METODE HIWAR
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Materi dan Pembelajaran Al Qur’an MTS
/ MA
Dosen Pengampu Bp. Ahmad Falah, M.Ag
Disusun
Oleh :
Siti Qotijah (111644)
Suyitno ( 1116
Ali Imroni (1116
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
TAHUN 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dari literatur pendidikan
Barat dapat diketahui banyak metode mengajar seperti metode ceramah, diskusi,
sosioderama, bermain peran, pemberian tugas, resitasi dan metode dialog. Metode itu
banyak sekali, dan akan bertambah terus sejalan dengan kemajuan perkembangan
teori-teori pengajaran. Tidak dapat dibayangkan akan sejauh mana perkembangan
metode-metode tersebut. Metodemetode mengajar ini disebut metode umum. Disebut metode umum karena metode tersebut digunakan
untuk mengajar pada umumnya. Biasanya studi tentang metode mengajar umum
disebut dengan menggunakan istilah metode pengajaran.
Untuk kepentingan
pengembangan teori-teori pendidikan Islam, masalah metode mengajar tidaklah
terlalu sulit. Metode–metode mengajar yang dikembangkan di Barat dapat saja
digunakan atau diambil untuk memperkaya teori tentang metode pendidikan Islam .[1] ( A.
Tafsir, 1991: 131).
Metode dialog, yang dalam bahasa Arab
disebut sudah lama dipakai orang
semenjak zaman Yunani. Ahli-ahli pendidikan Islam telah mengenal metode ini,
yang dianggap oleh pendidik-pendidik modern berasal dari Filosof Yunani
Socrates, ( 399 SM). Ia memakai metode
ini untuk mengajar muridnya supaya sampai ketaraf kebenaran sesudah bersoal
jawab dan bertukar fikiran.[2] (Ramayulis,1994:135).
Ahli-ahli pendidik Islam,
selanjutnya mengembangkan metode ini sesuai dengan tabeat agama dan akhlaknya.
Dan atas itulah, metode dialog /
hiwar merupakan salah satu ciri-ciri
khas Pendidikan Islam.[3] Sebenarnya di dalam Islam metode ini sudah dikenal Nabi Muhammad SAW
dalam mengajarkan Agama kepada umatnya. Beliau sering berdialog / bertanya
jawab untuk memberikan pemahaman agama kepada mereka.
Metode Hiwar yang digali
dari sumber Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis, sudah tentu dapat dipakai dalam pendidikan Islam, sesuai
dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Mungkin saja metode ini dapat
menambah metode-metode dari
Barat. Yang jelas, ada
beberapa tujuan pendidikan dalam Islam yang tidak dapat dicapai hanya dengan
menggunakan metode mengajar dari Barat. Metode dari al-
Qur’an dan Hadis ini, mungkin dapat menutup
kekurangan ini.[4]
BAB II
PEMBAHASAN
B.
PENGERTIAN HIWAR
Al-Hiwar ( ) dalam bahasa Arab bisa
berarti “ jawaban “ ( ), dan berarti
“ tanya jawab “, “ percakapan “,
“ dialog”, ( ). ( Luwes
Ma’luf, 1927 : 155. Al-Munawwir,1984: 332). Makna-makna yang terakhir inilah yang sering digunakan bagi
nama suatu jenis metode pengajaran.
Di dalam al-Qur’an
terdapat tiga ayat yang menggunakan kata
“ “ yaitu pada surat al-Kahfi ayat
34 dan 37, surat al-Mujadalah ayat 1.[5]
Dua ayat yang terdapat
pada surat al-Kahfi, mengenai dialog seorang pemilik kebun dengan seorang
sahabatnya yang tidak memiliki banyak kekayaan seperti pemilik kebun, yaitu :
Ayat yang ke tiga yang memuat kata ini
terdapat pada surat al-Mujadalah ayat 1, yang mengkisahkan seorang wanita yang
datang kepada Rasulullah, mengadukan suaminya kepada Allah, yaitu :
Ahmad Mushtafa al-Maragi ( 1947 : Zuj 5, 147 ) memberikan makna pada kata
“ pada surat al-Kahfi dengan
arti yaitu “ bercakap-cakap”. Dan
pada kata “ “ dalam surat al-Mujadalah baik
al-Maragi ( 1947: Zuj 10, 4) maupun al-Ragib al-Ashfahani ( hal 134 )
memberikan arti yang sama yaitu
yang berarti “ soal jawab “.
C. METODE HIWAR
1. Metode Hiwar
Yang dimaksud metode
hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui
tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah pada suatu tujuan. Percakapan
ini bisa dialog langsung dan melibatkan kedua belah pihak secara aktif, atau
bisa juga yang aktif hanya salah satu
pihak saja, sedang pihak lain hanya merespon dengan segenap perasaan,
penghayatan dan kepribadiannya.
Dalam hiwar ini
kadang-kadang keduanya sampai pada suatu kesimpulan, atau mungkin salah satu
pihak tidak merasa puas dengan pembicaraan lawan bicaranya. Namun demikian ia
masih dapat mengambil pelajaran dan menentukan sikap bagi dirinya.[6]
DR. Mani bin Abd al-Aziz al-Mani (
1412 H : 4 ) menyebutkan, bahwa metode hiwar ( )
disebut juga dengan metode tanya jawab (
)
Hal ini senada dengan apa
yang dikatakan oleh H.M. Arifin dalam
bukunya “ Ilmu
Pendidikan Islam “(
1996 : 215 ). Sementara Muhammad al-Athiyah al-Abrasyi
(1950 : 282) menyebutnya atau .
Dan
DR.Muhammad Husen Ali Yasin ( 1947 : 90) menyebutnya atau
.
Hiwar mempunyai dampak
yang dalam bagi pembicara juga bagi pendengar pembicaraan . Itu disebabkan
beberapa hal, yaitu :
Pertama . Dialog itu berlangsung secara
dinamis karena kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraan tidak
membosankan. Kedua pihak saling memperhatikan, jika tidak memperhatikan tentu
tidak dapat mengikuti jalan pikiran pihak lain. Kebenaran atau kesalahan
masing-masing dapat diketahui dan direspon saat itu juga. Topik-topik baru
seringkali ditemukan dalam pembicaraan seperti itu. Cara kerja metode ini
seperti diskusi bebas, tetapi guru menggiring pembicaraan ke arah tujuan
tertentu.
Kedua. Pendengar tertarik untuk mengikuti
terus pembicaraan itu, karena ia ingin tahu kesimpulannya. Diikuti dengan penuh
perhatian, tidak bosan dan penuh semangat.
Ketiga. Metode ini dapat membangkitkan
perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang
menemukan sendiri kesimpulannya.
Keempat. Bila hiwar dilakukan dengan baik,
memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat,
akan mempengaruhi peserta, sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak,
sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya. ( Abdurrahman an-Nahlawi, 1996:284. Dan Ahmad Tafsir, 1991: 136).
2. Tujuan Metode Hiwar
Muhammad Athiyah al-Abrasyi ( 1950: 282-283)
menyebutkan beberapa tujuan metode hiwar, antara lain :
1). Mendorong siswa untuk
mengeluarkan pendapatnya
Salah satu tugas guru dalam proses belajar
mengajar adalah menciptakan suasana yang dinamis. Dengan suasana yang dinamis
tersebut, sangat dimungkinkan munculnya suasana belajar yang lebih interakrif,
dimana peserta didik memiliki jiwa yang kreatif. Salah satu jenis kreatifitas
tersebut adalah mereka para peserta didik terbiasa dengan mengeluarkan
pendapatnya. Metode hiwar sangat tepat untuk memunculkan suasana yang dimaksud.
2). Membiasakan siswa untuk
berlatih mencari dan memecahkan masalah
Kebiasaan yang ada pada peserta didik adalah
kurang peka terhadap berbagai masalah yang ada dalam kaitannya dengan materi
pelajaran yang diterimanya.
Dipihak lain terkadang mereka para peserta
didik kurang mamapu jika kebetulan menemukan masalah berkaitan dengan materi
pelajaran yanmg diterimanya. Pada suasana tersebut, guru dituntut untuk mampu
memberikan contoh bagaimana mencari masalah sekaligus memecahkannya.
3). Menghilangkan
keragu-raguan pada pikiran siswa
Sifat yang biasanya ditemukan pada peserta
didik adalah mereka biasanya raguragu dalam mengilustrasikan isi pikirannya.
Hal ini disamping karena perasaan rendah diri juga dikarenakan sifat kurang
berani pada peserta didik. Padahal sifat tersebut menjadikan peserta didik
kurang terbuka pemikirannya. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk melatih
sekaligus memberikan contoh keberanian dalam mengemukakan pemikiran.
Mekanismenya diantaranya adalah melalui pemberian stimulasi berupa pertanyaan
atau sebaliknya memberikan jawaban yang dikehendaki peserta didik ketika mereka
bertanya.
4). Membimbing siswa cara berfikir yang baik
Kerancuan berfikir tidak jarang diketemukan
pada para peserta didik. Hal ini dikarenakan kurang terbiasa untuk berfikir
secara baik, yakni berfikir secara sistematis. Agar para peserta didik terbiasa
berfikir secara baik (sistematis), maka guru berkewajiban untuk memberikan
contoh sekaligus menyediakan sarana untuk terciptanya suasana dimaksud.
Kebiasaan dan suasana ini dapat diciptakan melalui pemberian stimulus oleh guru
terhadap peserta didik dalam metode hiwar.
5). Membimbing siswa cara mengambil keputusan dan menganalisa
Sifat malas berfikir pada gilirannya akan
melahirkan kekurangberanian untuk mengambil keputusan tertentu. Akibatnya
peserta didik yang sudah terbiasa dengan pola yang demikian kebingungan ketika
diharuskan mengambil keputusan pada masalah-masalah tertentu. Guru yang baik
seharusnya melatih peserta didiknya agar terbiasa dengan menganalisa masalah
untuk mengambil keputusan yang jelas. Media yang tepat dapat diterapkan oleh
guru dalam proses belajar mengajar melalui contoh menganalisa setiap masalah
yang diberikan peserta didik untuk kemudian disimpulkan atau diambil
keputusannya yang tepat.
6). Mencari pengetahuan
baru dan mengambil manfa’atnya
Metode hiwar dapat digunakan sebagai sarana
untuk mencarti pengetahuan baru sekaligus mengambil manfaatnya. Sebab dari
metode tersebut didapatkan berbagai wawasan baru. Wawasam baru tersebut
didapatkan melalui berbagai pertanyaan sekaligus jawaban guru maupun peserta
didik sebagai gambaran luasnya pemikiran.
7). Melatih kemampuan
mendengarkan
Ada berbagai metode untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih luas. Satu diantara metode tersebut adalah melalui
aktifitas mendengarkan (hearing). Aktifitas tersebut biasanya lebih gampang
termemori dalam diri peserta didik. Metode hiwar sangat memungkinkan peserta
didik untuk lebih banyak mendengarkan pengetahuan dari yang lain, yakni melalui
pertanyaan ataupun jawaban, baik dari peserta didik yang lain maupund dari guru
yang mengajar.
9). Mendorong siswa untuk
maju dan berkembang
Salah satu motivasi agar peserta didik lebih
maju dan berkembang adalah mereka diberikan keleluasaan untuk mengemukakan
pendapatnya. Dengan keleluasaan tersebut mereka akan mengembarakan pikirannya
untuk menjangkau pemikiran yang lebih jauh. Pada term ini-maka metode hiwar
sangat potensial untuk menstimulasi kemajuan dan perkembangan peserta didik,
terutama dalam hal pengetahuannya.
D. KRITERIA HIWAR
1.Agar hiwar yang
berlangsung antara dua pihak berujung dengan hasil yang sesuai dengan harapan,
maka ke dua pihak yang terlibat langsung dalam hiwar ini harus memiliki
kebebasan berpikir yang ditopang dengan rasa percaya diri dan berpikir mandiri.[7]Pikiran masing-masing tidak terkurung oleh perasaan takut atau yang
lainnya, yang akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan diri, dan kehilangan
kemampuan untuk berpikir.
Rasulullah apabila berdialog beliau selalu berusaha agar kebebasan dan
kemandirian berpikir ini dimiliki oleh lawan bicaranya. Dalam beberapa ayat yang cukup banyak,
kemanusiaan / basyariah Rasulullah sering ditonjolkan, beliau itu manusia biasa
seperti mereka , tidak ada kelebihannya kecuali karena wahyu. Hal ini seperti
dalam Al-Qur’an surat 18 ayat 110, surat 7 ayat 188, dan lain-lain
Demikian itu, agar mereka
tidak memandangnya berlebihan, memandangnya tetap sebagai manusia biasa,
sehingga mampu berhadapan dan berdialog secara bebas dan dengan pikiran yang
bebas.
2.
Orang yang
terlibat dalam hiwar hendaknya menyiapkan diri sebaik mungkin untuk menerima
kesimpulan atau kebenaran, khususnya dari materi dan masalah yang dihasilkan
dari dialog itu ( Mani bin Abd Aziz
al-Mani dkk, 1412 H: 4). Kalau saja sejak awal telah menyiapakn pikirannya
untuk menolak, maka hiwar atau dialog itu akan berubah menjadi “ Jadal “ ( debat) atau dialog dan perdebatan yang
tecela yang tidak menghasilkan apa-apa kecuali penghamburan kalam saja. Sebab
sekalipun dalal-dalil deras menghujaninya, ia tetap akan menolok.
Segi
ini telah mendapat penekanan dalam al-Qur’an . Al-Qur’an telah berbicara
mengenai orang-orang yang benar-benar tidak mau atau tidfak bermaksud untuk
beriman, seperti dalam surat 6 ayat ke 25 dan 26.
3.
Di antara
masalah yang cukup urgen dalam mengantarkan hiwar pada tujuannya yang
diharapkan, adalah terciptanya suasana yang tenang untuk berpikir yang
membawa manusia mampu berpikir secara
orisinil, menjauhkan suasana emosional. [8]Sebab tidak jarang pikiran seseorang larut ke dalam sikap suatu
kelompok yang membawa semangat emosional untuk menguatkan pendapat tertentu dan
menolak pikira tertentu. Sehingga ia mengikutinya karena kondisi keumuman,
bukan hasil pikirannya yang jernih.
Al-Qur’an surat 34 (Saba) ayat 46
mengisyaratkan hal ini, di mana amereka menuduh Rasulullah gila, itu semata
–mata karena mereka terbawa emosi kelompok yang memusuhinya. Dengan demikian ia
tidak mampu berpikir tenang dan jernih.
4.
Masing-masing
yang terlibat dalam hiwar hendaknya tahu benar materi atau ide yang sedang atau
akan dibicarakan sehingga tidak keluar
dari topik yang dibicarakan.[9]
Sebab jika keduanya atau salah satu tidak mengetahuinya, tentu
hiwar ini akan ngawur, tidak terarah, dan permasalahan tidak akan nyambung
antar keduanya.
Al-Qur’an telah memberi
contoh, manusia yang menentang risalah
dan menolak para Rasul dengan tanpa dasar pengetahuan yang benar, seperti ayat
66 surat 3
5.
Ada dua
teknik yang diisyaratkan Al-Qur’an, yaitu hiwar yang sehat dan hiwar yang tidak
sehat. Hiwar yang tidak sehat biasanya,
dalam menghadapi lawan bicara biasanya
menggunakan kata-kata dan uslum yang tidak sehat pula. Hiwar ini tidak sekedar
mematahkan argumentasi lawan, kalau perlu menghina dan menyakitinya.
Adapun hiwar yang sehat adalah hiwar yang berdasarkan pada kelembutan
dan kasih sayang, dan berangkat dari kaidah-kaidah Islam yang memandang bahwa
materi hiear itu hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan, yaitu iman kepada
hak sdan melaksanakan tuntutannya. Dengan demikian, hiwar ini menggunakan
kata-kata dan uslub yang lembut dan bagus, yang mampu menyentuh hati,
mendekatkan pemikiran terhadap pemahaman dan hukum-hukum yang benar, dan
menjauhkan dari pengertian yang salah dan menyimpang.
Al-Qur’an surat 41 ayat 33-35 mengisyaratkan adanya adanya dua teknik di
atas. Kata “ Al-Hasanah “ ( ), menunjukan uslub yang sehat, dan lawannya
kata “ As-Sayyiat “ ( ) menunjukan uslub hiwar yang tidak sehat.
( Abi
Ja’far Muhammad bin Jarir
al-Thabari, 1988 : Zuj 12, 117,119).
Keriteria-keriteria
tersebut di atas nampaknya lebih tepat untuk hiwar-hiwar yang melibatkan dua
belah pihak berdialog secara aktif, seperti hiwar wasfi, Jadali, Qishasi, dan
Nabawi.
Abdurrahman Musa
Abkar (
1412 H : 4), dalam kegiatan yang lebih khusus menambahkan
keriteria-keriteria sebagai berikut :
(1). Persiapan dan
perumusan hiwar yang matang, jelas dan terbatas, sehingga tidak menimbulkan
keraguan pada siswa, dan tidak keluar dari topik pembicaraan, (2) Hiwar
hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, mendorong mereka untuk berfikir,
(3) Menghargai pendapat dan pertanyaan lawan bicara, (4) Distribusi atau
pembagian hiwar harus merata, (5) Guru
meluruskan jawaban dan membetulkannya serta melengkapi kekurangan dari jawaban
siswa, ( 6) Membuat ringkasan hasil hiwar sehingga memperoleh pengetahuan
secara sistimatis.
D. MACAM-MACAM METODE HIWAR DAN OPERASIONALISASINYA
1. Hiwar Khitabi atau
Ta’abbudi
Hiwar ini merupakan dialog yang diambil dari
dialog antara Tuhan dan hambaNya. Tuhan memanggil dengan mengatakan “ Wahai,
orang-orang yang beriman,” dan hamba-Nya menjawab dalam kalbunya dengan mengatakan, “ Kusambut
panggilan Engkau,ya Rabbi.” Dialog ini menjadi petunjuk, bahwa pengajaran
seperti itu dapat kita gunakan, dengan kata lain, metode dialog merupakan
metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-Nya.
Dalam
Hiwar khitabi ini dialog dimulai dari satu pihak, yaitu si
pembicara, sedangkan pihak ke dua yang menyambutnya memperhatikan dengan
emosinya, lalu terundang untuk menyembutnya dengan pikiran dan perasaannya.[10]
Khiwar khitabi ini terbagi 6 macam :
1). Hiwar khitabi dengan
menggunakan nida-ut ta’rif bil iman
Hiwar
khitabi yang diarahkan kepada orang-orang beriman, dengan menyebutkan
keimanannya supaya menyentuh jiwa dan kesadarannya.( Abdurrahman an-Nahlawi,
1996 ; 291) Contoh
Oprasionalisasinya, bisa pada awal pelajaran
untuk membuka kesadaran/ keimanan pihak ke dua terhadap materi/ masalah yang
akan disajikan. Atau bisa juga diterapkan di akhir pembahasan untuk memperkuat,
memantapkan keimanan/kesadaran pihak ke dua terhadap masalah yang telah
disajikan. Hiwar ini biasanya dijadikan pengantar untuk memasuki
masalah-masalah hukum.
2). Hiwar khitabi
Tadzkiri
Hiwar
yang mengajak lawan bicara untuk mengingat nikmat Allah yang telah diberikan
kepadanya, atau mengingatkannya pada dosa-dosa
nenek moyang mereka dan berbagai khurafat yang masih mereka lakukan.[11] Contoh:
Dalam
oprasionalisasinya. Hiwar ini lebih tepat digunakan di tengah-tengah
pembahasan setelah menyajikan materi
pokok, untuk memantapkan siswa terhadap materi pelajaran. Metode ini biasanya
diterapkan terhadap materi aqidah dan akhlak.
3). Hiwar Khithabi Tanbihi
atau Idhahi
Hiwar yang dimulai dengan pertanyaan yang
berfungsi sebagai perangsang, perhatian agar lebih terpusat kepada jawaban yang
akan dikemukakan sebagi penjelasannya ( Abdurrahman An-Nahlawi, 1996 : 295).
Contoh hiwar ini :
--
Hiwar ini lebih tepat dioprasionalisasikan
di awal pelajaran, untuk memfokuskan materi, merangsang perhatian dan rasa
ingin tahu siswa terhadap materi yang akan diberikan.
