Sabtu, 02 Januari 2016

PROBLEMATIKA DALAM SHOLAT




PROBLEMATIKA DALAM SHOLAT

Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih I
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abdul Hadi, MA




Disusun Oleh :
Syaiful Anwar Husain (111640)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2012



BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam masyarkat kita di Indonesia ini berkembang berbagai macam aliran yang berkenaan dengan masalah fiqih. Kendati mayoritas umat Islam mengaku bermadzhab Syafi’i, tetapi Madzhab lain pun sedikit banyak ada pengaruhnya terhadap umat Islam di Indonesia. Pemikiran ini di dasarkan atas kenyataan- kenyataan yang terjadi dalam masyarakat kita sehari-hari, bahwa ada saja terlihat perbedaan pendapat yang berkenaan dengan masalah furu’ (Cabang), baik mengenai Ibadah, Mu’amalah dan lain-lainnya.Akan tetapi yang perlu kita garis bawahi adalah Perbedaan pendapat itu ada dua macam :1.perbedaan pendapat yang tidak diperbolehkan dan perbedaan pendapat yang diperbolehkan. Perbedaan pendapat yang tidak diperbolehkan adalah perbedaan pendapat dalam hal-hal prinsip yang bersifat tunggal 2. Adapun perbedaan pendapat yang diperbolehkan adalah perbedaan pendapat dalam hal-hal yang bersifat cabang, yang memang dalam tabiatnya memungkinkan adanya lebih dari satu penafsiran atau pemahaman.[1].
Menyikapi perbedaan pendapat yang diperbolehkan, kita harus memperhatikan beberapa hal :
·         Kita harus saling menghormati dan bertoleransi. Jangan sampai perbedaan pendapat diantara kita merusak ukhuwah diantara kita, sehingga musuh-musuh Allah akan melihat kita lemah dan tidak lagi takut kepada kita (QS Al-Anfal : 46).
·         Hendaknya kita mengusahakan kerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati dan kita saling bertoleransi dalam hal-hal yang kita perbedakan.
·         Kita hendaknya bisa melakukan tukar pikiran dengan cara yang baik untuk bisa mencapai kesepakatan jika memungkinkan atau menemukan pendapat yang lebih kuat. Dalam tukar pikiran, hendaknya masing-masing pihak siap untuk menerima pendapat yang lebih kuat.
·         Hendaknya seseorang tidak bersikap fanatik dan taklid buta terhadap suatu pendapat tanpa mendasarkannya pada akal pikiran yang sehat.
Dalam tulisan singkat nan sederhana ini kami akan mencoba sedikit menguraikan tentang khilaf (perbedaan) yang terjadi pada masalah Ibadah terutama Sholat.

Kita tentu tahu bahwa sholat adalah pangkal dari segala ibadah.akan tetapi, tidak sedikit ikhtilaf ( Perbedaan) di anatar pendapat para Imam Mujtahid mengenai Rukun, Syarat maupun tatacaranya. untuk memperjelas pembahasan maka kami tidak membahas semua ikhtilaf ( perbedaan) yang begitu banyak meski baru dalam hal Ubudiyah ( Sholat ). Kemudian untuk lebih spesifik dalam pembahasan nanti kita akan mengambil rukun sholat yaitu Hukum membaca Al-Fatihah dan seterusnya menurut para Imam Madzhab,terutama yang empat.

B. RUMUSAN MASALAH

   1. Apakah perbedaan pendapat dalam keilmuan ?
   2. Hal-hal apa sajakah perbedaan pendapat  ulama’ dalam sholat  menurut para imam ?
   3. Apakah perbedaan pendapat tidak hanya di sholat lima waktu ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SHALAT

Shalat menurut istilah bahasa berarti : Do’a ( memohon) sedangkan menurut pengertian syara’ sebagaimana kata imam Syafi’i shalat ialah : ucapan-ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan ditutup dengan salam disertai beberapa syarat yang sudah ditentukan[2].

Asal diwajibkannya sholat yaitu berdasarkan firman Allah :

واقيمواالصلوةَ..........

Artinya : Dan Dirikanlah shalat. ( QS. Al-Baqoroh : 43)

Dari devinisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa sholat ialah suatu perbuatan yang mengandung do’a yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam disertai dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan (Rukun)

B. RUKUN SHOLAT

Rukun ialah hal yang harus dikerjakan kalau tertinggalmaka batal perbuatan itu[3] ( tidak sah). jadi hal-hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam sholat disebut rukun seperti :

1. Berdiri ketika sholat,kecuali yang tidak mampu.
Berdasarkan firman Allah :
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Artinya : " Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'" (QS Al-Baqoroh : 238)

2. Takbiratul Ihram.
Berdasarkan Sabda Nabi -sholallahu alaihi wasallam- :

ثم استقبل القبلة وكبر

Artinya : "kemudian menghadaplah kekiblat dan takbirlah."
Yang dimaksud "Takbiratul Ihram" adalah ucapan "Allahu Akbar" ketika memulai sholat.sedangkan mengangkat tangan ketika takbir adalah sunnah.

3. Membaca Al-fatehah.
Berdasarkan sabda Nabi -sholallahu alaihi wasallam- :

لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب

Artinya : "Sholat itu tidak sah jika belum membaca al-fatehah."

4. Rukuk pada setiap rekaat.
Berdasarkan firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu." (QS Al-Hajj : 77)

5. Bangun dari rukuk.
Berdasarkan sabda Nabi -sholallahu alaihi wasallam- :

صلوا كما رأيتموني أصلي

Artinya : "Sholatlah kamu sebagaimana aku sholat."

6. I'tidal.
I'tidal adalah setelah bangun dari rukuk kemudian kembali keposisi berdiri.
Berdasarkan sabda Nabi -sholallahu alaihi wasallam- :

صلوا كما رأيتموني أصلي

Artinya : "Sholatlah kamu sebagaimana aku sholat."

7. Sujud.
Berdasarkan firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu." (QS Al-Hajj : 77)

8. Bangun dari sujud dan duduk diantara dua sujud.
Berdasarkan hadist dari 'Aisyah :

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا رفع رأسه من السجود ; لم يسجد حتى يستوي قاعدا

Artinya : "Nabi-sholallahu alaihi wasallam- ketika beranjak dari sujudnya, beliau tidak kembali sujud kecuali telah sempurna dalam duduknya." (HR Muslim)

9. Tuma'ninah dalam setiap gerakan.
Yang dimaksud "tuma'ninah" adalah tenang, melakukan gerakan-gerakan sholat dengan tenang dan tidak mengurangi sedikitpun gerakan-gerakan tersebut dan melakukannya dengan sempurna.

10. Tasyahud akhir.
Berdasarkan sabda Nabi -sholallahu alaihi wasallam- :

صلوا كما رأيتموني أصلي

Artinya : "Sholatlah kamu sebagaimana aku sholat."

11. Duduk ketika tasyahud akhir.

12. Sholawat atas Nabi ketika duduk dalam tasyahud akhir.
Lafadz sholawat yang diucapkan ketika tasyahud akhir adalah :

اللهم صل على محمد

"Allahumma Sholli 'Ala Muhammad."
dan jika menambah maka itu

adalah sunnah.

13. Tertib dalam semua rukun-rukunnya.
Melakukan rukun-rukun sholat secara berurutan, mulai dari takbir sampai salam sesuai tuntunan Nabi -sholallahu alaihi wasallam- :

صلوا كما رأيتموني أصلي

Artinya : "Sholatlah kamu sebagaimana aku sholat."

14. Salam.
Berdasarkan sabda Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- :

وختامها التسليم

Artinya : "dan penutupnya (sholat) adalah salam."
salam kekanan adalah termasuk rukun sholat. sedangkan salam kekiri adalah sunnah.

Rukun-rukun shholat seperti yang tersebut diatas adalah rukun sholat menurut madzhab Syafi’i.Seperti sebelumnya telah kami jelaskan dalam latar BAB I bahwa pembahasan kami tertuju pada satu rukun sholat yang menjadi Ikhtilaf itu.Yaitu hukum membaca Al-fatihah dilihat dari sudut pandang imam Mdzhab yang empat.

C. DALIL - DALIL MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHOLAT JAMA’AH

Banyak sekali perbedaan mengenai Membaca Fatihah dalam sholat, disini kami mengutip beberapa terjemah hadist yang menjadi dasar dari perbedaan pendapat tersebut. Adapun dalil-dalilnya yaitu :

1. Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi

لاَ صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَاُ بِفَا تِحَةٍ الْكِتَبِ (رواه البخارى وسلم)

Artinya : Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Al-Fatihah ( H.R. Bukhori & Muslim)[4]

2. Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi

لَا تُجْزِئُ صَلَاةٌ لَايَقْرَاُالرَّجُلَ فِيْهَا بِفَا تِحَةِ الْكِتَبِ (رواه الدارقطئ)

Artinya : Shalat tidak cukup ( tidak sah), di mana orang tidakk membaca Fatihah ( Daruquhtni)[5]

Dilihat dari begitu banyaknya dalil Hadist yang menyebabkan perbedaan dalam hukum membaca Surat Al-Fatihah dalam Sholat. Untuk lebih jelasnya kami uraikan beberapa pendapat Imam Madzhab di bawah ini

D. HUKUM MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHOLAT JAMA’AH MENURUT FUQOHA (Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi)

Untuk lebih memperjelas bagaimana perbedaan pendapat serta argumen dan dalil-dalil yang menjadi pegangan Imam Mdzhab kami rinci sebagai berikut.

1. Madzhab Hanafi

Menurut pendapat mazhab ini membaca di belakang imam baik al-fatihah atau surat yang lain hukumnya makruh yang mendekati haram, baik di sholat jahr atau siri. dasar mereka adalah sabda Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wasallam.

مَنْ كَانَ لَهُ اِمَامُ فَقِرَاءَة ُاْلإِ مَامَ لَهُ قِرَاءَةٌ

Artinya : “barang siapa yang mempunyai imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya.” (HR Ibnu Majjah dan yang lainnya - Hadist Dho’if [lemah])[7]

Dari keterangan pendapat Madzhab Imam Hanfi mengatakan bahwa siapa yang mempunyai imam maka bacaan imam adalah bacaan baginya.Secara tidak langsung Makmum tidak boleh membaca apapun di belakang imam.
2. Mazhab Syafi’i
Menurut Mazhad Syafi’i Membaca al-fatihah adalah wajib hukumnya bagi setiap makmum di belakang imam.kecuali pada sholat jahr, maka diam mendengarkan bacaan imam lebih wajib. dasar meraka adalah hadist berikut :

لاَ صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَاُ بِفَا تِحَةٍ الْكِتَبِ (رواه البخارى وسلم
Artinya : Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Al-Fatihah ( H.R. Bukhori & Muslim)

Dari keterangan pendapat Madzhab Imam Syafi’i membaca Surat fatihah di belakang imam yang sholat siri ( Bacaannya Pelan) maka Wajib hukumnya membaca fatihah tetapi jika sholat jahr maka lebih wajib mendengarkan Bacaan imam.

3. Madzhab Maliki

Menurut Pendapat Madzhab Imam Maliki Membaca di belakang imam bagi makmum adalah sunnah hukumnya pada sholat siri. dan pada sholat jahr maka makruh hukumnya.

Jadi menurut pendapat madzhab ini membaca al-fatihah di belakang imam dalam sholat jhar hukumnya makruh dan sunah pada sholat siri.

4. Madzhab Hambali

Sebagaimana pendapat madzhab maliki, yaitu sunnah hukumnya membaca Al-fatehah di belakang imam pada sholat siri dan dalam diamnya imam. Dan makruh hukumnya pada sholat jahr.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya : "Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat." (QS Al-A'raf : 204)
E. PENDAPAT IMAM MAZHAB IHWAL HUKUM DOA QUNUT

Hanya saja, menjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai pada shalat apa saja doa qunut dibaca. Berikut ini pendapat masing-masing imam mazhab.

Mazhab syafi’I berpendapat bahwa hukum doa qunut dibaca di dalam shalat shubuh adalah sunnah. Pendapat ini diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh Anas.Ia menyatakan bahwa Rasulullah senantiasa membaca qunut shubuh hingga ia meninggal dunia.  Selain itu, diperkuat dengan kebiasaan Umar bin Khaththab yang selalu baca doa qunut bersama para sahabat lainnya.  Selain shalat shubuh,  menurut mazhab Syafi’I, shalat witir di bulan Ramadhan pada paruh yang kedua juga disunnah hukumnya membaca doa qunut.
Mazhab Maliki berpendapat hukum doa qunut  di dalam shalat adalah sunnah, tapi dengan suara tidak dinyaringkan alias pelan. Bagi mazhab Maliki, hukum doa qunut dibaca dalam shalat witir tidak termasuk hal yang sunnah. Malah mereka menghukuminya dengan makruh.
Mazhab Hanafi memiliki pendapat yang berbeda dengan kedua pendapat di tas. Bagi mazhab Hanafi, hukum baca doa qunut dibaca di dalam shalat adalah sunnah, tapi hanya pada shalat witir saja. Tidak untuk shalat-shalat yang lain, kecuali pada saat ada bencana. Itupun ada catatannya, hanya pada shalat-shalat yang bacaan shalatnya dikeraskan.
Mazhab Hambali hampir senada dengan mazhab Hanafi. Yaitu, hukum doa qunut dibaca di dalam shalat adaah sunnah. Perbedaannya, hanya pada shalat witir yang satu rakaat saja.
Pelaksaan Baca Qunut

Para ulama juga berpendapat mengenai di mana posisi doa qunut dibaca. Apakah sebelum ruku’ ataukan setelah ruku’  (I’tidal). Menurut  mazhab Hambali menetapkan bahwa doa qunut dibaca sebelum ruku’.

Sedangkan para imam mazhab yang lain lebih toleransi.  Doa qunut bisa dibaca sebelum ruku’ atau setelah ruku’ (I’tidal).Pendapat ini diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan dari Humaid.Ia bertutur, Anas pernah ditanya mengenai qunut di dalam shalat shubuh. Lalu ia menjawab, “kami dulu membaca doa qunut sebelum dan sesudah ruku’.

Demikian hukum baca doa qunut. Perbedaan pendapat di antara imam tidak menjadi masalah.Karena mereka menilainya berdasarkan keilmuan mereka. Intinya tetap hukum doa qunut adalah sunnah.

Dari semua pendapat Madzhab diatas kita dapat menilai dan mengetahui pendapat mana yang lebih kuat dan mendapat mana yang akan kita aplikasikan dalam ibadah sholat kita, semua itu kembali pada masing-masing individu.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN dan SARAN

Sholat adalah ibadah yang di syari’atkan kepada umat Islam dengan atuaran dan syarat-syarat tertentu yang mesti dipenuhi guna kesempurnaan, akantetapi dari beberapa syarat ( rukun ) sholat terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai wajib tidaknya rukun tersebut dilakukan. Seperti perbedaan pendapat dalam hal hukum membaca fatihah dan lainya dalam melaksanakan sholat

Hal demikian lumrah terjadi mengingat begitu banyaknya dali-dali dan hadist-hadist. Serta begittu banyaknya kaum intelektual Islam ( Mujtahid ). Akan tetapi dalam menyikapi perbedaan ini kita sebagai kaum akademisi harus mampu menengahi masyarakat dalam perbedaan pendapat ini.Jangan samapai perbedaaan masalah kecil mencadi penyebab perpecahan umat.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar