ISLAM BERBICARA TENTANG KONSEP PENDIDIKAN
Muhammad Harun
Muafiq 111655
Sya'roni 111654
Fauziyatul
Wafiroh 111653
A. Pendahuluan
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh
potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniyah maupun rohaniyah,
menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah,
manusia dan Alam semesta[1].
Pendidikan islam mengajarkan setiap manusia
umumnya dan umat islam khususnya untuk mencapai dan mewujudkan sebuah tujuan
yang sesungguhnya yaitu untuk selalu taat dan mengabdi kepada Allah Swt. Tujuan
ini merupakan dasar yang paling utama sebagai bentuk pengabdian seorang hamba
kepada Tuhannya.
Tidak semua manusia tunduk dan patuh kepada
Allah swt. Ketidakpatuhan tersebut salah satunya didasari tidak adanya
pendidikan dasar islam yang seharusnya sudah diajarkan saat manusia terlahir
kedunia. Allah memberikan sebuah potensi fitrah pada manusia setiap ia lahir
kepermukaaan dibumi ini, namun perlu adanya pendidikan dasar yang telah
dibebankan kepada setiap orang tua sebagai pendidik awal bagi anaknya. orang
tua mempunyai peran penting untuk membimbing, membina dan mendidik anaknya
untuk menjadi anak yang beriman dan bertaqwa kepada Allah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep pendidikan menurut islam ?
C. Pembahasan
Konsep Pendidikan menurut Islam
Dasar
pendidikan Islam tertumpu dalam Al-Qur`an dan sunnah Nabi. Di atas dua pilar
inilah dibangun konsep dasar pendidikan Islam. Menurut Haidar Putra daulay
dasar pendidikan Islam adalah suatu konsep yang menggambarkan ciri suatu bentuk
baik dalam hal yang nampak ataupun yang tidak terlihat. Manusia sebagai makhluk
yang sempurna yang berperan sebagai subjek dan objek dalam kehidupan ini harus
bijak dan mampu memahami konsep dasar pendidikan Islam. Untuk dapat
memahaminya, maka diperlukan sebuah metode pembelajaran yang efektif dan
efesien serta adanya sarana dan fasilitas yang sesuai[2] .
Merujuk kepada informasi al-Qur’an, pendidikan
mencakup segala aspek jagad raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata,
yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Secara
garis besar, konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan pengaruh
dasar dengan pengaruh ajar. Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan
diharapkan akan menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah
pembentukan kepribadian yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam
tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas
penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada
pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat.
Konsep pendidikan yang mengacu kepada ajaran
Al-Qur’an, sangat jelas terurai dalam kisah Luqman. Dr. M. Sayyid Ahmad
Al-Musayyar menukil beberapa ayat Al-Qur’an dalam Surat Luqman. Beliau
mengatakan, ada tiga kaedah asasi pendidikan dalam Islam menurut Al-Qur’an yang
dijalankan oleh Luqman kepada anaknya. Seperti diketahui, Luqman diberikan
keutamaan Allah berupa Hikmah, yaitu ketepatan bicara, ketajaman nalar dan
kemurnian fitrah. Dengan keistimewaannya tersebut, Luqman ingin mengajari
anaknya hikmah dan membesarkannya dengan metode hikmah itu pula.
Kaidah pendidikan yang pertama adalah
peletakan pondasi dasar, yaitu penanaman keesaan Allah, kelurusan aqidah,
beserta keagungan dan kesempurnaan-Nya. Kalimat tauhid adalah fokus utama
pendidikannya. Tidak ada pendidikan tanpa iman. Tak ada pula akhlak, interaksi
sosial, dan etika tanpa iman. Apabila iman lurus, maka lurus pulalah aspek kehidupannya.
Sebab iman selalu diikuti oleh perasaan introspeksi diri dan takut terhadap
Allah. Dari sinilah Luqman menegaskan hal itu kepada puteranya dengan berkata,
:
يَا
بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ
أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ
خَبِيرٌ
”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. 31:16). Seorang mukmin mesti
berkeyakinan bahwa tak ada satu pun yang bisa disembunyikan dari Allah. Allah
Maha Mengetahui apa yang ada dalam lipatan hati manusia. Dari sinilah ia akan
melakukan seluruh amal dan aktivitasnya semata untuk mencari ridha Allah tanpa
sikap riya atau munafik, dan tanpa menyebut-nyebutnya ataupun menyakiti orang
lain.
Kaidah kedua dalam pendidikan menurut Luqman adalah
pilar-pilar pendidikan. Ia memerintahkan anaknya untuk shalat, memikul tanggung
jawab amar ma’ruf nahi munkar, serta menanamkan sifat sabar. Shalat adalah
cahaya yang menerangi kehidupan seorang muslim. Ini adalah kewajiban harian
seorang muslim yang tidak boleh ditinggalkan selama masih berakal baik.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan istilah untuk
kritik konstruktif, rasa cinta dan perasaan bersaudara yang besar kepada sesama,
bukan ditujukan untuk mencari-cari kesalahan dan ghibah. Ummat islam telah
diistimewakan dengan tugas amar ma’ruf nahi munkar ini melalui firman-Nya,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. “ (QS:
3.110).
Sabar itu bermacam-macam. Ada sabar atas ketaatan
hingga ketaatan itu ditunaikan, ada sabar atas kemaksiatan hingga kemaksiatan
itu dihindari, dan ada pula sabar atas kesulitan hidup hingga diterima dengan
perasaan ridha dan tenang. Seorang beriman berada di posisi antara syukur dan
sabar. Dalam kemuddahan yang diterimanya, ia pandai bersyukur. Sedang dalam
setiap kesulitan yag dihadapinya, ia mesti bersabar dan introspeksi diri.
Kaidah ketiga adalah etika sosial. Metode pendidikan Luqman
menumbuhkan buah adab yang luhur serta keutamaan-keutamaan adiluhung. Luqman
menggambarkan hal itu untuk putranya dengan larangan melakukan kemungkaran dan
tak tahu terima kasih, serta perintah untuk tidak terlalu cepat dan tidak
pula terlalu lambat dalam berjalan, dan merendahkan suara. Seorang muslim perlu
diingatkan untuk tidak boleh menghina dan angkuh. Sebab, semua manusia berasal
dari nutfah yang hina dan akan berakhir menjadi bangkai busuk. Dan ketika hidup
pun, ia kesakitan jika tertusuk duri dan berkeringat jika kepanasan.
Sebenarnya, pendidikan dapat diartikan secara
sederhana sebagai upaya menjaga anak keturunan agar memiliki kualitas iman
prima, amal sempurna dan akhlak paripurna. Karena itu, tanpa banyak
diketahui, di dalam islam, langkah awal pendidikan untuk mendapatkan kualitas
keturunan yang demikian itu sudah ditanamkan sejak anak bahkan belum terlahir. Hal
ini dibuktikan dengan adanya Manhaj islam yang menggariskan bahwa sebaik-baik
kriteria dalam memilih pasangan hidup adalah faktor agama, bukan karena paras
muka dan kekayaannya[3].
Sebab, diyakini, calon orang tua yang memiliki keyakinan beragama yang baik
tentu akan melahirkan anak-anak yang juga baik.
Di dalam ajaran islam, orang tua bertanggung
jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Keduanya berkewajiban mendidik
anak-anaknya untuk mempertemukan potensi dasar dengan pendidikan,[4]
sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa : “Setiap anak
dilahirkan di atas fitrahnya, maka kedua orangtuanya yang menjadikan dirinya
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR Bukhari). Kewajiban ini juga
ditegaskan dalam firman-Nya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki
kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu
adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. 20:132). Dalam ayat lain, “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. 66:6)
Dalam Islam, pentingnya pendidikan tidak
semata-mata mementingkan individu, melainkan erat kaitannya dengan kehidupan
sosial kemasyarakatan. Konsep belajar/pendidikan dalam Islam berkaitan erat dengan
lingkungan dan kepentingan umat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan
senantiasa dikorelasikan dengan kebutuhan lingkungan, dan lingkungan dijadikan
sebagai sumber belajar. Seorang peserta didik yang diberi kesempatan untuk
belajar yang berwawasan lingkungan akan menumbuhkembangkan potensi manusia
sebagai pemimpin. Firman Allah (QS Al Baqarah 30) menyatakan :”Sesungguhnya
Aku jadikan manusia sebagai pemimpin (khalifah) di atas bumi”. Kaitan
dengan pentingnya pendidikan bagi umat, Allah berfirman: ”Hendaklah ada di
antara kamu suatu ummat yang mengajak kepada kebajikan dan memerintahkan yang
ma’ruf dan melarang yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”
(QS. 3:104).
Konsep pendidikan dalam Islam menawarkan suatu
sistem pendidikan yang holistik dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu
hal yang seharusnya saling menguatkan satu sama lain, yang secara umum
ditunjukkan dalam doa Rasulullah : “Ya Allah, ajarilah aku apa yang
membawa manfaat bagiku, serta karuniakanlah padaku ilmu yang bermanfaat”.
Dari doa tersebut terungkap bahwa kualitas ilmu yang didambakan dalam Islam
adalah kemanfaatan dari ilmu itu. Hal ini terlihat dari hadits Rasulullah
: “Iman itu bagaikan badan yang masih polos, pakaiannya adalah taqwa,
hiasannya adalah rasa malu dan buahnya adalah ilmu.”
Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains
jelas akan menimbulkan kepincangan dalam proses pendidikan, agama jika tanpa
dukungan sains akan menjadi tidak mengakar pada realitas dan penalaran,
sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh asas-asas agama dan akhlaq atau etika
yang baik akan berkembang menjadi liar dan menimbulkan dampak yang merusak.
Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof dan ilmuwan Islam menjelaskan bahwa
iman dan sains merupakan karakteristik khas insani, di mana manusia mempunyai
kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran dan wujud-wujud suci dan tidak
dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu. Ini adalah kecenderungan iman
yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di lain pihak manusia pun memiliki kecenderungan
untuk selalu ingin mengetahui dan memahami semesta alam, serta memiliki
kemampuan untuk memandang masa lalu, sekarang dan masa mendatang (yang
merupakan ciri khas sains).
Al-Qur’an berkali-kali meminta manusia membaca
tanda-tanda alam, menantang akal manusia untuk melihat ke-MahaKuasa-an Allah
pada makhluk lain, rahasia penciptaan tumbuhan, hewan, serangga, pertumbuhan
manusia, kejadian alam dan penciptaan langit bumi. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an
yang berisikan tentang kejadian-kejadian di sekitar kita yang menuntut
pemahaman dengan sains/akal manusia. Karena itu, seorang muslim juga harus
untuk mempelajari sains, karena sains merupakan salah satu pembuktian kekuasaan
Allah, di samping ayat-ayat qauliyah. Karenanya, konsep pendidikan dalam islam menurut
Al-Qur’an pun tidak hanya berisi materi-materi pendidikan keagamaan saja.
D. Kritik
Konsep
Pendidikan menurut Islam bermuara dalam dasar dan tujuannya. Pada
masa sekarang istilah pendidikan islam yang populer dipakai orang adalah tarbiyah
Islamiyah. Menurut Athiyah Abrasyi, al-Tarbiyah mencangkup keseluruhan
kegiatan pendidikan. Ia adalah upaya yang mempersiapkan individu untuk
kehidupan yang lebih sempurna etika, sistematis dalam berpikir, memiliki
ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain,
berkompetensi dalam mengungkap bahasa lisan dan tulis, serta memiliki beberapa
keterampilan.[5]
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam.[6]
Dengan memperhatikan kedua definisi di atas maka berarti pendidikan Islam
adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau
kepribadian.
Mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa merupakan
tujuan akhir yang dimaksudkan dalam pendidikan, Karena pada hakikatnya manusia
diciptakan itu hanya untuk mengabdi kepada-Nya dan seluruh alam yang diciptakan
ini sebagai alat dan sarana bagi manusia untuk membina dan membentuk diri
menjadi manusia yang bertanggung jawab atas amanah yang diberikan.
Pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan
kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan
lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian
yang utuh dan bulat
E. Kesimpulan
Islam menawarkan konseptualisasi pendidikan,
yang berintikan ilmu naqliyah yang melandasi semua ilmu aqliyah, sehingga
diharapkan dapat mengintegrasikan antara akal dan wahyu, ilmu-ilmu syar’iyyah
dan ilmu-ilmu ghairu syar’iyyah dalam proses pendidikan. Sehingga, melalui
upaya tersebut dapat merealisasikan proses memanusiakan manusia sebagai tujuan
pendidikan, yaitu memproses dengan mengajarkan, mengasuh, melatih, mengarahkan,
membina dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam rangka menyiapkan
mereka merealisasikan fungsi dan risalah kemanusiaannya di hadapan Allah SWT,[7]
yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dan menjalankan misi kekhalifahan di
muka bumi, sebagai makhluk yang berupaya mengiplementasikan nilai-nilai
ilahiyah dengan memakmurkan kehidupan dalam tatanan hidup bersama dengan aman,
damai dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Al-Qur’an
dan Terjemahnya
2.
Haidar
Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta:
Rineka cipta, 2009),
3.
DR.
Moh Roqib, M.Ag, ilmu pendidikan islam
,Yogyakarta, LKIS, 2009.
4.
Muhammad
Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyat wa Ta’lim, (Saudi Arabiah: Dar
al-Ahya’),
5.
Ahmad
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif,
1980),
6.
Umar
Muhammad at-Toumi asy syaibani, Falsafah At-Tarbiyah, Tripoli, asysyirkah al
amah linnasyr
[1] Haidar
Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta:
Rineka cipta, 2009), h. 6
[2]
Ibid. hal. 7
[3] DR.
Moh Roqib, M.Ag, ilmu pendidikan islam
,Yogyakarta, LKIS, 2009. Hal.64
[4]
Ibid. hal 65
[5]
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyat wa Ta’lim, (Saudi Arabiah:
Dar al-Ahya’), h.7-14.
[6]
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
al-Ma’arif, 1980), h.131
[7]
Umar Muhammad at-Toumi asy syaibani, Falsafah At-Tarbiyah, Tripoli, asysyirkah
al amah linnasyr. Hal.292
Tidak ada komentar:
Posting Komentar