4). Hiwar Khitabi Athifi
Hiwar di mana khitab atau pertanyaan yang diarahkan untuk menyentuh dan
membangkitkan berbagai perasaan wijdani atau insani, sehingga menimbulkan
pengaruh yang mampu mendorong prilaku baik dan beramal shaleh ( Abdurrahman
An-Nahlawi, 1996 : 298 ). Contoh untuk perangsangan rasa syukur :
Lebih tepatnya, Hiwar ini diterapkan
ditengah atau di akhir pembahasan, untuk menyentuh perasaan / kesadaran secara
mendalam sehingga bisa timbul prilaku yang diharapkan.
5). Hiwar Khitabi Athifi
Tardidi
Hiwar di mana pertanyaan tertentu selalu terulang dan mengundang
lahirnya perasaan-perasaan serupa. Pertanyaan itu terulang berkali-kali, dan
antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lain terdapat ayat-ayat pemisah yang
menggugah. Setiap kali pertanyaan itu terulang, ia mengandung makna yang sesuai
dengan ayatayat sebelumnya, disamping maknanya yang asli. ( Abdurrahman An---Nahlawi,1996:302).
Metode dengan jalan pengulangan serta menggunakan berbagai sudut pandang dan
argumentasi dapat menanggalkan keraguan dan menggugah sikap percaya akan
kebenaran ( Abdul Fatah Jalal, 1988 :
178 ). Contoh
Ayat ini diulang dalam satu
rusat, yaitu surat al-Rahman sebanyak 30
kali.
Oprasionalisasinya, hiwar ini diterapkan
setelah setah menyampaikan materi pokok sampai akhir pembahasan. Pertanyaan
yang serupa ini diulang-ulang dan diselingi dengan uraian materi yang fungsinya
memperkuat uraian sebelumnya.
6). Hiwar Khitabi Ta’ridi
Khitab Allah kepada
Rasulullah yang mengandung suatu sindiran berkenaan dengan orang-orang non
muslim, seperti menerangkan keburukan atau kelemahan mereka, mencemoohkan
kebatilan mereka, atau mengecam mereka dengan adzab. (Abdurrahman An-Nahlawi,
1996 : 304). Contoh keburukan sebagian kaum musyrikin :
Lebih tepatnya, metode ini
dioprasionalisasikan di akhir bahasan setelah pembahasan disampaikan dan
dipahaki dengan jelas. Biasanya diterapkan dalam materi akhidah atau
akhlak.
2. Hiwar Washfi
Lain halnya dengan hiwar khitabi, dalam hiwar washfi ini
digambarkan secara jelas situasi orang yang sedang berdialog. Dengan hiwar ini
tercipta suatu situasi psyihis yang dihayati bersama secara riil oleh mereka
yang terlibat berdialog
(Abdurrahman an-Nahlawi,
1996: 307. Ahmad Tafsir, 1991: 138).
Contoh
Hiwar ini bisa dioprasionalisakikan di awal,
di tengah bahkan diseluruh pembahasan materi pelajaran. Dengan metode ini siswa
diajak mengungkap kebenaran secara bersama-sama. Sehingga kebenaran itu
seakan-akan ditemukan dan dicetuskan oleh siswa sendiri.
3.Hiwar Qishasi
Hiwar ini terdapat dalam
sebuah Qishah, yang baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, yaitu hiwar
yang merupakan unsur dan uslub kisah dalam al-
Qur’an ( Abdurrahman an-Nahlawi, 1996: 311).
Contoh
Hiwar ini lebih tepat dioprasionalisasikan
setelah penjelasan materi pokok, untuk memberikan contoh yang memperkuat pesan yang terkandung pada
materi pokok. Biasanya diterapkan pada materi akhlak dan akidah.
4.Hiwar Jadali
Metode ini bisa diterapkan di awal, di
tengah, bahkan di seluruh pembahasan materi. Sebab biasanya, metode ini
melibatkan semua pihak dalam diskusi panjang.
Kebanyakan diterapkan dalam
materi akidah.
5.Hiwar Nabawi
Hiwar Nabawi adalah hiwar yang digunakan oleh
Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Dia
menghendaki agar sahabat-sahabatnya
mengajukan pertanyaan. (A. Tafsir,
1991: 140). Dalam hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim disebutkan:
1). Hiwar Nabawi Athifi
Yaitu hiwar yang diarahkan untuk mendidik dan
menyentuh perasaan, yang pada gilirannya perasaan itu diharapkan mengendap
sebagai sikap dan menjadi dasar yang kokoh dan tangguh dalam segala keadaan (
Abdurrahman an-Nahlawi, 1996: 326) Oprasionalisasinya, hiwar ini bisa
diterapkan setelah menyajikan materi pokok, untuk memantapkan tumbuhnya
perasaan yang diharapkan oleh sasaran belajar.
2). Hiwar Nabawi Iqna’I
Yaitu Hiwar yang berusaha memuaskan fikiran
dan menegakan hujjah dan memberi kepuasan kepada pihak lawan bicara ( ( Abdurrahman an-Nahlawi,1996:329).
Lebih
tepatnya, dioprasionalisasikan setelah menyajikan materi pokok, untuk
menguatkan dan memantapkan argumentasi yang digunakan, sehingga pihak ke dua
mendapat alasan/ argumentasi yang menguatkan pikirannya.
F. DAMPAK EDUKATIF METODE HIWAR
1.
Hiwar Ta’abbudi atau Khitabi
Melalui hiwar khitabi,
al-Qur’an banyak menanamkan hal-hal penting ke dalam jiwa, yaitu sebagai
berikut :
1).Tanggap terhadap persoalan yang diajukan al-Qur’an,
merenungkannya, menghadirkan jawaban sekurang-kurangnya di dalam kalbu.
2). Menghayati makna
kandungan al-Qur’an
3). Mengarahkan tingkahlaku
agar sesuai dengan al-Qur’an
4).Menanamkan rasa bangga karena dipanggil
oleh Tuhan, “Hai, orang-orang yang beriman.[12]
2.
Hiwar Washfi
1). Menyajikan gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka
dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi
memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan. Gambaran tentang
ahli neraka, seolah-olah dirasakan oleh pendengar dialog, seolah terlibat,
lantas ada pemilihan, lantas ada pertanyaan “ di pihak mana aku “
2).Hiwar washfi bersandar pada pengisyaratan.
Pengisyaratan itu, lebih berkesan daripada pengajaran langsung, seolah-olah mengingatkan
pendengar dialog, “ jangan kalian terjerumus seperti mereka itu”.[13] (
Abdurrahman An-Nahlawi,1996: 309-310)
3.Hiwar Qishashi
1). Dengan cara yang tidak langsung,
mengisyaratkan agar tidak memihak kepada orang zalim, alasan orang zalim itu
lemah.
2). Mendidik perasaan ketuhanan di dalam
jiwa, seperti cinta di jalan Allah, kesenangan untuk berda’wah, dan kecintaan
pada Nabi allah.
3). Menyajikan Hujjah yang kuat, hujjah yang
datang dari Nabi dan Tuhannya, hujah itu mengalahkan hujah orang kafir
4). Mengisahkan dialog secara berseling. Ini
akan menajamkan persoalan yang didialogkan sehingga terjalin kisah panjang yang
kuatalur ceritanya. Mengungkapkan kesimpulan kisah dan kesudahan orang zalim
dan mu’min. [14]
1. Hiwar Jadali
1). Mendidik orang menegakan kebenaran,
dengan menggunakan hujjah yang kuat 2).Dengan jalan pengisyaratan, mendidik
orang menolak kebatilan, pikiran-pikiran yang musyrik dan munkar, karena
pikiran itu rendah
3).Mendidik orang menggunakan pikiran yang
sehat ( Abdurrahman an-Nahlawi,
1996:319).
.
5.Hiwar Nabawi
1). Diisyaratkan untuk mendorong para pelajar
supaya berani bertanya, sehingga pengajaran berjalan selaras dengan gairah
mereka dan agar lebih berpengaruh terhadap jiwa mereka.
2). Diisyaratkan agar mengadakan hiwar dalam
menghadapi para pelajar, agar mereka mengikuti dan mempelajari urusan agama
melalui metoda hiwar tersebut. [15]
G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
METODE HIWAR
1. Kelebihan metode
Hiwar
1). Mampu menyentuh dan membangkitkan perasaan , yang pada gilirannya akan membantu
tumbuhnya sikap dan pribadi yang kokoh yang mengacu pada pencapaian tujuan ahir
pendidikan.
2). Mampu menimbulkan dan meninggalkan kesan
yang lebih kuat dalam benak ke dua belah pihak
yang terlibat dalam hiwar
3). Penggunaan metoda hiwar washfi, jadali
dan nabawi yang baik, akan mampu lebih banyak mengaktipkan siswa.
Mani
bin Abd al-Aziz al-Mani( 1412 H: 4) mengemukakan, kelebihan – kelebihan metode hiwar ( ), diantaranya :
1). Materi disajikan secara dinamis, sebab
kedua belah pihak terlibat langsung dalam kondisi dialog secara timbal balik,
sehingga akan mamapu menghidupkan suasana di dalam kelas dan meredam rasa bosan
2). Mampu memebangkitkan perhatian yang husus
dan terpusat, sebab uslub istifham
dominan di dalamnya
3). Mampu menjaga kesetabilan perhatian dan
konsentrasi, sebab kedua belah pihak akan terus tertarik dan ingin mengikuti
jalannya dialog samapi mendapat kesimpulan 4). Bagi Pengajar dapat mengetahui
sejauh mana perhatian siswa terhadap
materi pelajaran.
DR. Nana Sudjana (
1989: 78) mengemukakan kelebihan metode ini :
1). Dapat mengetahui sampai sejauh mana
materi pelajaran telah dikuasai dan dipahami oleh siswa
2). Mendorong dan merangsang
siswa untuk berfikir
3). Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan masalah yang belum dipahami
2.Kekurangan Metode Hiwar
Mani Bin Abd al-Aziz al-Mani mengemukakan kekurangan-kekurangan
metode hiwar ( ), antara lain :
1). Jika Pengajar tidak memperhatikan dan
mengetahui arah tanya-jawab siswa, bisa keluar dari topik pembahasan
2).
Jika Pengajar tidak mamapu menyempurnakan jawaban, memperbaiki kesalahan
dan mengkaitkan antara yang satu dengan yang lain, maka hasilnya tidak akan
memuaskan.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi ( 1950 : 283 ),
menyebutkan kekurangan metode hiwar, antara lain menurutnya :
1). Penggunaan metoda hiwar kadang memakan
waktu yang sangat lama, sedang materi yang tersampaikan sangat terbatas/
sedikit dibanding dengan waktu yang digunakan
2). Menciptakan kondisi yang baik untuk
memberi kebebasan berfikir, menekan sikap panatik dan emosional, dan untuk
melibataktifkan siswa, memerlukan keterampilan dan persiapan yang matang dan
baik dari guru. Dan menuntut siswa
kreatif dan penuh perhatian.
3). Hiwar yang berkepanjangan dan kurang
terarah, kadang-kadang berakhir tanpa sampai pada kesimpulan atau sasaran
belajar yang telah direncanakan.
Dan
dapat pula kiranya ditambahkan tentang kekurangan metode hiwar, yaitu pada penggunaan hiwar khitabi, kurang mampu menciptakan situasi belajar yang
lebih banyak melibataktifkan siswa. Sebab metode ini bukan merupakan dialog
secara riil.
H.
PENGGUNAAN METODE HIWAR
Metode hiwar adalah metode yang cukup banyak digunakan di dalam al-
Qur’an, karena metode ini memiliki banyak
kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode lainnya. Adapun penggunaannya menurut
Abdurrahman an-Nahlawi(
1996:292-328) antara lain:
1. Hiwar
Khitrabi bi nida’i ta’rif
Hiwar ini digunakan untuk menimbulkan rasa
bangga dengan keimanan, rasa tanggungjawab, dan agar berpegangteguh pada
keimanan.
2. Hiwar
Khitabi Tadzkiri
Hiwar
ini digunakan untuk menimbulkan rasa syukur dan mau bertaubat, dengan
mengingatkan pada nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan dosadosa
yang telah diperbuat
3. Hiwar Khitabi Tanbihi
Hiwar
ini digunakan untuk merangsang dan membangkitkan perhatian dengan menggunakan
uslub istifham. Terutama kalau masalah yang akan disampaikan itu merupakan
masalah yang sangat penting
4. Hiwar Khitabi Athifi
Hiwar
ini digunakan untuk menyentuh berbagai perasaan, seperti perasaan khusus
terhadap Allah, menyesal, dan sebagainya. Sehingga timbul respon dalam bentuk
sikap yang diharapkan.
5. Hiwar Khitabi Athifi
Tardidi
Hiwar
ini digunakan untuk menimbulkan dan menetapkan perasaan dengan mengulang-ulang
pertanyaan serupa. Pengulangan ini membantu tumbuhnya perasaan, pengukuhan dan
penertibannya diu dalam jiwa.
6. Hiwar Khitabi Ta’ridi
Digunakan untuk
memberikan jawaban secara sindiran terhadap pihak ke dua,dan memberikan
keteguhan bagi pihak muslim
7. Hiwar Washfi
Hiwar
ini digunakan untuk menciptakan suatu suasana yang memungkinkan internalisasi
nilai-nilai, yang mengundang untuk meneladani yang baik
8. Hiwar Qishasi
Hiwar ini digunakan untuk mengadakan
perbandingan dan pewarisan nilainilai lama yang dipandang masih baik, dan untuk
memberikan peringatan dengan cara yang tidak langsung
9.Hiwar Jadali
Digunakan untuk memantafkan hujjah / argumen
supaya siswa meyakini kebenaran itu berdasarkan pada pikiran yang logis dan
benar
10. Hiwar
Nabawi Athifi
Digunakan untuk memberikan perasaan insani
dan wijdani, terutama perasaan ketuhanan, yang harus menjadi sandaran dalam
segala kondisi
11. Hiwar
Nabawi Iqna’I
Digunakan untuk memberi kepuasan kepada
pihak ke dua dengan memberikan argumentasi yang kuat dan lengkap.
I.
LANGKAH-LANGKAH METODE HIWAR
Dalam penyajian materi
pelajaran yang menggunakan metode hiwar, tentunya langkah-langkah yang
digunakan dalam metode tersebut, tidak akan selalu sama antara satu mata
pelajarn dengan mata pelajaran yang lainnya, misalnya pada mata pelajaran
bahasa ( Muhadatsah ) dan mata pelajaran
agama/ibadah, yang keduanya sama-sama menggunakan metode hiwar
DR.Ahmad bin Abdillah al-Basyir ( 1991 : 16 )
menyebutkan langkah-langkah
metode hiwar dalam mata pelajaran bahasa ( Muhadatsah) sebagai berikut :
1.
Tamhid, dilakukan sebelum mengawali
pelajaran, misalnya guru
menyampaikan ucapan salam, atau menyampaikan beberapa pertanyaan
2.
Guru
membacakan materi pelajaran, murid mendengarkan, dan buku tertutup
3.
Murid
mendengarkan bacaan guru, buku dibuka, dan memperhatikan contoh dan gambar yang
terdapat pada buku
4.
Guru
membacakan kembali dengan bacaan yang baik, sementara siswa mendengarkan sambil
melihat buku
5.
Murid mendengarkan bacaan guru, lalu meniru dan
mengulanginya, secara kelompok, sambil melihat buku
6.
Murid
mendengarkan bacaan guru, lalu meniru dan mengulanginya, secara bersama-sama,
sambil melihat buku
7.
Guru menyuruh
seorang atau dua orang siswa mendengarkan, lalu meniru dan mengulanginya apa yang dibacakan guru. Dilakukan sambil
melihat buku
8.
Mendemontrasikan
hiwar. Guru menyuruh beberapa orang siswa secara bergiliran untuk
mendemontrasikan hiwar di depan kelas, dengan diberi peran masing-masing.
DR. Muhammad Abd al-Qadir
Ahmad ( 1980 :127 ), menyebutkan dalam
kitabnya langkah-langkah penyajian
materiagama/ibadah dengan metode hiwar,
yang dituangkan dalam suatu Persiapan Pengajaran, sbb.
BAB III
KESIMPULAN
Metode hiwar merupakan
metode yang cukup banyak digunakan dalam Al-
Qur’an, sebab metode ini memiliki banyak
kelebihan, dibanding dengan metode lainnya. Al-Qur’an merupakan satu-satunya
kitab rujukan Rasulullah dan para sahabatnya dalam mengembangkan uslub-uslub
hiwar yang bermacam-macam, dalam rangka menyebarkan risalah dan da’wah Islam.
Siapa yang mampu mengungkap banyak keunikan al-Qur’an, keindahan gaya
bahasanya, kekokohan argumentasinya, keluasan makna-maknanya, variasi-variasi
penggunaan dan penyajiannya, maka ia akan semakin kaya dengan pengetahuan, yang
di antaranya metode pendidikan. Al-
Qur’an adalah kitab hiwar
Di
dalam al-Qur’an dan sunnah terdapat berbagai jenis metode dan bentuk hiwar, yang
terpenting adalah :
a. Hiwar khitabi atau ta’abbudi ( percakapan
pengabdian) meliputi : Hiwar
nida’u ta’rif bil iman, khitabi tadzkiri,
khitabi tanbihi, khitabi athifi, khitabi athifi tardidi, khitabi ta’ridi.
b.
Hiwar washfi
( percakapan deskriptif)
c.
Hiwar
qishashi ( percakapan berkisah )
d.
Hiwar jadali
( percakapan dialektis)
e.
Hiwar nabawi,
yang meliputi athifi dan iqna’I
Metode-metode tersebut di
atas telah banyak digunakan, dan diaflikasikan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya dalam menanamkan nilai-nilai Islam, karena
Rasulullah adalah penapsir hidup dari maksud-maksud al-Qur’an, baik
maksud yang nampak maupun yang tersembunyi. Untuk itu metode-metode tersebut
dapat dipakai dalam pendidiakan Islam, sesuai dengan tujuan pengajaran yang
hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Abd al-Qadir Ahamd, Thuruq Ta’lim al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Kairo: Al-Nahdlah
al-Mishriyyah, 1980.
Muhammad
Athiayh al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyyah wa al-Ta’lim, Kairo: Darr Ihya al-Kutub
al-Arabiyyah, 1950
Muhammad Husen Ali Yasin, Al-Mabadi al-Asasiyyah fi Thuruq
al-Tadris al-
‘Amah, Baerut Lubnan: Maktab al-Nahdhah, 1974
Mani bin Abd al-Aziz al Mani dkk, Mudzakarah al-Daurath
al-Tarbawiyyah al-
Qashirah, Ma’had al-ulum al-Islamiyyah wa al-Arabiyyah fi Indonesia,1912 H
Ahmad
bin Abdillah al-Basyir dkk, al-Muwajjih, Ma’had al-Ulum
al-Islamiyyah wa al-Arabiyyah fi Indonesia, 1991
Ahmad Mushtafa al-Marogi, Tafsir
al-Maragi, jilid 10, Baerut : Darr al-Fikr, 1981
Muhammad
bin Jarir al-Thabari, Ja’mi al-Bayan ‘an Ta’wil Ayyi al-Qur’an
jilid 12 ,Baerut:Darr al-Fikr 1988
Al-Ra’ghib
al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, Baerut: Darr alMa’rifah, Tanpa
tahun.
Muhammad
Fu’ad Abd al-Baqi, Al-Mu’zam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an alKarim, Baerut :
Darr al-Ma’rifah, 1992
Abdurrahman
an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Isalam, Terjemah, Bandung: Diponegoro, 1989
Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1991
Omar
Mohammad al-Taoumy al-Syaebani, Filsafat Pendidikan Islam, Terjemah,
Jakarta: Bulan Bintang, 1970
Ramayulis, Metode
Pengajaran Agama Islam, Jakarta:
Kalam Mulya, 1990
Abdul Fatah Jalal,
Azaz-azas Pendidikan
Islam, Terjemah, Bandung:
Diponegoro,1988
[1] ( A. Tafsir, 1991: 137).
[2] (Ramayulis,1994:135).
[3] (
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaebany, 1997: 566).
[4] ( A. Tafsir, 1991: 137).
[5]
(Muhammad fu’ad Abd al-Baqi, 1992: 280)
[6]
( Abdurrahman an-Nahlawi, 1989 : 284 )
[7]
( Muhammad Husen Ali Yasin, 1974: 94).
[8]
(Muhammad Athiyah al-Abrasyi, 1950 : 316).
[10] ( A.Tafsir, 1991 : 137-138 ).
[11] (
Abd. An-Nahlawi, 1996: 293)
[12] (
Ahmad Tafsir, 1991: 138).
[13] (
Abdurrahman An-Nahlawi,1996: 309-310)
[14] ( A.
Tafsir, 1991: 139)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar