Sabtu, 02 Januari 2016

ISLAM BERBICARA TENTANG KONSEP PENDIDIKAN



ISLAM BERBICARA TENTANG KONSEP PENDIDIKAN
Muhammad Harun Muafiq     111655
Sya'roni                                   111654
Fauziyatul Wafiroh                 111653

A. Pendahuluan

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniyah maupun rohaniyah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah, manusia dan Alam semesta[1].
Pendidikan islam mengajarkan setiap manusia umumnya dan umat islam khususnya untuk mencapai dan mewujudkan sebuah tujuan yang sesungguhnya yaitu untuk selalu taat dan mengabdi kepada Allah Swt. Tujuan ini merupakan dasar yang paling utama sebagai bentuk pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya.
Tidak semua manusia tunduk dan patuh kepada Allah swt. Ketidakpatuhan tersebut salah satunya didasari tidak adanya pendidikan dasar islam yang seharusnya sudah diajarkan saat manusia terlahir kedunia. Allah memberikan sebuah potensi fitrah pada manusia setiap ia lahir kepermukaaan dibumi ini, namun perlu adanya pendidikan dasar yang telah dibebankan kepada setiap orang tua sebagai pendidik awal bagi anaknya. orang tua mempunyai peran penting untuk membimbing, membina dan mendidik anaknya untuk menjadi anak yang beriman dan bertaqwa kepada Allah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep pendidikan menurut islam ?


C. Pembahasan

Konsep Pendidikan menurut Islam
Dasar pendidikan Islam tertumpu dalam Al-Qur`an dan sunnah Nabi. Di atas dua pilar inilah dibangun konsep dasar pendidikan Islam. Menurut Haidar Putra daulay dasar pendidikan Islam adalah suatu konsep yang menggambarkan ciri suatu bentuk baik dalam hal yang nampak ataupun yang tidak terlihat. Manusia sebagai makhluk yang sempurna yang berperan sebagai subjek dan objek dalam kehidupan ini harus bijak dan mampu memahami konsep dasar pendidikan Islam. Untuk dapat memahaminya, maka diperlukan sebuah metode pembelajaran yang efektif dan efesien serta adanya sarana dan fasilitas yang sesuai[2] .
Merujuk kepada informasi al-Qur’an, pendidikan mencakup segala aspek jagad raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Secara garis besar, konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan pengaruh dasar dengan pengaruh ajar. Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan kepribadian yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat.
Konsep pendidikan yang mengacu kepada ajaran Al-Qur’an, sangat jelas terurai dalam kisah Luqman. Dr. M. Sayyid Ahmad Al-Musayyar menukil beberapa ayat Al-Qur’an dalam Surat Luqman. Beliau mengatakan, ada tiga kaedah asasi pendidikan dalam Islam menurut Al-Qur’an yang dijalankan oleh Luqman kepada anaknya. Seperti diketahui, Luqman diberikan keutamaan Allah berupa Hikmah, yaitu ketepatan bicara, ketajaman nalar dan kemurnian fitrah. Dengan keistimewaannya tersebut, Luqman ingin mengajari anaknya hikmah dan membesarkannya dengan metode hikmah itu pula.
Kaidah pendidikan yang pertama adalah peletakan pondasi dasar, yaitu penanaman keesaan Allah, kelurusan aqidah, beserta keagungan dan kesempurnaan-Nya. Kalimat tauhid adalah fokus utama pendidikannya. Tidak ada pendidikan tanpa iman. Tak ada pula akhlak, interaksi sosial, dan etika tanpa iman. Apabila iman lurus, maka lurus pulalah aspek kehidupannya. Sebab iman selalu diikuti oleh perasaan introspeksi diri dan takut terhadap Allah. Dari sinilah Luqman menegaskan hal itu kepada puteranya dengan berkata, :
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. 31:16). Seorang mukmin mesti berkeyakinan bahwa tak ada satu pun yang bisa disembunyikan dari Allah. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam lipatan hati manusia. Dari sinilah ia akan melakukan seluruh amal dan aktivitasnya semata untuk mencari ridha Allah tanpa sikap riya atau munafik, dan tanpa menyebut-nyebutnya ataupun menyakiti orang lain.
Kaidah kedua dalam pendidikan menurut Luqman adalah pilar-pilar pendidikan. Ia memerintahkan anaknya untuk shalat, memikul tanggung jawab amar ma’ruf nahi munkar, serta menanamkan sifat sabar. Shalat adalah cahaya yang menerangi kehidupan seorang muslim. Ini adalah kewajiban harian seorang muslim yang tidak boleh ditinggalkan selama masih berakal baik.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan istilah untuk kritik konstruktif, rasa cinta dan perasaan bersaudara yang besar kepada sesama, bukan ditujukan untuk mencari-cari kesalahan dan ghibah. Ummat islam telah diistimewakan dengan tugas amar ma’ruf nahi munkar ini melalui firman-Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. “ (QS: 3.110).
Sabar itu bermacam-macam. Ada sabar atas ketaatan hingga ketaatan itu ditunaikan, ada sabar atas kemaksiatan hingga kemaksiatan itu dihindari, dan ada pula sabar atas kesulitan hidup hingga diterima dengan perasaan ridha dan tenang. Seorang beriman berada di posisi antara syukur dan sabar. Dalam kemuddahan yang diterimanya, ia pandai bersyukur. Sedang dalam setiap kesulitan yag dihadapinya, ia mesti bersabar dan introspeksi diri.
Kaidah ketiga adalah etika sosial. Metode pendidikan Luqman menumbuhkan buah adab yang luhur serta keutamaan-keutamaan adiluhung. Luqman menggambarkan hal itu untuk putranya dengan larangan melakukan kemungkaran dan tak tahu terima kasih, serta perintah untuk tidak terlalu cepat  dan tidak pula terlalu lambat dalam berjalan, dan merendahkan suara. Seorang muslim perlu diingatkan untuk tidak boleh menghina dan angkuh. Sebab, semua manusia berasal dari nutfah yang hina dan akan berakhir menjadi bangkai busuk. Dan ketika hidup pun, ia kesakitan jika tertusuk duri dan berkeringat jika kepanasan.
Sebenarnya, pendidikan dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya menjaga anak keturunan agar memiliki kualitas iman prima, amal sempurna dan akhlak paripurna.   Karena itu, tanpa banyak diketahui, di dalam islam, langkah awal pendidikan untuk mendapatkan kualitas keturunan yang demikian itu sudah ditanamkan sejak anak bahkan belum terlahir. Hal ini dibuktikan dengan adanya Manhaj islam yang menggariskan bahwa sebaik-baik kriteria dalam memilih pasangan hidup adalah faktor agama, bukan karena paras muka dan kekayaannya[3].  Sebab, diyakini, calon orang tua yang memiliki keyakinan beragama yang baik tentu akan melahirkan anak-anak yang juga baik.
Di dalam ajaran islam, orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Keduanya berkewajiban mendidik anak-anaknya untuk mempertemukan potensi dasar dengan pendidikan,[4] sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa : “Setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya, maka kedua orangtuanya yang menjadikan dirinya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR Bukhari). Kewajiban ini juga ditegaskan dalam firman-Nya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. 20:132). Dalam ayat lain, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. 66:6)
Dalam Islam, pentingnya pendidikan tidak semata-mata mementingkan individu, melainkan erat kaitannya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Konsep belajar/pendidikan dalam Islam berkaitan erat dengan lingkungan dan kepentingan umat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan senantiasa dikorelasikan dengan kebutuhan lingkungan, dan lingkungan dijadikan sebagai sumber belajar. Seorang peserta didik yang diberi kesempatan untuk belajar yang berwawasan lingkungan akan menumbuhkembangkan potensi manusia sebagai pemimpin. Firman Allah (QS Al Baqarah 30) menyatakan :”Sesungguhnya Aku jadikan manusia sebagai pemimpin (khalifah) di atas bumi”.  Kaitan dengan pentingnya pendidikan bagi umat, Allah berfirman: ”Hendaklah ada di antara kamu suatu ummat yang mengajak kepada kebajikan dan memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. 3:104).
Konsep pendidikan dalam Islam menawarkan suatu sistem pendidikan yang holistik dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal yang seharusnya saling menguatkan satu sama lain, yang secara umum ditunjukkan dalam doa Rasulullah : “Ya Allah, ajarilah aku apa yang membawa manfaat bagiku, serta karuniakanlah padaku ilmu yang bermanfaat”. Dari doa tersebut terungkap bahwa kualitas ilmu yang didambakan dalam Islam adalah kemanfaatan dari ilmu itu. Hal ini terlihat dari hadits Rasulullah : “Iman itu bagaikan badan yang masih polos, pakaiannya adalah taqwa, hiasannya adalah rasa malu dan buahnya adalah ilmu.”
Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains jelas akan menimbulkan kepincangan dalam proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan sains akan menjadi tidak mengakar pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh asas-asas agama dan akhlaq atau etika yang baik akan berkembang menjadi liar dan menimbulkan dampak yang merusak. Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof dan ilmuwan Islam menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik khas insani, di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran dan wujud-wujud suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu. Ini adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di lain pihak manusia pun memiliki kecenderungan untuk selalu ingin mengetahui dan memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu, sekarang dan masa mendatang (yang merupakan ciri khas sains).
Al-Qur’an berkali-kali meminta manusia membaca tanda-tanda alam, menantang akal manusia untuk melihat ke-MahaKuasa-an Allah pada makhluk lain, rahasia penciptaan tumbuhan, hewan, serangga, pertumbuhan manusia, kejadian alam dan penciptaan langit bumi. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang berisikan tentang kejadian-kejadian di sekitar kita yang menuntut pemahaman dengan sains/akal manusia. Karena itu, seorang muslim juga harus untuk mempelajari sains, karena sains merupakan salah satu pembuktian kekuasaan Allah, di samping ayat-ayat qauliyah. Karenanya, konsep pendidikan dalam islam menurut Al-Qur’an pun tidak hanya berisi materi-materi pendidikan keagamaan saja.

D. Kritik
Konsep Pendidikan menurut Islam bermuara dalam dasar dan tujuannya.  Pada masa sekarang istilah pendidikan islam yang populer dipakai orang adalah tarbiyah Islamiyah. Menurut Athiyah Abrasyi, al-Tarbiyah mencangkup keseluruhan kegiatan pendidikan. Ia adalah upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna etika, sistematis dalam berpikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain, berkompetensi dalam mengungkap bahasa lisan dan tulis, serta memiliki beberapa keterampilan.[5] Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[6] Dengan memperhatikan kedua definisi di atas maka berarti pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian.
Mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa merupakan tujuan akhir yang dimaksudkan dalam pendidikan, Karena pada hakikatnya manusia diciptakan itu hanya untuk mengabdi kepada-Nya dan seluruh alam yang diciptakan ini sebagai alat dan sarana bagi manusia untuk membina dan membentuk diri menjadi manusia yang bertanggung jawab atas amanah yang diberikan.
Pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat

E. Kesimpulan
Islam menawarkan konseptualisasi pendidikan, yang berintikan ilmu naqliyah yang melandasi semua ilmu aqliyah, sehingga diharapkan dapat mengintegrasikan antara akal dan wahyu, ilmu-ilmu syar’iyyah dan ilmu-ilmu ghairu syar’iyyah dalam proses pendidikan. Sehingga, melalui upaya tersebut dapat merealisasikan proses memanusiakan manusia sebagai tujuan pendidikan, yaitu memproses dengan mengajarkan, mengasuh, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam rangka menyiapkan mereka merealisasikan fungsi dan risalah kemanusiaannya di hadapan Allah SWT,[7] yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dan menjalankan misi kekhalifahan di muka bumi, sebagai makhluk yang berupaya mengiplementasikan nilai-nilai ilahiyah dengan memakmurkan kehidupan dalam tatanan hidup bersama dengan aman, damai dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

1.      Al-Qur’an dan Terjemahnya
2.      Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: Rineka cipta, 2009),
3.      DR. Moh Roqib, M.Ag,  ilmu pendidikan islam ,Yogyakarta, LKIS, 2009.
4.      Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyat wa Ta’lim, (Saudi Arabiah: Dar al-Ahya’),
5.      Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980),
6.      Umar Muhammad at-Toumi asy syaibani, Falsafah At-Tarbiyah, Tripoli, asysyirkah al amah linnasyr


[1] Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: Rineka cipta, 2009), h. 6
[2] Ibid. hal. 7
[3] DR. Moh Roqib, M.Ag,  ilmu pendidikan islam ,Yogyakarta, LKIS, 2009. Hal.64
[4] Ibid. hal 65
[5] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyat wa Ta’lim, (Saudi Arabiah: Dar al-Ahya’), h.7-14.
[6] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980), h.131
[7] Umar Muhammad at-Toumi asy syaibani, Falsafah At-Tarbiyah, Tripoli, asysyirkah al amah linnasyr. Hal.292

Tidak ada komentar:

Posting Komentar