NIKAH
Makalah
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Fiqih
Ibadah
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Abdul Hadi, MA.
Disusun Oleh :
Handri Siswoy o 111661
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PAI
TAHUN 2012
N I K A H
1.1 Definisi nikah
Nikah dari segi bahasa berasal dari kata "kumpul" dan definisi secara
syara' adalah suatu akad yang mengarah kepada bolehnya jima' dengan mengucap
lafadz nikah.Dalam UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 , perkawinan
didefinisikan sebagai sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Para ulama fiqh menyatakan bahwa nikah adalah penyempurna ibadah karena
bilamana seseorang telah sempurnya syahwat batiniahnya maka ia akan membutuhkan
syahwat farji.
1. Nikah adalah salah satu
sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
dalam sabdanya:
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج
فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai para pemuda,
siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah,
karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan.
Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah
pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Nikah adalah satu upaya
untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa menikah
maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan
sisanya.” (HR. ath Thabrani, dihasankan oleh Al Albani)
3. Nikah adalah satu
benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral dan asusila.
Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika datang kepadamu
orang yang kamu relakan akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu
lakukan maka pasti ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR.
Hakim, hadits shahih)
4. Pernikahan adalah
sebaik-baik cara untuk mendapatkan anak, memperbanyak keturunan dengan nasab
yang terjaga, sebagaimana yang Allah pilihkan untuk para kekasih-Nya:
“Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada
mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. ar Ra’d:38)
5. Pernikahan adalah cara
terbaik untuk melampiaskan naluri seksual dan memuaskan syahwat dengan penuh
ketenangan.
Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya wanita
itu menghadap dalam rupa setan (menggoda) dan membelakangi dalam rupa setan,
maka apabila salah seorang kamu melihat seorang wanita yang menakjubkannya
hendaklah mendatangi isterinya, sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan
syahwat yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan
Tirmidzi)
6. Pernikahan memenuhi
naluri kebapakan dan keibuan, yang akan berkembang dengan adanya anak.
7. Dalam pernikahan ada
ketenangan, kedamaian, kebersihan, kesehatan, kesucian dan kebahagiaan, yang
diidamkan oleh setiap insan.
1.2 Hukum Nikah
Para ulama menyebutkan
bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri,
kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan
justru membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah
dapat dibagi menjadi lima:
1. Sunnah bagi orang
yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina
atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu
untuk menikah.
Karena Allah telah
memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam nikah itu ada
banyak kebaikan, berkah dan manfaat yang tidak mungkin diperoleh tanpa nikah,
sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
في بضع أحدكم صدقة قالوا يا رسول ايأتي أحدنا
شهوته ويكون له فيه أجر فقال أرأيتم لو وضعها في الحرام أكان عليه فيه وزر فكذلك
إذا وضعها في الحلال كان له أجر
“Dalam kemaluanmu ada
sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami
melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau
bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram
apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal
maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)
Juga sunnah bagi orang yang
mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi
menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau
ingin beribadah dengan infaqnya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Kamu tidak
menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah melainkan Allah pasti
memberinya pahala, hingga suapan yang kamu letakkan di mulut isterimu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
“Dinar yang kamu
nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkahkan untuk budak, dinar yang
kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka
yang terbesar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan pada isterimu.” (HR.
Muslim)
2. Wajib bagi yang
mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab
menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari
kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum
laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai
hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak,
sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah
baginya adalah wajib.
3. Mubah bagi yang
mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki
syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang
tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut
harus rasyidah (berakal).
Juga mubah bagi yang mampu
menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau
bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang
haram.
4. Haram menikah
bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak takut
terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan menikah
ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul harb
(wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka
tidak diperbolehkan nikah sama sekali.
Haram berpoligami bagi yang
menyangka dirinya tidak bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.
5. Makruh menikah
jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat terhadap
wanita dan tidak mengharapkan keturunan.. Juga makruh jika nikah dapat
menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika
dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.
1.3 Rukun Nikah
Rukun adalah bagian dari
sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada tanpanya.Dengan demikian, rukun
perkawinan adalah ijab dan kabul yang muncul dari keduanya berupa ungkapan kata
(shighah). Karena dari shighah ini secara langsung akan menyebabkan
timbulnya sisa rukun yang lain.
o Ijab: ucapan yang
terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua belah pihak untuk menunjukkan
keinginannya membangun ikatan.
o Qabul: apa yang
kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan kerelaan/ kesepakatan/ setuju
atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak pertama.
Dari shighah ijab
dan qabul, kemudian timbul sisa rukun lainnya, yaitu:
o Adanya kedua mempelai
(calon suami dan calon istri)
o Wali
o Saksi
Shighah akad bisa
diwakilkan oleh dua orang yang telah disepakati oleh syariat, yaitu:
o Kedua belah pihak adalah
asli: suami dan istri
o Kedua belah pihak adalah
wali: wali suami dan wali istri
o Kedua belah pihak adalah
wakil: wakil suami dan wakil istri
o Salah satu pihak asli dan
pihak lain wali
o Salah satu pihak asli dan
pihak lain wakil
o Salah satu pihak wali dan
pihak lain wakil
1.4 Syarat-syarat Nikah
Akad pernikahan memiliki
syarat-syarat syar’i, yaitu terdiri dari 4 syarat:
o Syarat-syarat akad
o Syarat-syarat sah nikah
o Syarat-syarat pelaksana
akad (penghulu)
o Syarat-syarat luzum
(keharusan)
1. Syarat-syarat Akad
a). Syarat-syarat shighah: lafal bermakna ganda, majelis ijab qabul
harus bersatu, kesepakatan kabul dengan ijab, menggunakan ucapan ringkas tanpa
menggantukan ijab dengan lafal yang menunjukkan masa depan.
b). Syarat-syarat kedua
orang yang berakad:
v keduanya berakal
dan mumayyiz.
v keduanya
mendengar ijab dan kabul , serta memahami maksud dari ijab dan qabul adalah
untuk membangun mahligai pernikahan, karena intinya kerelaan kedua belah pihak.
. Syarat-syarat Sah
Nikah
a). Calon istri tidak
diharamkan menikah dengan calon suami
b). Kesaksian atas
pernikahan
v Keharusan adanya
saksi.
v Waktu kesaksian,
yaitu kesaksian arus ada saat pembuatan akad.
v Hikmah adanya
kesaksian
Pernikahan mengandung arti
penting dalam islam, karena dapat memberi kemaslahatan dunia dan akhirat.
Dengan demikian ia harus diumumkan dan tidak disembunyikan. Dan cara untuk
mengumumkannya adalah dengan menyaksikannya.
v Syarat-syarat saksi
-
berakal, baligh, dan merdeka.
-
para saksi mendengar dan memahami ucapan kedua orang yang berakad.
-
jumlah saksi, yatu dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua
orang perempuan. (Q. S. Al-Baqoroh : 282)
-
Islam.
-
Adil.
HAK BERSAMA SUAMI
ISTRI
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar