BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Proses
pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan proses pendidikan yang
terjadi dewasa ini. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari pendidikan
untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat
Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat
madani Indonesia, oleh karena itu arah perubahan paradigma baru pendidikan
Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma
lama ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan
tersebut, yaitu : Pertama, paradigma
lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung pada : sentralistik, kebijakan
lebih bersifat top down, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat
parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi,
stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran pemerintah
sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran institusi
pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua,
paradigma baru berorientasi pada : disentralistik, kebijakan pendidikan
bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik;
artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral,
kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud pendidikan Islam?
2. Apa jabaran dari sistem pendidikan Islam?
3. Ada sajakah konsep dasar perubahan pendidikan
Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Islam
Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan Islam,
terlebih dahulu membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld : "Pendidikan
merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan.
Sedangkan Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya keperibadian yang utama. Demikian dua pengertian pendidikan
dari sekian banyak pengertian yang diketahui. Dalam Undang-Undang Sisdiknas nomor
: 2 Tahun 1989, "pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di
masa yang akang datang. Sedangkan, "pendidikan dalam pengertian yang luas
adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan
(melimpahkan) pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta keterampilannya kepada
generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi
hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah.
Menurut para ahli Filsafat Pendidikan, dalam
merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan
terhadap manusia : hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup
manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya.
"Apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani : badan, jiwa
dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap
memiliki kemampuan bawaan yang menentukan perkembangan dalam lingkungannya,
atau lingkunganlah yang menentukan dalam perkembangan manusia? Bagimanakah
kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah
manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari
kemudian (akhirat)? Demikian beberapa pertanyaan filosofis".
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, memerlukan
jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan
dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya
aliran-aliran pendidikan seperti : pendidikan Islam, Kristen, Liberal,
Progresif atau Pragmatis, Komunis, Demokratis, dan lain-lain. Dengan demikian,
terdapat keanekaragaman pendangan tentang pendidikan. "Dalam
keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan
tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses;
dengan proses itu seseorang (dewasa) secara sengaja mengarahkan pertumbuhan
atau perkembangan seseorang (yang belum dewasa).[1]
Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan
nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.
Dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya
berlaku pada manusia tidak pada hewan".
Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih
perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup,
tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan,
mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis
Islam, atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "Pendidikan Islam mengantarkan
manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.
Pendidikan Islam bukan sekedar "transfer of
knowledge" ataupun "transfer of training", tetapi lebih
merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan;
suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan. Dengan demikian,
pendidikan Islam adalah suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja
perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Sosok
pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia ke
arah kebahagiaan dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan
Islam membawa manusia untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, maka yang harus
diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan
sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia dan akhirat nanti, hak dan
kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat.
Jadi, "konsepsi pendidikan model Islam, tidak
hanya melihat bahwa pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan"
semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam
tentang manusia dan hakekat eksistensinya.
Oleh karena itu, pendidikan Islam juga
berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di
depan Allah perbedaanya adalah kadar ketaqwaan. Jadi, pendidikan menurut Islam
didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu
dengan membawa "potensi bawaan" seperti potensi "keimanan",
potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi
fisik. Dengan potensi ini manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif
dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja
agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada
Allah.
B. Kerangka
Sistem Pendidikan Islam
Brubacher dalam bukunya, Modern Philosophies of Education (1978), menyatakan
hubungan pendidikan dengan masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan
perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan negara, karena pendidikan itu
terjadi di masyarakat dengan sumber daya masyarakat, dan untuk masyarakat, maka
pendidikan dituntut untuk mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi
terhadap perkembangan sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan secara simultan.
Sedangkan, secara mikro pendidikan senantiasa memperhitungkan individualitas
atau karakteristik perbedaan antara individu peserta didik dalam kerangka
interaksi proses belajar.[2]
Dengan demikian, kerangka acuan
pemikiran dalam penataan dan pengembangan sistem pendidikan Islam menuju
masyarakat madani Indonesia, harus mampu mengakomodasikan berbagai pandangan
secara selektif sehingga terdapat keterpaduan dalam konsep, yaitu :
1.
Pendidikan
harus membangun prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan dengan
sektor-sektor lain. Sistem pendidikan harus senantiasa bersama-sama dengan
sistem lain untuk mewujudkan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Pendidikan
bukan merupakan sesuatu yang eksklusif dan terpisah dari masyarakat dan sistem
sosialnya, tetapi pendidikan sebagai suatu sistem terbuka dan senantiasa
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya.
2.
Pendidikan
merupakan wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan penciptaan dan
pemeliharaan sumber yang berpengaruh, seperti keluarga, sekolah, media massa,
dan dunia usaha.
3.
Prinsip
pemberdayaan masyarakat dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya,
terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus
bangsa. Seperti pesantren, keluarga, dan berbagai wadah organisasi pemuda,
diberdayakan untuk dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan baik serta
menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan.
4.
Prinsip
kemandirian dalam pendidikan dan prinsip pemerataan menurut warga negara secara
individual maupun kolektif untuk memiliki kemampuan bersaing dan sekaligus
kemampuan bekerja sama.
5.
Dalam
kondisi masyarakat pluralistik diperlukan prinsip toleransi dan konsensus.
Untuk itu, pendidikan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dengan
mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber-sumber tersebut secara dinamik.
6.
Prinsip
perencanaan pendidikan. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas
perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai
dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat
progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan
mengantisipasi arah perubahan.
7.
Prinsip
rekonstruksionis, bahwa kondisi masyarakat selalu menghendaki perubahan
mendasar. Maka pendidikan harus mampu menghasilkan produk-produk yang
dibutuhkan oleh perubahan tersebut. Paham rekonstruksionis mengkritik pandangan
pragmatis sebagai suatu pandangan yang cocok untuk kondisi yang relatif stabil.
Pendekatan pemecahan masalah bersifat lebih berorientasi masa kini, sedangkan
pendekatan rekonstruksionis lebih berorientasi masa depan dengan tetap berpijak
pada kondisi sekarang.
8.
Prinsip
pendidikan berorientasi pada peserta didik. Dalam memberikan pelayanan
pendidikan, sifat-sifat peserta didik yang umum maupun yang spesifik harus
menjadi pertimbangan. Layanan pendidikan untuk kelompok usia anak berbeda
dengan remaja dan dewasa, termasuk perbedaan pelayanan bagi kelompok anak-anak
berkelainan fisik dan mental termasuk pendekatan pendidikan bagi anak-anak di
daerah terpencil tidak dapat disamakan dengan anak-anak di perkotaan.
9.
Prinsip
pendidikan multikultural. Sistem pendidikan harus memahami bahwa masyarakat
yang dilayaninya bersifat plural, sehingga pluralisme harus menjadi acuan dalam
mengembangkan pendidikan dan dapat mendayagunakan perbedaan tersebut sebagai
sumber dinamika yang bersifat positif dan konstruktif.
10. Pendidikan dengan prinsip global, artinya pendidikan harus
berperan dan harus menyiapkan peserta didik dalam lingkungan masyarakat global.[3]
C. Konsep
Dasar Pembaruan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai
masalah dalam berbagai aspek. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara
mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Selama ini, upaya pembaharuan
pendidikan Islam secara mendasar, selalu dihambat oleh berbagai masalah mulai
dari persoalan dana sampai tenaga ahli. Padahal pendidikan Islam dewasa ini,
dari segi apa saja terlihat goyah terutama karena orientasi yang semakin tidak
jelas.
Berdasarkan uraian di atas, ada dua
alasan pokok mengapa konsep pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia untuk
menuju masyarakat madani sangat mendesak :
1. Konsep
dan praktek pendidikan Islam dirasakan terlalu sempit, artinya terlalu
menekankan pada kepentingan akhirat. Sedangkan ajaran Islam menekankan pada
keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Maka perlu pemikiran kembali
konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang
manusia yang akan diproses menuju masyarakat madani.
2. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang dimiliki sekarang ini, belum atau kurang mampu memenuhi
kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan
masyarakat dan bangsa Indonesia di segala bidang. Maka, untuk menghadapi dan
menuju masyarakat madani diperlukan konsep pendidikan Islam serta peran sertanya
secara mendasar dalam memberdayakan umat Islam.
Suatu usaha pembaharuan pendidikan hanya bisa terarah
dengan mantap apabila didasarkan pada konsep dasar filsafat dan teori
pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan yang mantap hanya bisa dikembangkan
di atas dasar asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia
(hakekat) kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di
dunia ini baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungan
dengan lingkungan dan alam semesta dan akhiratnya hubungan dengan Maha
Pencipta. Teori pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan atas dasar
pertemuan antara penerapan atau pendekatan filsafat dan pendekatan emperis,
Sehubungan dengan itu konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam adalah
perumusan konsep filsafat dan teoritis pendidikan yang didasarkan pada asumsi-asumsi
dasar tentang manusia dan hubungannya dengan lingkungan dan menurut ajaran
Islam.
Dalam usaha pembaharuan pendidikan Islam perlu
dirumuskan secara jelas implikasi ayat-ayat Al Qur'an dan hadits yang menyangkut
dengan "fitrah" atau potensi bawaan, misi dan tujuan hidup manusia.
Karena rumusan tersebut akan menjadi konsep dasar filsafat pendidikan Islam.
Untuk itu, filsafat atau segala asumsi dasar pendidikan Islam hanya bisa
diterapkan secara baik jikalau kondisi-kondisi lingkungan (sosial-kultural)
diperhatikan.
Jadi,
apabila kita ingin mengadakan perubahan pendidikan Islam maka langkah awal yang
harus dilakukan adalah merumuskan konsep dasar filosofis pendidikan yang sesuai
dengan ajaran Islam dan mengembangkan secara empiris prinsip-prinsip yang mendasari
keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan (sosial-kultural) yang dalam hal ini
adalah masyarakat madani. Maka untuk mengantisipasi perubahan menuju
"masyarakat madani", pendidikan Islam didisain untuk menjawab
perubahan tersebut.
Adapun perubahan yang diharapkan sebagai
berikut :
1. Pendidikan
harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak
melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama. Karena, dalam
pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari
Allah SWT.
2. Pendidikan
menuju tercapainya sikap dan perilaku "toleransi", lapang dada dalam
berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam perbedaan pendapat dan
penafsiran ajaran Islam, tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang
diyakini.
3. Pendidikan
yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan.
4. Pendidikan
yang menumbuhkan etos kerja, disiplin dan jujur
5. Pendidikan
Islam didisain untuk mampu menjawab tantangan masyarakat madani
Dalam konteks ini juga perlu pemikiran kembali tujuan
dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada. Memang diakui bahwa
penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup menggembirakan,
artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan
lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu
agama serta keterampilan. Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih
merupakan peniruan dengan tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga
diri bahwa apa yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat
juga dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban
kurikulum yang terlalu banyak dan cukup
berat akan terjadi tumpang tindih.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa paradigma baru pendidikan Islam harus
dikembangkan berdasarkan paradigma yang berorientasi pada :
1. Mengajarkan
agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi
tradisional, melainkan juga sisi rasional.
2. Mampu
membangun keilmuan dan kemajuan kehidupan yang integratif antara nilai
spritual, moral dan meterial bagi kehidupan manusia.
3. Mampu
membangun dan mempersiapkan kehidupan yang lebih baik berupa manusia
demokratis, kompetetif, inovatif berdasarkan nilai-nilai Islam.
4. Disusun
atas dasar kondisi lingkungan masyarakat, baik kondisi masa kini maupun kondisi
pada masa akan datang, karena perubahan kondisi lingkungan merupakan tantangan
dan peluang yang harus diproses secara capat dan tepat.
5. Mengupayakan
untuk memberdayakan potensi umat yang disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan
masyarakat madani.
6. Penyelenggaraan
pendidikan Islam harus diubah berdasarkan pendidikan demokratis dan pendidikan
yang bersifat sentralistik baik dalam manajemen maupun dalam penyusunan
kurikulum harus disesuaikan dengan tuntutan pendidikan demokratis dan
desentralistik. Pendidikan Islam harus mampu mengembangkan kemampuan untuk
berpartisipasi di dalam dunia kerja, mengembangkan sikap dan kemampuan inovatif
serta meningkatkan kualitas manusia.
7. Pendidikan
Islam lebih menekankan dan diorientasikan pada proses pembelajaran, diorganisir
dalam struktur yang lebih bersifat fleksibel, menghargai dan memperlakukan
peserta didik sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang, dan
diupayakan sebagai proses berkesinambungan serta senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman
an-Bahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal Madrasati wal
Mujtama', Dar al-Fikr al-Mu'asyir, Beiru-Libanon, Cet. II, 1983., Terj.,
Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani
Press, 1995.
Ahmad
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, al-Ma'arif, Bandung, Cet.III, 1974.
Anwar
Jasin, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam : Tinjauan Filosofis, 1985.
Mufid,
Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Makalah "Seminar Nasional dan Temu Alumni, Programa Pasca Sarjana
Universitas Muhammadiyah Malang", Tanggal, 25-26 September 1998.
M. Rusli Karim, Pendidikan Islam
Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Buku Pendidikan Islam di Indonesia
antara Citra dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogya, Cet.Pertama,
1991.
Roihan
Achwan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, dlm. Jurnal Ilmu Pendidikan
Islam, Volume 1, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1991.
Thoha
Hamim, Islam dan Masyarakat Madani (1) Ham, Pluralisme, dan Toleransi Beragama,
Koran Harian "Jawa Pos", Kamis Kliwon, Tanggal, 11 Maret 1999.
Zuhairini,
dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. II, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar