Sabtu, 02 Januari 2016

Hadits Tentang Minuman Yang Haram





Hadits Tentang Minuman Yang Haram
DiSusun Guna Memenuhi Tugas Semester
Mata Kuliah  : Tafsir Ahkami
Dosen Pengampu :Bapak Moh Dzofir, M. Ag.












Disusun Oleh :

Nurul Hidayati   111638




 

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2014

Hadits Tentang Minuman Yang Haram

1.      Teks Hadist
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ أنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ لَهِيعَةَ  عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ هُبَيْرَةَ عَنْ أَبِي هُبَيْرَةَ الْكَحْلَانِيِّ عَنْ مَوْلَى لِعَبْدِ اللَّهِ بْن عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَيْهِمْ ذَاتَ يَوْمٍ وَهُمْ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ إِنَّ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَيَّ الْخَمْرَ والْمَيْسِرَ وَالْكُوبَةَ والْقِنِّينَ وَالْكُوبَةُ الطَّبْلُ
2.      Terjemah Hadist

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb kepadaku Ibnu Lahii’ah dari ‘Abdullah bin Hubairah dari Abu Hubairah Al Kahlaaniy dari Maula ‘Abdullah bin ‘Amru dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] keluar menemui mereka pada suatu hari dan mereka ada di dalam masjid, maka Beliau berkata “sesungguhnya Rabb-ku ‘azza wajalla telah mengharamkan khamar, judi, Al Kuubah dan Al Qinniin, Al Kuubah adalah gendang.[1]

3.      Takhrij Hadits
Muhammad - Ibnu Wahb  - Ibnu Lahii’ah  - ‘Abdullah bin Hubairah  -Abu Hubairah Al Kahlaaniy - Maula ‘Abdullah bin ‘Amru - ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash- Rasulullah SAW.


4.      Ati Kata dan Kandungan Hadits
Hadits ini menunjukkan bahwa minum khamar hukumnya adalah haram.
Kata haram berasal dari bahasa Arab ( ح ݛ ݦ) Yang berarti larangan (dilarang oleh agama). Termasuk di antara luas dan fasilitas dalam syari'at Islam, Allah-Subhanahu wa Ta'ala-menghalalkan semua makanan yang mengandung maslahat dan manfaat, baik yang kembali kepada ruh maupun jasad, baik kepada individu maupun masyarakat. Demikian pula sebaliknya Allah mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau yang mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau buruknya keempat hal ini sangat ditentukan-setelah hidayah dari Allah-dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi darah dan daging sebagai unsur penyusun hati dan jasadnya.
Selain itu Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran, membuat tidak berdaya, serta membahayakan jiwa dan raga. Adapun makanan dari jenis daging binatang, masalah inilah yang banyak diperselisihkan oleh berbagai agama dan golongan.[2]

Yang dimaksud khamar tidak terbatas terbuat dari perasan anggur saja, sebagaimana makna urfi tetapi mencakup semua yang bisa menutupi akal dan memabukkannya.[3]
minum khamr (Syurb khamr) diambil dari kata (بش ), yang artinya minum. Dan kata minum / khamr (رومخا), yang artinya arak atau minuman keras. Sedang minum khamr (syurb khamr) menurut istilah adalah memasukkan minuman yang memabukkan ke mulut lalu ditelan masuk ke perut melalui kerongkongan, meskipun bercampur dengan makanan lain yang halal. Sedang orang yang meminum arak dinamakan (شاربي الخمور), yang artinya peminum.[4]
Khamr berasal dari kata yang berarti menutupi. Di sebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal Sedangkan menurut pengertian urfi pada masa itu, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur.
umhurul ulama menyatakan bahwa khamr itu najis[5]. Kesimpulan itu diambil dari kata rijsun yang berarti kotoran dan najis. Memang, argumentasi ini dibantah oleh sebagian fuqaha yang mengatakan bahwa kata rijsun pada ayat tersebut najis secara maknawi karena kata rijsun tidak hanya khabar bagi khamr, tetapi juga athaf-nya, yakni berjudi, berhala, dan undian nasib, yang kesemuanya secara pasti tidak disifati dengan najis dzatiy, seperti firman Allah SWT:
Maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu (Al Hajj 30).
Arti berhala sebagai sesuatu yang najis itu pada ayat tersebut adalah najis maknawi, bukan najis dzatiy. Contoh lain najis maknawi terdapat pada surat At Taubah 28:
Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (At Taubah 28).
Yang dimaksud dengan najis pada ayat ini bukanlah najis dzat (tubuh) mereka, tetapi aqidah yang mereka peluk berupa aqidah syirik yang seharusnya dijauhi, sebagaimana yang dipahami oleh jumhurul fuqaha’. Sehingga menurut mereka, kata rijsun dalam surat Al Maidah 90 tersebut, adalah najis secara maknawi. Pandangan tersebut –menurut mereka– diperkuat oleh bunyi selanjutnya dengan kata (dari perbuatan syetan). Itu berarti, maksud najis itu adalah secara maknawi (Fiqhu Sunnah I hal 28). Hanya saja, pendapat jumhur itu dikuatkan oleh hadits Nabi SAW
“Sesungguhnya kami berada di negeri para ahli kitab, mereka makan babi dan minum khamr, apakah yang harus kami lakukan terhadap bejana-bejana dan periuk-periuk mereka? Rasulullah SAW menjawab,”Apabila kamu tidak menemukan lainnya, maka cucilah dengan dengan air, lalu memasaklah di dalamnya, dan minumlah” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Perintah untuk mencuci pada bejana yang menjadi wadah khamr dan periuk yang menjadi wadah daging babi, menunjukkan bahwa kedua benda tersebut tidak suci. Sebab, apabila suci dan tidak najis, tentu tidak akan diperintahkan untuk mencucinya dengan air.
Unsur-Unsur Jarimah Syurb Khamr
Ada dua unsur dalam jarimah syurb khamr. Yaitu minum-minuman yang memabukkan dan ada itikad jahat.
Yang dimaksud dengan ada niat jahat adalah sudah tau bahwa meminum khamr itu haram, tetapi tetap saja dia minum. Oleh karena itu, tidak dikenai sanksi orang yang meminum khamr atau meminum minuman yang memabukkan sedang dia tidak tahu bahwa yang dia minum itu adalah minuman yang memabukkan atau tidak tahu bahwa minuman itu haram, juga dibawah paksaan.[6]
 Hukuman Untuk Peminum Khamr
Al-qur’an tidak menegaskan hukuman apa bagi peminum khamr, namun sanksi dalam kasus ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yakni sunah fi’liyahnya, bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah didera sebanyak 40 kali. Abu Bakar as-Sidiq ra mengikuti jejak ini, Umar bin Khatab ra 80 kali dera sedang Ali bin Abu Thalib ra 40 kali dera.[7]
Alasan penetapan 80 kali dera didasarkan pada metode analogi, yakni dengan mengambil ketentuan hukum yang ada di dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 4:
“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan terhormat (berbuat zina), kemudian itu tidak mengemukakan empat saksi, maka hendaklah mereka didera delapan puluh kali dera¬an, dan janganlah diterima ke¬saksian dari mereka selama ¬lamanya. Itulah orang-orang fasik.”
Bahwa orang yang menuduh zina didera 80 kali. Orang yang mabuk biasanya mengigau, jika mengigau suka membuat kebohongan, orang bohong sama dengan orang membuat onar atau fitnah. Fitnah dikenai hukuman 80 kali dera. Maka orang yang meminum khamr didera 80 kali.[8]
Disamping itu pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab ra banyak orang yang meminum khamr, dan hal mengenai dera 80 kali sudah berdasarkan hasil musyawarah antara Umar bin Khathab ra dengan para shahabat yang lain, yakni atas usulan Abdurrahman bin ‘Auf.
Adapun menurut Imam Abu Hnifah ra dan Imam Maliki ra sanksi peminum khamr adalah 80 kali dera. Sedang Imam Syafi’i ra adalah 40 kali dera, akan tetapi Imam beleh menambah menjadi 80 kali dera. Jadi 40 kali adalah hukuman had, sedang sisanya adalah hukuman ta’zir.[9]
Syarat Diberlakukannya Hudud Peminum Khamar
Namun para ulama sepakat bahwa agar hukuman pukul atau cambuk itu dapat terlanksana, syarat dan ketentuannya harus terpenuhi terlebih dahulu. Tidak asal ada orang minum khamar lantas segera dicambuk. Di antara syarat dan ketentuannya antara lain :
1. Berakal
Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal. Sehingga orang gila bila meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.
2. Baligh
Peminum itu orang yang sudah baligh, sehingga bila seorang anak kecil di bawah umur minum minuman keras, maka tidak boleh dihukum hudud.
3. Muslim
Hanya orang yang beragama Islam saja yang bila minum minuman keras yang bisa dihukum hudud. Sedangkan non muslim tidak bisa dihukum bahkan tidak bisa dilarang untuk meminumnya.
4. Bisa memilih
Peminum itu dalam kondisi bebas bisa memilih dan bukan dalam keadaan yang dipaksa.
5. Tidak dalam kondisi darurat
Maksudnya bila dalam suatu kondisi darurat dimana seseorang bisa mati bila tidak meminumnya, maka pada saat itu berlaku hukum darurat. Sehingga pelakunya dalam kondisi itu tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.
6. Tahu bahwa itu adalah khamar
Bila seorang minum minuman yang dia tidak tahu bahwa itu adalah khamar, maka dia tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.
Khamr adalah benda. Sedangkan hukum benda tidak terlepas dari dua hal, yaitu halal atau haram. Selama tidak ada dalil yang yang mengharamkannya, hukum suatu benda adalah halal. Karena ada dalil yang secara tegas mengharamkannya, maka hukum khamr itu haram.
Hukum syara’ adalah seruan syari’ yang berkaitan dengan perbuatan hamba (manusia). Sehingga, meskipun hukum syara’ menentukan status hukum benda, tetap saja akan berkait dengan perbuatan manusia dalam menggunakannya. Misalnya, babi itu haram. Perbuatan apa saja yang diharamkan berkenaan dengan babi? Apakah memakannya, menjualnya, menternakkannya, memegangnya, melihatnya, atau bahkan membayangkannya hukumnya juga haram? Untuk mengetahui hukum-hukum perbuatan yang berkenaan dengan benda tidak cukup hanya melihat dalil tentang haramnya benda, tetapi harus meneliti dalil-dailil syara’ yang menjelaskan perbuatan yang berkenaan dengan benda tersebut.
Beberapa perbuatan haram yang berkaitan dengan khamr, dijelaskan oleh Nabi SAW dari Anas ra.
“Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat dalam khamr sepuluh personel, yaitu: pemerasnya (pembuatnya), distributor, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, dan pemesannya” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzy).
Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa semua pelaku yang terlibat dalam khamr termasuk yang diharamkan. Hukum haram disimpulkan karena ada celaan yang bersifat jazim dengan kata (melaknat). Berarti, itu merupakan sebuah sanksi yang diberikan kepada para pelaku yang terlibat dalam khamr. Mereka itu adalah:
1. produsen
2. distributor
3. peminum
4. pembawa
5. pengirim
6. penuang minuman
7. penjual
8. orang yang memetik hasil penjualan
9. pembayar
10. pemesan

DAFTAR PUSTAKA

Al Muwatta Ibnu Wahb.
DR.Yusup Qaradhawi Sayyid Sabiq, fiqh sunnah, jabal:cetak pertama, 2007.
Moh. Rifa’i, Imu Fiqih Islam Lengkap, Karya Toha Putra, Semarang, 2006
Adib Bisri dan Munawir, Kamus Bahasa Arab al-Bisri. Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
Rawaai’ul bayan fi tafsiiril al ahkaam
Nasirudin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim Kitab Hukuman Minum Khamr.
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia. Yogyakarta: Sukses Offset, 2009.


[1] Al Muwatta Ibnu Wahb
[2] DR.Yusup Qaradhawi Sayyid Sabiq,fiqh sunnah,(Jabal:cetak pertama,2007), hlm 161
[3]Moh. Rifa’i, Imu Fiqih Islam Lengkap, Karya Toha Putra, Semarang, 2006, hal 433

[4] Adib Bisri dan Munawir, Kamus Bahasa Arab al-Bisri. Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
[5] Rawaai’ul bayan fi tafsiiril al ahkaam I/566
[6] Ibid, hlm. 98-99.
[7] Nasirudin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim (Kitab Hukuman Minum Khamr), hlm. 503.
[8] Makhrus Munajat, Hukuman Pidana Islam di Indonesia, hlm. 161.
[9] Ibid, hlm. 161.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar