PROBLEMATIKA DALAM SHOLAT
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih I
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abdul Hadi, MA
Disusun
Oleh :
Syaiful
Anwar Husain (111640)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH / PAI
TAHUN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam
masyarkat kita di Indonesia ini berkembang berbagai macam aliran yang berkenaan
dengan masalah fiqih. Kendati mayoritas umat Islam mengaku bermadzhab Syafi’i,
tetapi Madzhab lain pun sedikit banyak ada pengaruhnya terhadap umat Islam di
Indonesia. Pemikiran ini di dasarkan atas kenyataan- kenyataan yang terjadi
dalam masyarakat kita sehari-hari, bahwa ada saja terlihat perbedaan pendapat
yang berkenaan dengan masalah furu’ (Cabang), baik mengenai Ibadah, Mu’amalah
dan lain-lainnya.Akan tetapi yang perlu kita garis bawahi adalah Perbedaan
pendapat itu ada dua macam :1.perbedaan pendapat yang tidak diperbolehkan dan
perbedaan pendapat yang diperbolehkan. Perbedaan pendapat yang tidak
diperbolehkan adalah perbedaan pendapat dalam hal-hal prinsip yang bersifat
tunggal 2. Adapun perbedaan pendapat yang diperbolehkan adalah perbedaan
pendapat dalam hal-hal yang bersifat cabang, yang memang dalam tabiatnya
memungkinkan adanya lebih dari satu penafsiran atau pemahaman.[1].
Menyikapi perbedaan
pendapat yang diperbolehkan, kita harus memperhatikan beberapa hal :
·
Kita harus saling menghormati dan bertoleransi. Jangan
sampai perbedaan pendapat diantara kita merusak ukhuwah diantara kita, sehingga
musuh-musuh Allah akan melihat kita lemah dan tidak lagi takut kepada kita (QS
Al-Anfal : 46).
·
Hendaknya kita mengusahakan kerjasama dalam hal-hal yang
kita sepakati dan kita saling bertoleransi dalam hal-hal yang kita perbedakan.
·
Kita hendaknya bisa melakukan tukar pikiran dengan cara
yang baik untuk bisa mencapai kesepakatan jika memungkinkan atau menemukan
pendapat yang lebih kuat. Dalam tukar pikiran, hendaknya masing-masing pihak
siap untuk menerima pendapat yang lebih kuat.
·
Hendaknya seseorang tidak bersikap fanatik dan taklid
buta terhadap suatu pendapat tanpa mendasarkannya pada akal pikiran yang sehat.
Dalam tulisan
singkat nan sederhana ini kami akan mencoba sedikit menguraikan tentang khilaf
(perbedaan) yang terjadi pada masalah Ibadah terutama Sholat.
Kita tentu tahu
bahwa sholat adalah pangkal dari segala ibadah.akan tetapi, tidak sedikit
ikhtilaf ( Perbedaan) di anatar pendapat para Imam Mujtahid mengenai Rukun,
Syarat maupun tatacaranya. untuk memperjelas pembahasan maka kami tidak
membahas semua ikhtilaf ( perbedaan) yang begitu banyak meski baru dalam hal
Ubudiyah ( Sholat ). Kemudian untuk lebih spesifik dalam pembahasan nanti kita
akan mengambil rukun sholat yaitu Hukum membaca Al-Fatihah dan seterusnya
menurut para Imam Madzhab,terutama yang empat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah perbedaan pendapat dalam keilmuan
?
2. Hal-hal apa sajakah perbedaan
pendapat ulama’ dalam sholat menurut para imam ?
3. Apakah perbedaan pendapat tidak hanya di
sholat lima waktu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
SHALAT
Shalat menurut
istilah bahasa berarti : Do’a ( memohon) sedangkan menurut pengertian syara’
sebagaimana kata imam Syafi’i shalat ialah : ucapan-ucapan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan ditutup dengan salam disertai beberapa syarat yang sudah
ditentukan[2].
Asal diwajibkannya
sholat yaitu berdasarkan firman Allah :
واقيمواالصلوةَ..........
Artinya : Dan
Dirikanlah shalat. ( QS. Al-Baqoroh : 43)
Dari devinisi di
atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa sholat ialah suatu perbuatan yang
mengandung do’a yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam disertai
dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan (Rukun)
B. RUKUN SHOLAT
Rukun ialah hal
yang harus dikerjakan kalau tertinggalmaka batal perbuatan itu[3] ( tidak sah).
jadi hal-hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam sholat disebut rukun seperti :
1. Berdiri ketika sholat,kecuali yang tidak mampu.
Berdasarkan firman Allah :
وَقُومُوا
لِلَّهِ قَانِتِينَ
Artinya : " Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'" (QS Al-Baqoroh : 238)
2. Takbiratul Ihram.
Berdasarkan Sabda Nabi
-sholallahu alaihi wasallam- :
ثم
استقبل القبلة وكبر
Artinya : "kemudian
menghadaplah kekiblat dan takbirlah."
Yang dimaksud
"Takbiratul Ihram" adalah ucapan "Allahu Akbar" ketika
memulai sholat.sedangkan mengangkat tangan ketika takbir adalah sunnah.
3. Membaca Al-fatehah.
Berdasarkan sabda Nabi
-sholallahu alaihi wasallam- :
لا
صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب
Artinya : "Sholat itu
tidak sah jika belum membaca al-fatehah."
4. Rukuk pada setiap rekaat.
Berdasarkan firman Allah :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا
Artinya : "Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu." (QS Al-Hajj : 77)
5. Bangun dari rukuk.
Berdasarkan sabda Nabi
-sholallahu alaihi wasallam- :
صلوا
كما رأيتموني أصلي
Artinya : "Sholatlah
kamu sebagaimana aku sholat."
6. I'tidal.
I'tidal adalah setelah
bangun dari rukuk kemudian kembali keposisi berdiri.
Berdasarkan sabda Nabi
-sholallahu alaihi wasallam- :
صلوا
كما رأيتموني أصلي
Artinya : "Sholatlah
kamu sebagaimana aku sholat."
7. Sujud.
Berdasarkan firman Allah :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا
Artinya : "Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu." (QS Al-Hajj : 77)
8. Bangun dari sujud dan
duduk diantara dua sujud.
Berdasarkan hadist dari
'Aisyah :
كان
النبي صلى الله عليه وسلم إذا رفع رأسه من السجود ; لم يسجد حتى يستوي قاعدا
Artinya :
"Nabi-sholallahu alaihi wasallam- ketika beranjak dari sujudnya, beliau
tidak kembali sujud kecuali telah sempurna dalam duduknya." (HR Muslim)
9. Tuma'ninah dalam setiap
gerakan.
Yang dimaksud
"tuma'ninah" adalah tenang, melakukan gerakan-gerakan sholat dengan
tenang dan tidak mengurangi sedikitpun gerakan-gerakan tersebut dan
melakukannya dengan sempurna.
10. Tasyahud akhir.
Berdasarkan sabda Nabi
-sholallahu alaihi wasallam- :
صلوا
كما رأيتموني أصلي
Artinya : "Sholatlah
kamu sebagaimana aku sholat."
11. Duduk ketika tasyahud
akhir.
12. Sholawat atas Nabi
ketika duduk dalam tasyahud akhir.
Lafadz sholawat yang
diucapkan ketika tasyahud akhir adalah :
اللهم
صل على محمد
"Allahumma Sholli 'Ala
Muhammad."
dan jika menambah maka itu
13. Tertib dalam semua
rukun-rukunnya.
Melakukan rukun-rukun sholat
secara berurutan, mulai dari takbir sampai salam sesuai tuntunan Nabi
-sholallahu alaihi wasallam- :
صلوا
كما رأيتموني أصلي
Artinya : "Sholatlah
kamu sebagaimana aku sholat."
14. Salam.
Berdasarkan sabda Nabi
-sholallahu 'alaihi wasallam- :
وختامها
التسليم
Artinya : "dan
penutupnya (sholat) adalah salam."
salam kekanan adalah
termasuk rukun sholat. sedangkan salam kekiri adalah sunnah.
Rukun-rukun shholat
seperti yang tersebut diatas adalah rukun sholat menurut madzhab
Syafi’i.Seperti sebelumnya telah kami jelaskan dalam latar BAB I bahwa
pembahasan kami tertuju pada satu rukun sholat yang menjadi Ikhtilaf itu.Yaitu
hukum membaca Al-fatihah dilihat dari sudut pandang imam Mdzhab yang empat.
C. DALIL - DALIL
MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHOLAT JAMA’AH
Banyak sekali
perbedaan mengenai Membaca Fatihah dalam sholat, disini kami mengutip beberapa
terjemah hadist yang menjadi dasar dari perbedaan pendapat tersebut. Adapun
dalil-dalilnya yaitu :
1. Hadits
Rasulullah SAW yang berbunyi
لاَ صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَاُ بِفَا تِحَةٍ
الْكِتَبِ (رواه البخارى وسلم)
Artinya : Tidak sah shalat
orang yang tidak membaca Al-Fatihah ( H.R. Bukhori & Muslim)[4]
2. Hadits Rasulullah SAW
yang berbunyi
لَا
تُجْزِئُ صَلَاةٌ لَايَقْرَاُالرَّجُلَ فِيْهَا بِفَا تِحَةِ الْكِتَبِ (رواه
الدارقطئ)
Artinya : Shalat tidak cukup
( tidak sah), di mana orang tidakk membaca Fatihah ( Daruquhtni)[5]
Dilihat dari begitu
banyaknya dalil Hadist yang menyebabkan perbedaan dalam hukum membaca Surat
Al-Fatihah dalam Sholat. Untuk lebih jelasnya kami uraikan beberapa pendapat
Imam Madzhab di bawah ini
D. HUKUM MEMBACA AL-FATIHAH
DALAM SHOLAT JAMA’AH MENURUT FUQOHA (Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi)
Untuk lebih memperjelas
bagaimana perbedaan pendapat serta argumen dan dalil-dalil yang menjadi
pegangan Imam Mdzhab kami rinci sebagai berikut.
1. Madzhab Hanafi
Menurut pendapat mazhab ini
membaca di belakang imam baik al-fatihah atau surat yang lain hukumnya makruh
yang mendekati haram, baik di sholat jahr atau siri. dasar mereka adalah sabda
Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wasallam.
مَنْ
كَانَ لَهُ اِمَامُ فَقِرَاءَة ُاْلإِ مَامَ لَهُ قِرَاءَةٌ
Artinya : “barang siapa yang
mempunyai imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya.” (HR Ibnu Majjah dan
yang lainnya - Hadist Dho’if [lemah])[7]
Dari keterangan pendapat
Madzhab Imam Hanfi mengatakan bahwa siapa yang mempunyai imam maka bacaan imam
adalah bacaan baginya.Secara tidak langsung Makmum tidak boleh membaca apapun
di belakang imam.
2. Mazhab Syafi’i
Menurut Mazhad Syafi’i
Membaca al-fatihah adalah wajib hukumnya bagi setiap makmum di belakang
imam.kecuali pada sholat jahr, maka diam mendengarkan bacaan imam lebih wajib.
dasar meraka adalah hadist berikut :
لاَ
صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَاُ بِفَا تِحَةٍ الْكِتَبِ (رواه البخارى وسلم
Artinya : Tidak sah shalat
orang yang tidak membaca Al-Fatihah ( H.R. Bukhori & Muslim)
Dari keterangan pendapat
Madzhab Imam Syafi’i membaca Surat fatihah di belakang imam yang sholat siri (
Bacaannya Pelan) maka Wajib hukumnya membaca fatihah tetapi jika sholat jahr
maka lebih wajib mendengarkan Bacaan imam.
3. Madzhab Maliki
Menurut Pendapat Madzhab
Imam Maliki Membaca di belakang imam bagi makmum adalah sunnah hukumnya pada
sholat siri. dan pada sholat jahr maka makruh hukumnya.
Jadi menurut pendapat
madzhab ini membaca al-fatihah di belakang imam dalam sholat jhar hukumnya
makruh dan sunah pada sholat siri.
4. Madzhab Hambali
Sebagaimana pendapat madzhab
maliki, yaitu sunnah hukumnya membaca Al-fatehah di belakang imam pada sholat
siri dan dalam diamnya imam. Dan makruh hukumnya pada sholat jahr.
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : "Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat." (QS Al-A'raf : 204)
E. PENDAPAT IMAM
MAZHAB IHWAL HUKUM DOA QUNUT
Hanya saja, menjadi
perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai pada shalat apa saja doa qunut
dibaca. Berikut ini pendapat masing-masing imam mazhab.
Mazhab syafi’I
berpendapat bahwa hukum doa qunut dibaca di dalam shalat shubuh adalah sunnah.
Pendapat ini diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh Anas.Ia menyatakan
bahwa Rasulullah senantiasa membaca qunut shubuh hingga ia meninggal
dunia. Selain itu, diperkuat dengan
kebiasaan Umar bin Khaththab yang selalu baca doa qunut bersama para sahabat
lainnya. Selain shalat shubuh, menurut mazhab Syafi’I, shalat witir di bulan
Ramadhan pada paruh yang kedua juga disunnah hukumnya membaca doa qunut.
Mazhab Maliki
berpendapat hukum doa qunut di dalam
shalat adalah sunnah, tapi dengan suara tidak dinyaringkan alias pelan. Bagi
mazhab Maliki, hukum doa qunut dibaca dalam shalat witir tidak termasuk hal
yang sunnah. Malah mereka menghukuminya dengan makruh.
Mazhab Hanafi
memiliki pendapat yang berbeda dengan kedua pendapat di tas. Bagi mazhab
Hanafi, hukum baca doa qunut dibaca di dalam shalat adalah sunnah, tapi hanya
pada shalat witir saja. Tidak untuk shalat-shalat yang lain, kecuali pada saat
ada bencana. Itupun ada catatannya, hanya pada shalat-shalat yang bacaan
shalatnya dikeraskan.
Mazhab Hambali
hampir senada dengan mazhab Hanafi. Yaitu, hukum doa qunut dibaca di dalam
shalat adaah sunnah. Perbedaannya, hanya pada shalat witir yang satu rakaat
saja.
Pelaksaan Baca
Qunut
Para ulama juga
berpendapat mengenai di mana posisi doa qunut dibaca. Apakah sebelum ruku’
ataukan setelah ruku’ (I’tidal).
Menurut mazhab Hambali menetapkan bahwa
doa qunut dibaca sebelum ruku’.
Sedangkan para imam
mazhab yang lain lebih toleransi. Doa
qunut bisa dibaca sebelum ruku’ atau setelah ruku’ (I’tidal).Pendapat ini
diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan dari Humaid.Ia bertutur, Anas pernah
ditanya mengenai qunut di dalam shalat shubuh. Lalu ia menjawab, “kami dulu
membaca doa qunut sebelum dan sesudah ruku’.
Demikian hukum baca
doa qunut. Perbedaan pendapat di antara imam tidak menjadi masalah.Karena
mereka menilainya berdasarkan keilmuan mereka. Intinya tetap hukum doa qunut
adalah sunnah.
Dari semua pendapat Madzhab
diatas kita dapat menilai dan mengetahui pendapat mana yang lebih kuat dan
mendapat mana yang akan kita aplikasikan dalam ibadah sholat kita, semua itu
kembali pada masing-masing individu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN dan SARAN
Sholat adalah ibadah yang di
syari’atkan kepada umat Islam dengan atuaran dan syarat-syarat tertentu yang
mesti dipenuhi guna kesempurnaan, akantetapi dari beberapa syarat ( rukun )
sholat terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai wajib tidaknya rukun
tersebut dilakukan. Seperti perbedaan pendapat dalam hal hukum membaca fatihah
dan lainya dalam melaksanakan sholat
Hal demikian lumrah terjadi
mengingat begitu banyaknya dali-dali dan hadist-hadist. Serta begittu banyaknya
kaum intelektual Islam ( Mujtahid ). Akan tetapi dalam menyikapi perbedaan ini
kita sebagai kaum akademisi harus mampu menengahi masyarakat dalam perbedaan
pendapat ini.Jangan samapai perbedaaan masalah kecil mencadi penyebab
perpecahan umat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar