Sabtu, 02 Januari 2016

METODE HIWAR





METODE HIWAR

Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Materi dan Pembelajaran Al Qur’an MTS / MA
Dosen Pengampu Bp. Ahmad Falah, M.Ag



 












Disusun
Oleh :
Siti Qotijah (111644)
Suyitno ( 1116
Ali Imroni (1116


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
TAHUN 2013

BAB 1
PENDAHULUAN



A.    LATAR BELAKANG
Dari literatur pendidikan Barat dapat diketahui banyak metode mengajar seperti metode ceramah, diskusi, sosioderama, bermain peran, pemberian tugas, resitasi dan metode dialog. Metode itu banyak sekali, dan akan bertambah terus sejalan dengan kemajuan perkembangan teori-teori pengajaran. Tidak dapat dibayangkan akan sejauh mana perkembangan metode-metode tersebut. Metodemetode mengajar ini disebut metode umum. Disebut metode umum karena metode tersebut digunakan untuk mengajar pada umumnya. Biasanya studi tentang metode mengajar umum disebut dengan menggunakan istilah metode pengajaran.
Untuk kepentingan pengembangan teori-teori pendidikan Islam, masalah metode mengajar tidaklah terlalu sulit. Metode–metode mengajar yang dikembangkan di Barat dapat saja digunakan atau diambil untuk memperkaya teori tentang metode pendidikan Islam .[1] ( A. Tafsir, 1991: 131).
Metode dialog, yang dalam bahasa Arab disebut  sudah lama  dipakai orang semenjak zaman Yunani. Ahli-ahli pendidikan Islam telah mengenal metode ini, yang dianggap oleh pendidik-pendidik modern berasal dari Filosof Yunani Socrates, ( 399 SM).   Ia memakai metode ini untuk mengajar muridnya supaya sampai ketaraf kebenaran sesudah bersoal jawab dan bertukar fikiran.[2]    (Ramayulis,1994:135).
Ahli-ahli pendidik Islam, selanjutnya mengembangkan metode ini sesuai dengan tabeat agama dan akhlaknya. Dan atas itulah,  metode dialog / hiwar   merupakan salah satu ciri-ciri khas Pendidikan Islam.[3] Sebenarnya di dalam Islam metode ini sudah dikenal Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Agama kepada umatnya. Beliau sering berdialog / bertanya jawab untuk memberikan pemahaman agama kepada mereka.
Metode Hiwar yang digali dari sumber Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis, sudah tentu  dapat dipakai dalam pendidikan Islam, sesuai dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Mungkin saja metode ini dapat menambah metode-metode dari
Barat. Yang jelas, ada beberapa tujuan pendidikan dalam Islam yang tidak dapat dicapai hanya dengan menggunakan metode mengajar dari Barat. Metode dari al-
Qur’an dan Hadis ini, mungkin dapat menutup kekurangan ini.[4]






















BAB II
PEMBAHASAN


B. PENGERTIAN HIWAR
Al-Hiwar  (  ) dalam bahasa Arab bisa berarti  “ jawaban “  (          ), dan   berarti  “ tanya jawab “,  “ percakapan “, “ dialog”, (                             ). ( Luwes
Ma’luf, 1927 : 155.  Al-Munawwir,1984: 332).  Makna-makna yang terakhir inilah yang sering digunakan bagi nama suatu jenis metode pengajaran.
Di dalam al-Qur’an terdapat tiga ayat yang menggunakan kata           yaitu pada surat al-Kahfi ayat 34 dan 37, surat al-Mujadalah ayat  1.[5]
Dua ayat yang terdapat pada surat al-Kahfi, mengenai dialog seorang pemilik kebun dengan seorang sahabatnya yang tidak memiliki banyak kekayaan seperti pemilik kebun, yaitu :
Ayat yang ke tiga yang memuat kata ini terdapat pada surat al-Mujadalah ayat 1, yang mengkisahkan seorang wanita yang datang kepada Rasulullah, mengadukan suaminya kepada Allah, yaitu : 
Ahmad Mushtafa al-Maragi  ( 1947 : Zuj 5, 147  ) memberikan makna pada kata  
  “ pada surat al-Kahfi dengan arti    yaitu “ bercakap-cakap”. Dan pada kata “  “ dalam surat al-Mujadalah baik al-Maragi ( 1947: Zuj 10, 4) maupun al-Ragib al-Ashfahani ( hal 134 ) memberikan arti yang sama yaitu 
  yang berarti “ soal jawab “.

C. METODE HIWAR

1. Metode Hiwar
Yang dimaksud metode hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah pada suatu tujuan. Percakapan ini bisa dialog langsung dan melibatkan kedua belah pihak secara aktif, atau bisa juga yang aktif  hanya salah satu pihak saja, sedang pihak lain hanya merespon dengan segenap perasaan, penghayatan dan kepribadiannya.
Dalam hiwar ini kadang-kadang keduanya sampai pada suatu kesimpulan, atau mungkin salah satu pihak tidak merasa puas dengan pembicaraan lawan bicaranya. Namun demikian ia masih dapat mengambil pelajaran dan menentukan sikap bagi dirinya.[6]
DR. Mani bin Abd al-Aziz al-Mani (  1412 H : 4 ) menyebutkan, bahwa metode hiwar  (   ) disebut juga dengan metode tanya jawab ( 
 )
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh  H.M. Arifin dalam bukunya “ Ilmu
Pendidikan  Islam “(  1996 : 215 ). Sementara Muhammad al-Athiyah al-Abrasyi 
         (1950 : 282) menyebutnya        atau                                          . Dan
           DR.Muhammad Husen Ali Yasin ( 1947 : 90) menyebutnya                                  atau 
 . 
Hiwar  mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara juga bagi pendengar pembicaraan . Itu disebabkan beberapa hal, yaitu :
Pertama . Dialog itu berlangsung secara dinamis karena kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraan tidak membosankan. Kedua pihak saling memperhatikan, jika tidak memperhatikan tentu tidak dapat mengikuti jalan pikiran pihak lain. Kebenaran atau kesalahan masing-masing dapat diketahui dan direspon saat itu juga. Topik-topik baru seringkali ditemukan dalam pembicaraan seperti itu. Cara kerja metode ini seperti diskusi bebas, tetapi guru menggiring pembicaraan ke arah tujuan tertentu.
Kedua. Pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu, karena ia ingin tahu kesimpulannya. Diikuti dengan penuh perhatian, tidak bosan dan penuh semangat.
Ketiga. Metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
Keempat. Bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, akan mempengaruhi peserta, sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya. (  Abdurrahman an-Nahlawi, 1996:284.  Dan Ahmad Tafsir, 1991: 136).

2. Tujuan Metode Hiwar
Muhammad Athiyah al-Abrasyi ( 1950: 282-283) menyebutkan beberapa tujuan metode hiwar, antara lain :
1). Mendorong siswa untuk mengeluarkan pendapatnya 
 Salah satu tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah menciptakan suasana yang dinamis. Dengan suasana yang dinamis tersebut, sangat dimungkinkan munculnya suasana belajar yang lebih interakrif, dimana peserta didik memiliki jiwa yang kreatif. Salah satu jenis kreatifitas tersebut adalah mereka para peserta didik terbiasa dengan mengeluarkan pendapatnya. Metode hiwar sangat tepat untuk memunculkan suasana yang dimaksud.
2). Membiasakan siswa untuk berlatih mencari dan memecahkan masalah
 Kebiasaan yang ada pada peserta didik adalah kurang peka terhadap berbagai masalah yang ada dalam kaitannya dengan materi pelajaran yang diterimanya.
Dipihak lain terkadang mereka para peserta didik kurang mamapu jika kebetulan menemukan masalah berkaitan dengan materi pelajaran yanmg diterimanya. Pada suasana tersebut, guru dituntut untuk mampu memberikan contoh bagaimana mencari masalah sekaligus memecahkannya.
3). Menghilangkan keragu-raguan pada pikiran siswa
 Sifat yang biasanya ditemukan pada peserta didik adalah mereka biasanya raguragu dalam mengilustrasikan isi pikirannya. Hal ini disamping karena perasaan rendah diri juga dikarenakan sifat kurang berani pada peserta didik. Padahal sifat tersebut menjadikan peserta didik kurang terbuka pemikirannya. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk melatih sekaligus memberikan contoh keberanian dalam mengemukakan pemikiran. Mekanismenya diantaranya adalah melalui pemberian stimulasi berupa pertanyaan atau sebaliknya memberikan jawaban yang dikehendaki peserta didik ketika mereka bertanya.
4). Membimbing siswa  cara berfikir yang baik
 Kerancuan berfikir tidak jarang diketemukan pada para peserta didik. Hal ini dikarenakan kurang terbiasa untuk berfikir secara baik, yakni berfikir secara sistematis. Agar para peserta didik terbiasa berfikir secara baik (sistematis), maka guru berkewajiban untuk memberikan contoh sekaligus menyediakan sarana untuk terciptanya suasana dimaksud. Kebiasaan dan suasana ini dapat diciptakan melalui pemberian stimulus oleh guru terhadap peserta didik dalam metode hiwar.
5). Membimbing siswa  cara mengambil keputusan dan menganalisa 
 Sifat malas berfikir pada gilirannya akan melahirkan kekurangberanian untuk mengambil keputusan tertentu. Akibatnya peserta didik yang sudah terbiasa dengan pola yang demikian kebingungan ketika diharuskan mengambil keputusan pada masalah-masalah tertentu. Guru yang baik seharusnya melatih peserta didiknya agar terbiasa dengan menganalisa masalah untuk mengambil keputusan yang jelas. Media yang tepat dapat diterapkan oleh guru dalam proses belajar mengajar melalui contoh menganalisa setiap masalah yang diberikan peserta didik untuk kemudian disimpulkan atau diambil keputusannya yang tepat. 


6). Mencari pengetahuan baru dan mengambil manfa’atnya
 Metode hiwar dapat digunakan sebagai sarana untuk mencarti pengetahuan baru sekaligus mengambil manfaatnya. Sebab dari metode tersebut didapatkan berbagai wawasan baru. Wawasam baru tersebut didapatkan melalui berbagai pertanyaan sekaligus jawaban guru maupun peserta didik sebagai gambaran luasnya pemikiran.
7). Melatih kemampuan mendengarkan
 Ada berbagai metode untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih luas. Satu diantara metode tersebut adalah melalui aktifitas mendengarkan (hearing). Aktifitas tersebut biasanya lebih gampang termemori dalam diri peserta didik. Metode hiwar sangat memungkinkan peserta didik untuk lebih banyak mendengarkan pengetahuan dari yang lain, yakni melalui pertanyaan ataupun jawaban, baik dari peserta didik yang lain maupund dari guru yang mengajar.
9). Mendorong siswa untuk maju dan berkembang
 Salah satu motivasi agar peserta didik lebih maju dan berkembang adalah mereka diberikan keleluasaan untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan keleluasaan tersebut mereka akan mengembarakan pikirannya untuk menjangkau pemikiran yang lebih jauh. Pada term ini-maka metode hiwar sangat potensial untuk menstimulasi kemajuan dan perkembangan peserta didik, terutama dalam hal pengetahuannya.

D. KRITERIA HIWAR     
1.Agar hiwar yang berlangsung antara dua pihak berujung dengan hasil yang sesuai dengan harapan, maka ke dua pihak yang terlibat langsung dalam hiwar ini harus memiliki kebebasan berpikir yang ditopang dengan rasa percaya diri dan berpikir mandiri.[7]Pikiran masing-masing tidak terkurung oleh perasaan takut atau yang lainnya, yang akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan diri, dan kehilangan kemampuan untuk berpikir.
    Rasulullah apabila berdialog beliau selalu berusaha agar kebebasan dan kemandirian berpikir ini dimiliki oleh lawan bicaranya.  Dalam beberapa ayat yang cukup banyak, kemanusiaan / basyariah Rasulullah sering ditonjolkan, beliau itu manusia biasa seperti mereka , tidak ada kelebihannya kecuali karena wahyu. Hal ini seperti dalam Al-Qur’an  surat  18 ayat 110, surat 7 ayat 188, dan lain-lain
Demikian itu, agar mereka tidak memandangnya berlebihan, memandangnya tetap sebagai manusia biasa, sehingga mampu berhadapan dan berdialog secara bebas dan dengan pikiran yang bebas.
2.       Orang yang terlibat dalam hiwar hendaknya menyiapkan diri sebaik mungkin untuk menerima kesimpulan atau kebenaran, khususnya dari materi dan masalah yang dihasilkan dari dialog itu (  Mani bin Abd Aziz al-Mani dkk, 1412 H: 4). Kalau saja sejak awal telah menyiapakn pikirannya untuk menolak, maka hiwar atau dialog itu akan berubah menjadi “ Jadal “  ( debat) atau dialog dan perdebatan yang tecela yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali penghamburan kalam saja. Sebab sekalipun dalal-dalil deras menghujaninya, ia tetap akan menolok.
 Segi ini telah mendapat penekanan dalam al-Qur’an . Al-Qur’an telah berbicara mengenai orang-orang yang benar-benar tidak mau atau tidfak bermaksud untuk beriman, seperti dalam surat 6 ayat ke 25 dan 26.
3.       Di antara masalah yang cukup urgen dalam mengantarkan hiwar pada tujuannya yang diharapkan, adalah terciptanya suasana yang tenang untuk berpikir yang membawa  manusia mampu berpikir secara orisinil, menjauhkan suasana emosional. [8]Sebab tidak jarang pikiran seseorang larut ke dalam sikap suatu kelompok yang membawa semangat emosional untuk menguatkan pendapat tertentu dan menolak pikira tertentu. Sehingga ia mengikutinya karena kondisi keumuman, bukan hasil pikirannya yang jernih.
 Al-Qur’an surat 34 (Saba) ayat 46 mengisyaratkan hal ini, di mana amereka menuduh Rasulullah gila, itu semata –mata karena mereka terbawa emosi kelompok yang memusuhinya. Dengan demikian ia tidak mampu berpikir tenang dan jernih.
4.       Masing-masing yang terlibat dalam hiwar hendaknya tahu benar materi atau ide yang sedang atau akan dibicarakan  sehingga tidak keluar dari topik yang dibicarakan.[9] Sebab jika keduanya atau salah satu tidak mengetahuinya, tentu hiwar ini akan ngawur, tidak terarah, dan permasalahan tidak akan nyambung antar keduanya.      
Al-Qur’an telah memberi contoh,  manusia yang menentang risalah dan menolak para Rasul dengan tanpa dasar pengetahuan yang benar, seperti ayat 66 surat 3 
5.       Ada dua teknik yang diisyaratkan Al-Qur’an, yaitu hiwar yang sehat dan hiwar yang tidak sehat.  Hiwar yang tidak sehat biasanya, dalam menghadapi lawan  bicara biasanya menggunakan kata-kata dan uslum yang tidak sehat pula. Hiwar ini tidak sekedar mematahkan argumentasi lawan, kalau perlu menghina dan menyakitinya.
     Adapun hiwar yang sehat adalah hiwar yang berdasarkan pada kelembutan dan kasih sayang, dan berangkat dari kaidah-kaidah Islam yang memandang bahwa materi hiear itu hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan, yaitu iman kepada hak sdan melaksanakan tuntutannya. Dengan demikian, hiwar ini menggunakan kata-kata dan uslub yang lembut dan bagus, yang mampu menyentuh hati, mendekatkan pemikiran terhadap pemahaman dan hukum-hukum yang benar, dan menjauhkan dari pengertian yang salah dan menyimpang.      
Al-Qur’an surat 41 ayat 33-35 mengisyaratkan adanya adanya dua teknik di atas. Kata  “ Al-Hasanah “ (   ), menunjukan uslub yang sehat, dan lawannya kata  “ As-Sayyiat “ (    ) menunjukan uslub hiwar yang tidak sehat. (  Abi
Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, 1988 :  Zuj 12, 117,119).
Keriteria-keriteria tersebut di atas nampaknya lebih tepat untuk hiwar-hiwar yang melibatkan dua belah pihak berdialog secara aktif, seperti hiwar wasfi, Jadali, Qishasi, dan Nabawi.
Abdurrahman Musa Abkar  (  1412 H : 4), dalam kegiatan yang lebih khusus menambahkan keriteria-keriteria sebagai berikut : 
(1). Persiapan dan perumusan hiwar yang matang, jelas dan terbatas, sehingga tidak menimbulkan keraguan pada siswa, dan tidak keluar dari topik pembicaraan, (2) Hiwar hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, mendorong mereka untuk berfikir, (3) Menghargai pendapat dan pertanyaan lawan bicara, (4) Distribusi atau pembagian hiwar harus merata,  (5) Guru meluruskan jawaban dan membetulkannya serta melengkapi kekurangan dari jawaban siswa, ( 6) Membuat ringkasan hasil hiwar sehingga memperoleh pengetahuan secara sistimatis.

D.     MACAM-MACAM  METODE HIWAR  DAN OPERASIONALISASINYA

1.         Hiwar  Khitabi  atau Ta’abbudi 
Hiwar ini merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hambaNya. Tuhan memanggil dengan mengatakan “ Wahai, orang-orang yang beriman,” dan hamba-Nya menjawab dalam  kalbunya dengan mengatakan, “ Kusambut panggilan Engkau,ya Rabbi.” Dialog ini menjadi petunjuk, bahwa pengajaran seperti itu dapat kita gunakan, dengan kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-Nya.
 Dalam Hiwar khitabi  ini dialog dimulai dari satu pihak, yaitu si pembicara, sedangkan pihak ke dua yang menyambutnya memperhatikan dengan emosinya, lalu terundang untuk menyembutnya dengan pikiran dan perasaannya.[10]
 Khiwar khitabi ini terbagi 6 macam :
1). Hiwar khitabi dengan menggunakan  nida-ut ta’rif bil iman
 Hiwar khitabi yang diarahkan kepada orang-orang beriman, dengan menyebutkan keimanannya supaya menyentuh jiwa dan kesadarannya.( Abdurrahman an-Nahlawi, 1996 ; 291) Contoh  
Oprasionalisasinya, bisa pada awal pelajaran untuk membuka kesadaran/ keimanan pihak ke dua terhadap materi/ masalah yang akan disajikan. Atau bisa juga diterapkan di akhir pembahasan untuk memperkuat, memantapkan keimanan/kesadaran pihak ke dua terhadap masalah yang telah disajikan. Hiwar ini biasanya dijadikan pengantar untuk memasuki masalah-masalah hukum.       



2). Hiwar khitabi Tadzkiri 
 Hiwar yang mengajak lawan bicara untuk mengingat nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya, atau mengingatkannya pada dosa-dosa  nenek moyang mereka dan berbagai khurafat yang masih mereka lakukan.[11] Contoh:
 Dalam oprasionalisasinya. Hiwar ini lebih tepat digunakan di tengah-tengah pembahasan  setelah menyajikan materi pokok, untuk memantapkan siswa terhadap materi pelajaran. Metode ini biasanya diterapkan terhadap materi aqidah dan akhlak.  
3). Hiwar Khithabi Tanbihi atau Idhahi
Hiwar yang dimulai dengan pertanyaan yang berfungsi sebagai perangsang, perhatian agar lebih terpusat kepada jawaban yang akan dikemukakan sebagi penjelasannya  ( Abdurrahman An-Nahlawi, 1996 : 295). Contoh hiwar ini :

--

Hiwar ini lebih tepat dioprasionalisasikan di awal pelajaran, untuk memfokuskan materi, merangsang perhatian dan rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang akan diberikan.
  4). Hiwar Khitabi Athifi 
  Hiwar di mana khitab atau pertanyaan yang diarahkan untuk menyentuh dan membangkitkan berbagai perasaan wijdani atau insani, sehingga menimbulkan pengaruh yang mampu mendorong prilaku baik dan beramal shaleh ( Abdurrahman An-Nahlawi, 1996 : 298 ). Contoh untuk perangsangan rasa syukur : 
Lebih tepatnya, Hiwar ini diterapkan ditengah atau di akhir pembahasan, untuk menyentuh perasaan / kesadaran secara mendalam sehingga bisa timbul prilaku yang diharapkan. 
5). Hiwar Khitabi Athifi Tardidi
   Hiwar di mana pertanyaan tertentu selalu terulang dan mengundang lahirnya perasaan-perasaan serupa. Pertanyaan itu terulang berkali-kali, dan antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lain terdapat ayat-ayat pemisah yang menggugah. Setiap kali pertanyaan itu terulang, ia mengandung makna yang sesuai dengan ayatayat sebelumnya, disamping maknanya yang asli. ( Abdurrahman An---Nahlawi,1996:302). Metode dengan jalan pengulangan serta menggunakan berbagai sudut pandang dan argumentasi dapat menanggalkan keraguan dan menggugah sikap percaya akan kebenaran (  Abdul Fatah Jalal, 1988 : 178 ). Contoh 
Ayat ini diulang dalam satu rusat, yaitu surat al-Rahman sebanyak  30 kali. 

Oprasionalisasinya, hiwar ini diterapkan setelah setah menyampaikan materi pokok sampai akhir pembahasan. Pertanyaan yang serupa ini diulang-ulang dan diselingi dengan uraian materi yang fungsinya memperkuat uraian sebelumnya.  
6). Hiwar Khitabi Ta’ridi
Khitab Allah kepada Rasulullah yang mengandung suatu sindiran berkenaan dengan orang-orang non muslim, seperti menerangkan keburukan atau kelemahan mereka, mencemoohkan kebatilan mereka, atau mengecam mereka dengan adzab. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1996 : 304). Contoh keburukan sebagian kaum musyrikin :
Lebih tepatnya, metode ini dioprasionalisasikan di akhir bahasan setelah pembahasan disampaikan dan dipahaki dengan jelas. Biasanya diterapkan dalam materi akhidah atau akhlak.  

2. Hiwar Washfi
Lain halnya dengan  hiwar khitabi, dalam hiwar washfi ini digambarkan secara jelas situasi orang yang sedang berdialog. Dengan hiwar ini tercipta suatu situasi psyihis yang dihayati bersama secara riil oleh mereka yang terlibat berdialog 
(Abdurrahman an-Nahlawi, 1996: 307.  Ahmad Tafsir, 1991: 138). Contoh
Hiwar ini bisa dioprasionalisakikan di awal, di tengah bahkan diseluruh pembahasan materi pelajaran. Dengan metode ini siswa diajak mengungkap kebenaran secara bersama-sama. Sehingga kebenaran itu seakan-akan ditemukan dan dicetuskan oleh siswa sendiri.
        3.Hiwar Qishasi          
Hiwar ini terdapat dalam sebuah Qishah, yang baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas,  yaitu hiwar yang merupakan unsur dan uslub kisah dalam al-
Qur’an (  Abdurrahman an-Nahlawi, 1996: 311). Contoh 
Hiwar ini lebih tepat dioprasionalisasikan setelah penjelasan materi pokok, untuk memberikan contoh  yang memperkuat pesan yang terkandung pada materi pokok. Biasanya diterapkan pada materi akhlak dan akidah.  
4.Hiwar Jadali 

Metode ini bisa diterapkan di awal, di tengah, bahkan di seluruh pembahasan materi. Sebab biasanya, metode ini melibatkan semua pihak dalam diskusi panjang.
Kebanyakan diterapkan dalam materi akidah.   
5.Hiwar Nabawi 
Hiwar Nabawi adalah hiwar yang digunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Dia          menghendaki   agar     sahabat-sahabatnya     mengajukan pertanyaan. (A. Tafsir, 1991: 140). Dalam hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim disebutkan:
1). Hiwar Nabawi Athifi
Yaitu hiwar yang diarahkan untuk mendidik dan menyentuh perasaan, yang pada gilirannya perasaan itu diharapkan mengendap sebagai sikap dan menjadi dasar yang kokoh dan tangguh dalam segala keadaan ( Abdurrahman an-Nahlawi, 1996: 326) Oprasionalisasinya, hiwar ini bisa diterapkan setelah menyajikan materi pokok, untuk memantapkan tumbuhnya perasaan yang diharapkan oleh sasaran belajar.

2). Hiwar Nabawi Iqna’I
Yaitu Hiwar yang berusaha memuaskan fikiran dan menegakan hujjah dan memberi kepuasan kepada pihak lawan bicara (  ( Abdurrahman an-Nahlawi,1996:329).
  Lebih tepatnya, dioprasionalisasikan setelah menyajikan materi pokok, untuk menguatkan dan memantapkan argumentasi yang digunakan, sehingga pihak ke dua mendapat alasan/ argumentasi yang menguatkan pikirannya.   

F.  DAMPAK EDUKATIF METODE HIWAR
1.             Hiwar Ta’abbudi atau Khitabi
Melalui hiwar khitabi, al-Qur’an banyak menanamkan hal-hal penting ke dalam jiwa, yaitu sebagai berikut :
1).Tanggap terhadap persoalan yang diajukan al-Qur’an, merenungkannya, menghadirkan jawaban sekurang-kurangnya di dalam kalbu.
2). Menghayati makna kandungan al-Qur’an
3). Mengarahkan tingkahlaku agar sesuai dengan al-Qur’an
4).Menanamkan rasa bangga karena dipanggil oleh Tuhan, “Hai, orang-orang yang beriman.[12]

2.             Hiwar Washfi 
1). Menyajikan gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan. Gambaran tentang ahli neraka, seolah-olah dirasakan oleh pendengar dialog, seolah terlibat, lantas ada pemilihan, lantas ada pertanyaan “ di pihak mana aku “
2).Hiwar washfi bersandar pada pengisyaratan. Pengisyaratan itu, lebih berkesan daripada pengajaran langsung, seolah-olah mengingatkan pendengar dialog, “ jangan kalian terjerumus seperti mereka itu”.[13] ( Abdurrahman An-Nahlawi,1996: 309-310)


3.Hiwar Qishashi
1). Dengan cara yang tidak langsung, mengisyaratkan agar tidak memihak kepada orang zalim, alasan orang zalim itu lemah.
2). Mendidik perasaan ketuhanan di dalam jiwa, seperti cinta di jalan Allah, kesenangan untuk berda’wah, dan kecintaan pada Nabi allah.
3). Menyajikan Hujjah yang kuat, hujjah yang datang dari Nabi dan Tuhannya, hujah itu mengalahkan hujah orang kafir 
4). Mengisahkan dialog secara berseling. Ini akan menajamkan persoalan yang didialogkan sehingga terjalin kisah panjang yang kuatalur ceritanya. Mengungkapkan kesimpulan kisah dan kesudahan orang zalim dan mu’min. [14]

1.         Hiwar Jadali
1). Mendidik orang menegakan kebenaran, dengan menggunakan hujjah yang kuat 2).Dengan jalan pengisyaratan, mendidik orang menolak kebatilan, pikiran-pikiran yang musyrik dan munkar, karena pikiran itu rendah
3).Mendidik orang menggunakan pikiran yang sehat  ( Abdurrahman an-Nahlawi, 1996:319).
. 
5.Hiwar Nabawi
1). Diisyaratkan untuk mendorong para pelajar supaya berani bertanya, sehingga pengajaran berjalan selaras dengan gairah mereka dan agar lebih berpengaruh terhadap jiwa mereka.
2). Diisyaratkan agar mengadakan hiwar dalam menghadapi para pelajar, agar mereka mengikuti dan mempelajari urusan agama melalui metoda  hiwar tersebut. [15]




G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE HIWAR  

1.       Kelebihan metode Hiwar
1). Mampu menyentuh dan membangkitkan  perasaan , yang pada gilirannya akan membantu tumbuhnya sikap dan pribadi yang kokoh yang mengacu pada pencapaian tujuan ahir pendidikan.
2). Mampu menimbulkan dan meninggalkan kesan yang lebih kuat dalam benak ke dua belah pihak  yang terlibat dalam hiwar
3). Penggunaan metoda hiwar washfi, jadali dan nabawi yang baik, akan mampu lebih banyak mengaktipkan siswa.
  Mani bin Abd al-Aziz al-Mani( 1412 H: 4) mengemukakan, kelebihan – kelebihan  metode hiwar (   ), diantaranya : 
1). Materi disajikan secara dinamis, sebab kedua belah pihak terlibat langsung dalam kondisi dialog secara timbal balik, sehingga akan mamapu menghidupkan suasana di dalam kelas dan meredam rasa bosan
2). Mampu memebangkitkan perhatian yang husus dan terpusat, sebab uslub  istifham dominan di dalamnya
3). Mampu menjaga kesetabilan perhatian dan konsentrasi, sebab kedua belah pihak akan terus tertarik dan ingin mengikuti jalannya dialog samapi mendapat kesimpulan 4). Bagi Pengajar dapat mengetahui sejauh mana  perhatian siswa terhadap materi pelajaran. 
                    DR. Nana Sudjana ( 1989: 78) mengemukakan kelebihan metode ini :
1). Dapat mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai dan dipahami oleh siswa
2). Mendorong dan merangsang siswa untuk berfikir
3). Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan dan masalah yang belum dipahami


2.Kekurangan Metode Hiwar
Mani Bin Abd al-Aziz  al-Mani mengemukakan kekurangan-kekurangan metode hiwar (  ), antara lain : 
1). Jika Pengajar tidak memperhatikan dan mengetahui arah tanya-jawab  siswa,  bisa keluar dari topik pembahasan
2).  Jika Pengajar tidak mamapu menyempurnakan jawaban, memperbaiki kesalahan dan mengkaitkan antara yang satu dengan yang lain, maka hasilnya tidak akan memuaskan.
 Muhammad Athiyah al-Abrasyi ( 1950 : 283 ), menyebutkan kekurangan metode hiwar, antara lain menurutnya :
1). Penggunaan metoda hiwar kadang memakan waktu yang sangat lama, sedang materi yang tersampaikan sangat terbatas/ sedikit dibanding dengan waktu yang digunakan
2). Menciptakan kondisi yang baik untuk memberi kebebasan berfikir, menekan sikap panatik dan emosional, dan untuk melibataktifkan siswa, memerlukan keterampilan dan persiapan yang matang dan baik dari  guru. Dan menuntut siswa kreatif dan penuh perhatian. 
3). Hiwar yang berkepanjangan dan kurang terarah, kadang-kadang berakhir tanpa sampai pada kesimpulan atau sasaran belajar yang telah direncanakan.
 Dan dapat pula kiranya ditambahkan tentang kekurangan metode hiwar, yaitu pada  penggunaan hiwar khitabi,  kurang mampu menciptakan situasi belajar yang lebih banyak melibataktifkan siswa. Sebab metode ini bukan merupakan dialog secara riil.    
H.                PENGGUNAAN METODE HIWAR
Metode hiwar adalah metode yang cukup banyak digunakan di dalam al-
Qur’an, karena metode ini memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode lainnya. Adapun penggunaannya menurut Abdurrahman an-Nahlawi(
1996:292-328) antara lain:
1.      Hiwar Khitrabi bi nida’i ta’rif
Hiwar ini digunakan untuk menimbulkan rasa bangga dengan keimanan, rasa tanggungjawab, dan agar berpegangteguh pada keimanan.
2.      Hiwar Khitabi Tadzkiri 
 Hiwar ini digunakan untuk menimbulkan rasa syukur dan mau bertaubat, dengan mengingatkan pada nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan dosadosa yang telah diperbuat
3. Hiwar Khitabi Tanbihi
 Hiwar ini digunakan untuk merangsang dan membangkitkan perhatian dengan menggunakan uslub istifham. Terutama kalau masalah yang akan disampaikan itu merupakan masalah yang sangat penting
4. Hiwar Khitabi Athifi
 Hiwar ini digunakan untuk menyentuh berbagai perasaan, seperti perasaan khusus terhadap Allah, menyesal, dan sebagainya. Sehingga timbul respon dalam bentuk sikap yang diharapkan.
5. Hiwar Khitabi Athifi Tardidi 
 Hiwar ini digunakan untuk menimbulkan dan menetapkan perasaan dengan mengulang-ulang pertanyaan serupa. Pengulangan ini membantu tumbuhnya perasaan, pengukuhan dan penertibannya diu dalam jiwa.
 6. Hiwar Khitabi Ta’ridi 
Digunakan untuk memberikan jawaban secara sindiran terhadap pihak ke dua,dan memberikan keteguhan bagi pihak muslim
7. Hiwar Washfi
 Hiwar ini digunakan untuk menciptakan suatu suasana yang memungkinkan internalisasi nilai-nilai, yang mengundang untuk meneladani yang baik
8. Hiwar Qishasi
Hiwar ini digunakan untuk mengadakan perbandingan dan pewarisan nilainilai lama yang dipandang masih baik, dan untuk memberikan peringatan dengan cara yang tidak langsung
9.Hiwar Jadali
Digunakan untuk memantafkan hujjah / argumen supaya siswa meyakini kebenaran itu berdasarkan pada pikiran yang logis dan benar
10.  Hiwar Nabawi Athifi
Digunakan untuk memberikan perasaan insani dan wijdani, terutama perasaan ketuhanan, yang harus menjadi sandaran dalam segala kondisi
11.  Hiwar Nabawi Iqna’I
Digunakan untuk memberi kepuasan kepada pihak ke dua dengan memberikan argumentasi yang kuat dan lengkap.
I.                   LANGKAH-LANGKAH METODE HIWAR
Dalam penyajian materi pelajaran yang menggunakan metode hiwar, tentunya langkah-langkah yang digunakan dalam metode tersebut, tidak akan selalu sama antara satu mata pelajarn dengan mata pelajaran yang lainnya, misalnya pada mata pelajaran bahasa ( Muhadatsah ) dan  mata pelajaran agama/ibadah, yang keduanya sama-sama menggunakan metode hiwar 
 DR.Ahmad bin Abdillah al-Basyir ( 1991 : 16 ) menyebutkan langkah-langkah metode hiwar dalam mata pelajaran bahasa ( Muhadatsah) sebagai berikut :
1.                    Tamhid,          dilakukan                    sebelum           mengawali       pelajaran,         misalnya          guru menyampaikan ucapan salam, atau menyampaikan beberapa pertanyaan 
2.                    Guru membacakan materi pelajaran, murid mendengarkan, dan  buku tertutup
3.                    Murid mendengarkan bacaan guru, buku dibuka, dan memperhatikan contoh dan gambar yang terdapat pada buku
4.                    Guru membacakan kembali dengan bacaan yang baik, sementara siswa mendengarkan sambil melihat buku
5.                    Murid  mendengarkan bacaan guru, lalu meniru dan mengulanginya, secara kelompok, sambil melihat buku
6.                    Murid mendengarkan bacaan guru, lalu meniru dan mengulanginya, secara bersama-sama, sambil melihat buku
7.                    Guru menyuruh seorang atau dua orang siswa mendengarkan, lalu meniru dan mengulanginya  apa yang dibacakan guru. Dilakukan sambil melihat buku
8.                    Mendemontrasikan hiwar. Guru menyuruh beberapa orang siswa secara bergiliran untuk mendemontrasikan hiwar di depan kelas, dengan diberi peran masing-masing.

DR. Muhammad Abd al-Qadir Ahmad ( 1980 :127 ),  menyebutkan dalam kitabnya    langkah-langkah penyajian materiagama/ibadah dengan metode hiwar, yang dituangkan dalam suatu Persiapan Pengajaran, sbb.

BAB III
KESIMPULAN
                                                                                                                                                  

                        Metode hiwar merupakan metode yang cukup banyak digunakan dalam Al-
Qur’an, sebab metode ini memiliki banyak kelebihan, dibanding dengan metode lainnya. Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab rujukan Rasulullah dan para sahabatnya dalam mengembangkan uslub-uslub hiwar yang bermacam-macam, dalam rangka menyebarkan risalah dan da’wah Islam. Siapa yang mampu mengungkap banyak keunikan al-Qur’an, keindahan gaya bahasanya, kekokohan argumentasinya, keluasan makna-maknanya, variasi-variasi penggunaan dan penyajiannya, maka ia akan semakin kaya dengan pengetahuan, yang di antaranya metode pendidikan. Al-
Qur’an adalah kitab hiwar
 Di dalam al-Qur’an dan sunnah terdapat berbagai jenis metode dan bentuk hiwar, yang terpenting adalah :
a.       Hiwar khitabi atau ta’abbudi ( percakapan pengabdian) meliputi : Hiwar
nida’u ta’rif bil iman, khitabi tadzkiri, khitabi tanbihi, khitabi athifi, khitabi athifi tardidi, khitabi ta’ridi.
b.      Hiwar washfi ( percakapan deskriptif)
c.       Hiwar qishashi ( percakapan berkisah )
d.      Hiwar jadali ( percakapan dialektis)
e.       Hiwar nabawi, yang meliputi athifi dan iqna’I
Metode-metode tersebut di atas telah banyak digunakan, dan diaflikasikan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam menanamkan nilai-nilai Islam, karena
Rasulullah adalah penapsir  hidup dari maksud-maksud al-Qur’an, baik maksud yang nampak maupun yang tersembunyi. Untuk itu metode-metode tersebut dapat dipakai dalam pendidiakan Islam, sesuai dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai.   


 

 

DAFTAR PUSTAKA



Muhammad Abd al-Qadir Ahamd, Thuruq Ta’lim al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Kairo: Al-Nahdlah al-Mishriyyah, 1980.
Muhammad Athiayh al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyyah wa al-Ta’lim, Kairo: Darr Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1950
Muhammad Husen Ali Yasin, Al-Mabadi al-Asasiyyah fi Thuruq al-Tadris al-
‘Amah, Baerut Lubnan: Maktab al-Nahdhah, 1974
Mani bin Abd al-Aziz  al Mani dkk, Mudzakarah al-Daurath al-Tarbawiyyah al-
Qashirah, Ma’had al-ulum al-Islamiyyah wa al-Arabiyyah fi Indonesia,1912 H
Ahmad bin Abdillah al-Basyir dkk,  al-Muwajjih, Ma’had al-Ulum al-Islamiyyah wa al-Arabiyyah fi Indonesia, 1991
Ahmad Mushtafa al-Marogi, Tafsir al-Maragi, jilid 10, Baerut : Darr al-Fikr, 1981
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Ja’mi al-Bayan ‘an Ta’wil Ayyi al-Qur’an jilid 12 ,Baerut:Darr al-Fikr 1988
Al-Ra’ghib al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, Baerut: Darr alMa’rifah, Tanpa tahun.
Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, Al-Mu’zam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an alKarim, Baerut : Darr al-Ma’rifah, 1992
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Isalam, Terjemah,  Bandung: Diponegoro, 1989
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991
Omar Mohammad al-Taoumy al-Syaebani, Filsafat Pendidikan Islam, Terjemah, Jakarta: Bulan Bintang, 1970
Ramayulis, Metode Pengajaran Agama Islam, Jakarta:  Kalam Mulya, 1990
Abdul      Fatah     Jalal,    Azaz-azas        Pendidikan     Islam, Terjemah,        Bandung: Diponegoro,1988




[1]  ( A. Tafsir, 1991: 137).

[2] (Ramayulis,1994:135).
[3] ( Omar Muhammad al-Toumy al-Syaebany, 1997: 566). 
[4] ( A. Tafsir, 1991: 137).

[5] (Muhammad fu’ad Abd al-Baqi, 1992: 280)
[6] (  Abdurrahman an-Nahlawi, 1989 : 284 )
[7] (  Muhammad Husen Ali Yasin, 1974: 94).
[8] (Muhammad Athiyah al-Abrasyi, 1950 : 316). 
[9] (Mani bin Abd al-aziz al-Mani, 1412 H 4).  
[10] ( A.Tafsir, 1991 : 137-138 ).
[11] ( Abd. An-Nahlawi, 1996: 293)
[12] ( Ahmad Tafsir, 1991: 138). 
[13] ( Abdurrahman An-Nahlawi,1996: 309-310)
[14] ( A. Tafsir, 1991: 139)
  [15] ( Abdurrahman an-Nahlawi, 1996 : 324)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar