SHOLAT NISFU SYA’BAN
DAN SHOLAT ASYURA’
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : FIKIH I
Dosen Pengampu : Prof. DR. Abdul Hadi, MA
oleh :
M.
HARUN MUAFIQ
111655
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2012
SHOLAT
NISFU SYA’BAN
DAN
SHOLAT ASYURA’
I.
PENDAHULUAN.
Shalat adalah salah satu media
komunikasi (munajat) seorang hamba kepada Tuhannya. Bahkan shalat
merupakan media ibadah paling utama. Sebagaimana ideologi yang menyebutkan
bahwa sebaik-baik ibadah fardlu adalah shalat fardlu dan sebaik-baik ibadah
sunnah adalah shalat sunnah. Karena itu, diperlukan bimbingan langsung dari
Rasulullah SAW agar keabsahan ritual terjamin. Shalat, secara global bersifat
dogmatif (ubudiyyah), tidak bisa dinalar. Maksimal, manusia hanya mampu
mencari substansi hikmah dibalik dogma tersebut. Baik dalam momen waktu shalat,
macam-macam shalat, gerakan shalat, dan lain sebagainya. Tidak diperbolehkan
bagi seseorang memobilisasikan sendiri ibadah shalat yang tidak diajarkan Rasulullah
saw.
Dewasa ini, makin beragam manusia
menciptakan ritual shalat yang menjadi tradisi pada waktu-waktu tertentu.
Seperti shalat roghoib, shalat nisfhu sya'ban, shalat birru al-walidain, dan
lain sebagainya. Banyak diantaranya yang masih samar sumber dan dasar
pelaksanaannya. Sehingga tak sedikit kalangan yang mengklaimnya sebagai
tindakan bid'ah yang spesifikasinya harus diberantas dan dimusnahkan dari
peredaran bumi.
Maka perlu kiranya mengetahui lebih
dini hakikat shalat tersebut berikut dalil-dalil yang menjadi dalil ulama.
Dengan maksud dapat melaksanakan ibadah yang disyariatkan serta dapat
menghindari ibadah-ibadah yang tidak disyari'atkan.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Tatacara
Sholat Nisfu Sya’ban dan hukumnya
2.
Tatacara
Sholat Asyura’ dan hukumnya
III.
PEMBAHASAN
1.
Shalat Nishfu Sya’ban
Shalat Nishfu Sya’ban adalah shalat
yang dikerjakan pada malam tanggal 15 Sya’ban dengan jumlah sebanyak 100 rokaat. Dalam tiap rakaat, surat
yang dibaca setelah al-Fatihah adalah surat al-Ikhlas sebanyak 10 kali.[1]
kemunculan ritual shalat Nishfu
Sya’ban sekitar tahun 448 H. Mula–mula seorang lelaki melakukan shalat di
masjid al-Aqsha pada pertengahan bulan Sya’ban. Kemudian beberapa orang
mengikutinya, lambat laun pelaksana ritual shalat Nishfu Sya’ban semaki banyak.
Di tahun-tahun berikutnya shalat ini menjadi
ritual tahunan yang dilakukan banyak orang dan tersebar di berbagai
penjuru dunia hingga sampai ke Indonesia.[2]
Sebagian pendapat menganggap bahwa
hukum melaksanakan shalat nishfu sya'ban adalah sunnah. Pendapat ini di reduksi
dari beberapa hadits Rasulullah SAW yang dikutip Imam al-ghozali dalam kitab Ihya` ‘Ulûm Ad-Dîn:
رُوِيَ عَنِ الْحَسَنِ أَنَّهُ قَالَ
حَدَّثـَنِي ثَلاَثـُونَ مِنْ أَصْحاَبِ النَّبـِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ صَلَّى هَذِهِ الصَّلاَةَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ نَظَرَ
اللهُ إِلَيـْهِ سَبْعِينَ نـَظْرَةً وَقَضَى لَهُ بِكُلِّ نَظْرَةٍ سَبْعِينَ
حَاجَةً أَدْناَهَا الْمَغْفِرَةُ
"Diriwayatkan dari Hasan, Beliau berkata: "Tiga puluh
sahabat Nabi bercerita kepadaku bahwa sesungguhnya orang yang melakukan shalat
ini (nishfu sya’ban) pada malam ini
(malam separoh bulan Sya’ban), niscaya Allah SWT. akan memandangnya sebanyak
tujuh puluh kali. Dalam satu kali pandangan, Allah swt. akan mengabulkan 70
hajat orang tersebut dan hajat yang paling rendah adalah ampunan."[3]
Hadits lain yang dijadikan asumsi
kemunculan hukum sunnah terhadap pelaksanaan ritual shalat Nishfu Sya’ban
adalah redaksi hadits yang berbunyi :
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ قَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ أَتَانِي جِبْرِيلُ لَيـْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَقَالَ يَا
مُحَمَّدُ هَذِهِ لَيـْلَةٌ تـُفْتَحُ فِيهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَأَبْوَابُ
الرَّحْمَةِ فَقُمْ وَصَلِّ وَارْفَعْ رَأْسَكَ وَيـَدَيـْكَ إِلَى السَّمَاءِ
فَقُلْتُ يَا جِبْرَائِيلُ مَا هَذِهِ اللَّيْلَةُ ؟ فَقَالَ هَذِهِ اللَّيْلَةُ
يُفْتَحُ فِيهَا ثـَلاَثـُمِائـَةِ بَابٍ مِنَ الرَّحْمَةِ فَيَغْفِرُ اللهُ
تـَعَالَى لِجَمِيعِ مَنْ لاَّ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئاً إِلاَّ مَنْ كَانَ
سَاحِرًا أَوْ كَاهِنًا أَوْ مُشَاحِناً أَوْ مُدْمِنَ خَمْرٍ أَوْ مُصِرًّا عَلَى
الزِّناَ أَوْ آكِلَ الرِّبَا أَوْ عَاقَّ الْوَالِدَيْنِ أَوِ النَّمَّامَ أَوْ
قَاطِعَ الرَّحْمِ فَإِنَّ هَؤُلآءِ لاَ يـُغْفَرُ لَهُمْ حَتَّى يَتـُوبوُا
وَيـَتْرُكُوا فَخَرَجَ النَّبِيُّ عَلَيهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ فَصَلَّى
وَبـَكَى فِي سُجُودِهِ وَهُوَ يـَقُولُ اللَّهُم إِنـِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
عِقَابـِكَ وَسُخْطِكَ وَلاَ أُحْصِي ثـَنَاءً عَلَيْكَ أَنـْتَ كَمَا أَثـْنَيْتَ
عَلَى نـَفْسِكَ فَلَكَ الْحَمْدُ حَتَّى تـَرْضَى
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra.,
Nabi Muhammad saw. bersabda: "Pada malam Nishfu Sya’ban, Jibril datang
padaku seraya berkata: "Wahai Muhammad, malam ini adalah malam dibukanya
pintu langit dan pintu rahmat, maka berdiri dan lakukanlah shalat! Angkatlah
kepala dan kedua tanganmu ke langit!" Kemudian aku berkata: "Wahai
Jibril, malam apa ini?" Jibril menjawab, "Malam ini adalah malam
dibukanya tiga ratus pintu rahmat, dan Allah akan mengampuni semua orang yang
tidak menyukutukan-Nya kecuali para penyihir, peramal, penebar permusuhan,
peminum khamr, pezina, pemakan riba,
pendurhaka kedua orang tuanya, pengadu domba, dan pemutus tali
persaudaraan. Mereka semua tidak akan diampuni dosa-dosanya sampai mereka
bertaubat dan meninggalkan perbuatannya." Kemudian Rasulullah saw. keluar
untuk melakukan shalat. Beliau menangis dalam sujud seraya membaca do’a:
"Ya Allah, Sesungguhnya aku meminta perlindungan dari siksa dan amarah-Mu
dan aku tidak mampu menghitung pujian yang dipersembahkan pada-Mu seperti
halnya ketika Engkau memuji Dirimu sendiri, maka Engkaulah yang berhak memiliki
pujian sehingga Engkau meridlainya". [4]
Namun sebagian besar ulama menilai
bahwa hadits di atas dikategorikan hadits maudlu' (palsu) sehingga
kapabilitasnya tidak bisa dijadikan acuan dasar rumusan hukum. Mayoritas ulama
malah lebih cenderung menganggap ritual shalat Nishfu Sya'ban sebagai tindakan bid'ah
qabihah yang harus dihindari. Sebab merupakan hal baru dalam agama yang
belum pernah diajarkan apalagi dianjurkan Rasulullah saw. Sehingga
mentradisikannya termasuk tindakan menyimpang dari syari’at Rasulullah saw.
Hal ini sangat berbeda jika
pelaksanaan ritual shalat di malam separuh bulan sya’ban disejajarkan dengan
shalat-shalat sunnah yang disyari’atkan agama seperti shalat hajat, witir,
tahajjud, atau shalat sunnah muthlak, maka pelaksanaan shalat-shalat tetap
dihukumi sunnah. Hanya saja tidak boleh
berkeyakinan bahwa ritual shalat tersebut disunnahkan karena keistimewaan malam
separuh bulan Sya’ban.
2. Shalat
Asyura’
Shalat Asyura` yang dikenal masyarakat
ada dua macam:
Pertama,
shalat yang dilakukan pada malam Asyura’ (malam tanggal 10 bulan
Muharrram) sebanyak empat rakaat. Bacaan dalam tiap rakaatnya adalah al-Fatihah
satu kali dan surat al-Ikhlas lima kali.
Kedua,
shalat pada hari Asyura’ (hari tanggal 10 Muharram) yang dilakukan
di antara shalat Dhuhur dan ‘Ashar. Pelaksanaan shalat ini sebanyak 40 rakaat
dengan bacaan surat al-Fatihah satu kali, ayat kursi 10 kali, al-Ikhlas 11
kali, al-Mu’awwidzatain 5 kali dalam tiap rakaatnya. Dilanjutkan dengan membaca
istighfar sebanyak 70 kali setelah salam.
Menurut
sebagian ulama, salah satunya adalah Syekh Haqi An-Nazili (pengarang Khazînah
al-Asrar), hukum melaksakan shalat ‘Asyura` ini diperbolehkan. Dalil yang
menjadi dasar diperbolehkannya shalat ‘Asyura` adalah beberapa redaksi hadits
yang berbunyi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"مَنْ أَحْيَى لَيْلَةَ عَاشُورَاءَ فَكَأَنَّمَا عَبَدَاللهَ
تـَعَالَى بِمِثْلِ عِبَادَةِ أَهْلِ السَّمَوَاتِ وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ الْحَمْدُ مَرَّةً وَخَمْسَةَ مَرَّةٍ قُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ غَفَرَ اللهُ لَهُ ذُنـُوبَ خَمْسِينَ عَامًا مَاضٍ وَخَمْسِينَ
عَامًا مُسْتـَقْبَلٍ وَبَنَى لَهُ فِي الْمَثـَلِ اْلأَعْلَى أَلْفَ أَلْفِ
مِنْبَرٍ مِنْ نـُّورٍ "
Dari Abû Hurairah, ia berkata,
Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa menghidupkan malam Asyura’ maka
seakan ia beribadah kepada Allah swt. seperti ibadahnya penghuni langit. Dan
barang siapa shalat empat rakaat, dalam tiap rakaat membaca al-Fatihah satu
kali, Qul huwa Allah ahad (Surat al-Ikhlash) lima kali maka Allah mengampuni
dosanya lima puluh tahun yang lalu dan lima puluh tahun yang akan datang dan
dibangunkan baginya di matsal al-a’la satu juta mimbar dari cahaya."
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَنْ صَلَّى يَوْمَ عَاشُورَاءَ مَا بَيْنَ
الظُّهْرِ وَاْلعَصْرِ أَرْبَعِينَ رَكْعَةً يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ
بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ مَرَّةً وَآيـَةَ الْكُرْسِيِّ عَشْرَ مَرَّاتٍ وَقُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ إِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ خَمْسَ مَرَّاتٍ
فَإِذَا سَلَّمَ اسْتـَغْفَرَ سَبْعِينَ مَرَّةً أَعْطَاهُ اللهُ فِي
الْفِرْدَوْسِ قُبَّةً بَيْضَاءَ فِيْهَا بَيْتٌ مِنْ زُمُرُّدَةٍ خَضْرَاءَ
سَعَةُ ذَلِكَ الْبَيْتِ مِثْلُ الدُّنـْيَا ثـَلاَثَ مَرَّاتٍ وَفِى ذَلِكَ
الْبَيْتِ سَرِيرٌ مِنْ نـُورٍ قَوَائـِمُ السَّّرِيرِ مِنَ الْعَنْبَرِ
اْلأَشْهَبِ عَلَى ذَلِكَ السَّرِيرِ أَلْفًا فِرَاشٌ مِنَ الزَعْفَرَانِ
".وَذَكَرَ حَدِيثـاً طَوِيلاً مِنْ هَذَا الْجِنْسِ هَذَا حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ
Dari Abî Hurairah ra. beliau
berkata, Rasulullah saw. bersabda : "Barang siapa shalat di siang hari Asyura’
antara Dhuhur dan ‘Ashar sebanyak 40 rakaat, dalam tiap rakaat membaca
al-Fatihah satu kali, ayat kursi 10 kali, al-Ikhlash 10 kali, dan
al-Mu`awwidzatain lima kali. Kemudian setelah salam membaca istighfar 70 kali.
Maka Allah akan memberi kepadanya kubah putih di surga Firdaus. Di dalamnya
terdapat kamar dari permata zamrud hijau. Luas kamar tersebut sama dengan tiga
kali lipat luas dunia. Dalam kamar tersebut terdapat ranjang dari cahaya yang
tiangnya terbuat dari ‘anbar berwarna kelabu. Di atas ranjang terdapat alas
dari minyak za’faran."
Namun, mayoritas ulama berkomentar
bahwa hukum melakukan shalat ini tidak diperbolehkan (haram) karena rawi
hadits yang berisi tentang shalat di malam Asyura’ termasuk rawi yang mudltharib.
Sedangkan hadits yang menerangkan shalat di siang hari Asyura’ termasuk hadits maudlu’ (palsu). Oleh
karenanya shalat ini harus dihindari.[5]
IV.
ANALISIS
Dari penjelasan mengenai shalat –
shalat diatas dapat diketahui bahwa hukum shalat-shalat tersebut masih menjadi
khilaf ulama. Para tokoh kita telah memberikan metode menyikapi perbedaan
pendapat diantara ulama, yakni sebagai berikut :
1.
Bila
sebagian ulama menyatakan boleh dan sebagian lain menyatakan haram
( tidak boleh ), maka sebaiknya di hindari ( tidak dilakukan ).
2.
Bila
sebagian ulama menyatakan wajib dan sebagian lain menyatakan tidak
wajib ( hanya boleh ), maka sebaiknya di dilakukan.
3.
Bila
sebagian ulama menyatakan masyru’ (disyari’atkan) dan sebagian
lain menyatakan tidak masyru’, maka sebaiknya di dilakukan.[6]
Dapat dipahami bahwa problematika
shalat asyuro’ dan shalat nisfu sya’ban termasuk kategori yang pertama,
sehingga solusi yang paling tepat dilaksanakan adalah meninggalkan dan tidak
melakukannya.
Lebih baik pada malam-malam tersebut
dilakukan shalat-shalat yang tendensinya jelas dan kuat seperti shalat tasbih,
shalat Hajat dan lainnya.
V.
KESIMPULAN
1.
Shalat
Nishfu Sya’ban adalah shalat yang dikerjakan pada malam tanggal 15 Sya’ban
dengan jumlah sebanyak 100 rokaat. Dalam
tiap rakaat, surat yang dibaca setelah al-Fatihah adalah surat al-Ikhlas
sebanyak 10 kali.
2.
Shalat
yang dilakukan pada malam Asyura’ (malam tanggal 10 bulan Muharrram) dikerjakan
sebanyak empat rakaat. Bacaan dalam tiap rakaatnya adalah al-Fatihah satu kali
dan surat al-Ikhlas lima kali.
3.
Shalat
yang dilakukan pada hari Asyura’ dikerjakan di antara shalat Dhuhur dan ‘Ashar.
Pelaksanaan shalat ini sebanyak 40 rakaat dengan bacaan surat al-Fatihah satu
kali, ayat kursi 10 kali, al-Ikhlas 11 kali, al-Mu’awwidzatain 5 kali dalam
tiap rakaatnya. Dilanjutkan dengan membaca istighfar sebanyak 70 kali setelah
salam.
4.
Terdapat
khilaf diantara para ulama tentang shalat Asyuro’ dan shalat Nisfu Sya’ban,
yang sebagiannya mengatakan haram. sehingga solusi yang paling tepat
dilaksanakan adalah tidak melakukannya dan menggantinya dengan shalat yang
tendensinya jelas dan kuat seperti shalat tasbih, shalat Hajat dan lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Utsman
bin Hasan bin Ahmad as-Syakiry Al-khaubary, Durrah an-Nashihin,
Beirut , Dar al-Fikr,
Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya` Ulum ad-Din, Beirut, Dar
el Fikr,
Ain ad-Din Abu al-Faidl Abd ar-Rahim bin
Husain al-‘Iraqi Ta’liq Ihya’ ‘ulumuddin, Beirut, Dar al-Fikr,
Sayyid
Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syathâ al-Dimyati, I’anah ath-Tholibin,
Beirut, Dar al-Fikr
Alawi
ahmad assagaf, Sab’ah kutub al-mufidah, Al-Hidayah, Surabaya.
M. Harun Muafiq ( 111655 )
[1].
‘Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakiry
Al-khaubary, Durrah an-Nashihin, Beirut , Dar al-Fikr, hal. 220
[2].
ibid hal.256
[3]. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya`
Ulum ad-Din, Beirut, Dar el Fikr, vol.I, hal.258
[4] ‘Ain ad-Din Abu al-Faidl Abd ar-Rahim
bin Husain al-‘Iraqi Ta’liq Ihya’ ‘ulumuddin, Beirut , Dar
al-Fikr, vol. I, hal. 258
[5]. Sayyid Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatha
al-Dimyati, I’anah ath-Tholibin, vol. I, hal. 312.
[6] Alawi ahmad assagaf, Sab’ah kutub al-mufidah,
Al-Hidayah, Surabaya. Hal. 69
Lucky Lady Casino (Hilton - Mapyro
BalasHapusGet directions, reviews 사천 출장안마 and information for Lucky Lady Casino 밀양 출장마사지 in Tunica, MS. Located in 경기도 출장샵 Tunica, Mississippi, Lucky 구리 출장마사지 Lady 천안 출장안마 Casino offers a casino experience unlike any other.