash 10 kali, dan al-Mu`awwidzatain lima kali. Kemudian setelah salam membaca istighfar 70 kali. Maka Allah akan memberi kepadanya kubah putih di surga Firdaus. Di dalamnya terdapat kamar dari permata zamrud hijau. Luas kamar tersebut sama dengan tiga kali lipat luas dunia. Dalam kamar tersebut terdapat ranjang dari cahaya yang tiangnya terbuat dari ‘anbar berwarna kelabu. Di atas ranjang terdapat alas dari minyak za’faran."
Namun, mayoritas ulama berkomentar bahwa hukum melakukan shalat ini tidak diperbolehkan (haram) karena rawi hadits yang berisi tentang shalat di malam Asyura’ termasuk rawi yang mudltharib. Sedangkan hadits yang menerangkan shalat di siang hari Asyura’  termasuk hadits maudlu’ (palsu). Oleh karenanya shalat ini harus dihindari.[5]

IV.             ANALISIS
Dari penjelasan mengenai shalat – shalat diatas dapat diketahui bahwa hukum shalat-shalat tersebut masih menjadi khilaf ulama. Para tokoh kita telah memberikan metode menyikapi perbedaan pendapat diantara ulama, yakni sebagai berikut :
1.      Bila sebagian ulama menyatakan boleh dan sebagian lain menyatakan haram ( tidak boleh ), maka sebaiknya di hindari ( tidak dilakukan ).
2.      Bila sebagian ulama menyatakan wajib dan sebagian lain menyatakan tidak wajib ( hanya boleh ), maka sebaiknya di dilakukan.
3.      Bila sebagian ulama menyatakan masyru’ (disyari’atkan) dan sebagian lain menyatakan tidak masyru’, maka sebaiknya di dilakukan.[6]
Dapat dipahami bahwa problematika shalat asyuro’ dan shalat nisfu sya’ban termasuk kategori yang pertama, sehingga solusi yang paling tepat dilaksanakan adalah meninggalkan dan tidak melakukannya.
Lebih baik pada malam-malam tersebut dilakukan shalat-shalat yang tendensinya jelas dan kuat seperti shalat tasbih, shalat Hajat dan lainnya.



V.                KESIMPULAN
1.      Shalat Nishfu Sya’ban adalah shalat yang dikerjakan pada malam tanggal 15 Sya’ban dengan jumlah  sebanyak 100 rokaat. Dalam tiap rakaat, surat yang dibaca setelah al-Fatihah adalah surat al-Ikhlas sebanyak 10 kali.
2.       Shalat yang dilakukan pada malam Asyura’ (malam tanggal 10 bulan Muharrram) dikerjakan sebanyak empat rakaat. Bacaan dalam tiap rakaatnya adalah al-Fatihah satu kali dan surat al-Ikhlas lima kali.
3.      Shalat yang dilakukan pada hari Asyura’ dikerjakan di antara shalat Dhuhur dan ‘Ashar. Pelaksanaan shalat ini sebanyak 40 rakaat dengan bacaan surat al-Fatihah satu kali, ayat kursi 10 kali, al-Ikhlas 11 kali, al-Mu’awwidzatain 5 kali dalam tiap rakaatnya. Dilanjutkan dengan membaca istighfar sebanyak 70 kali setelah salam.
4.      Terdapat khilaf diantara para ulama tentang shalat Asyuro’ dan shalat Nisfu Sya’ban, yang sebagiannya mengatakan haram. sehingga solusi yang paling tepat dilaksanakan adalah tidak melakukannya dan menggantinya dengan shalat yang tendensinya jelas dan kuat seperti shalat tasbih, shalat Hajat dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

‘Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakiry Al-khaubary, Durrah an-Nashihin, Beirut , Dar al-Fikr,
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya` Ulum ad-Din, Beirut, Dar el Fikr,
Ain ad-Din Abu al-Faidl Abd ar-Rahim bin Husain al-‘Iraqi Ta’liq Ihya’ ‘ulumuddin, Beirut, Dar al-Fikr,
Sayyid Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syathâ al-Dimyati, I’anah ath-Tholibin, Beirut, Dar al-Fikr
Alawi ahmad assagaf, Sab’ah kutub al-mufidah, Al-Hidayah, Surabaya.

M. Harun Muafiq ( 111655 )


[1].   ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakiry Al-khaubary, Durrah an-Nashihin, Beirut , Dar al-Fikr, hal. 220
[2].   ibid  hal.256
[3].   Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya` Ulum ad-Din, Beirut, Dar el Fikr, vol.I, hal.258
[4]    ‘Ain ad-Din Abu al-Faidl Abd ar-Rahim bin Husain al-‘Iraqi Ta’liq Ihya’ ‘ulumuddin, Beirut , Dar al-Fikr, vol. I, hal. 258
[5].   Sayyid Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyati, I’anah ath-Tholibin, vol. I, hal. 312.
[6]    Alawi ahmad assagaf, Sab’ah kutub al-mufidah, Al-Hidayah, Surabaya. Hal. 69

1 komentar:

  1. Lucky Lady Casino (Hilton - Mapyro
    Get directions, reviews 사천 출장안마 and information for Lucky Lady Casino 밀양 출장마사지 in Tunica, MS. Located in 경기도 출장샵 Tunica, Mississippi, Lucky 구리 출장마사지 Lady 천안 출장안마 Casino offers a casino experience unlike any other.

    BalasHapus