LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
TANGGUNGJAWABNYA
LEMBAGA PENDIDIKAN
FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL
TRIPUSAT PENDIDIKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir
Semester III
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Ihsan, M. Ag
oleh :
FAUZIYATUL WAFIROH 111653
SYA’RONI 111654
M. HARUN MUAFIQ 111655
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH / PAI
TAHUN 2012
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
TANGGUNGJAWABNYA
LEMBAGA PENDIDIKAN
FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL
TRIPUSAT PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan bagi kehidupan
manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa
pendidikan sama sekali, mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang
sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut
konsep pandangan hidup mereka.
Dalam
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional Bab II Pasal 2 dicantumkan tujuan pendidikan
nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Adapun menurut Islam tujuan pendidikan ialah
membentuk supaya manusia, cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta
menjauhi larangan-larangannya. Sehingga hidupnya bahagia lahir dan batin, dunia
maupun akhirat.
Berbagai petunjuk Al Qur’an maupun Sunnah yang menyangkut pendidikan pada umumnya menunjukkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah pendidikan moral (akhlak) dan pengembangan kecakapan atau keahlian. Pendidikan adalah sebuah penanaman modal manusia untuk masa depan dengan membekali generasi muda dengan budi pekerti yang luhur dan kecakapan yang tinggi.
Sedangkan pendidikan itu sendiri tidak hanya dapat dilakukan di lingkungan keluarga saja, melainkan di tiga lingkungan pendidikan yaitu; lingkungan pendidikam keluarga (pendidikan informal), sekolah (pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan non formal). Jadi baik buruknya akhlak seseorang dan tinggi rendahnya kecakapan atu keahlian seseorang dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut, yang mana ketiga lingkungan tersebut terkenal dengan istilah Tri Pusat Pendidikan.
Berbagai petunjuk Al Qur’an maupun Sunnah yang menyangkut pendidikan pada umumnya menunjukkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah pendidikan moral (akhlak) dan pengembangan kecakapan atau keahlian. Pendidikan adalah sebuah penanaman modal manusia untuk masa depan dengan membekali generasi muda dengan budi pekerti yang luhur dan kecakapan yang tinggi.
Sedangkan pendidikan itu sendiri tidak hanya dapat dilakukan di lingkungan keluarga saja, melainkan di tiga lingkungan pendidikan yaitu; lingkungan pendidikam keluarga (pendidikan informal), sekolah (pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan non formal). Jadi baik buruknya akhlak seseorang dan tinggi rendahnya kecakapan atu keahlian seseorang dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut, yang mana ketiga lingkungan tersebut terkenal dengan istilah Tri Pusat Pendidikan.
II. Rumusan Masalah
1.
Apakah Pengertian Lembaga pendidikan dan apa
tanggungjawabnya ?
2.
Apakah yang dinamakan Pendidikan Formal, non
formal dan informal ?
3.
Bagaimana konsep Tripusat Pendidikan ?
III. PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
LEMBAGA PENDIDIKAN, FUNGSI DAN TANGGUNGJAWABNYA
Lembaga pendidikan
adalah suatu badan yang berusaha mengelola dan menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan, penelitian keterampilan dan
keahlian. Begitu pula dalam hal pendidikan intelektual, spiritual, serta keahlian/
keterampilan. Sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin
dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-parasarana, data, dan
lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Bentuk Lembaga Pendidikan ada 3 macam, yaitu :
- Lembaga pendidikan keluarga,
- Lembaga pendidikan sekolah,
- Lembaga pendidikan masyarakat.
1.
LEMBAGA
PENDIDIKAN KELUARGA
a. Pengertian
Keluarga merupakan lembaga/lingkungan pertama
dan utama yang dikenal anak, hal ini disebabkan karena kedua orang tuanyalah
orang yang pertama dikenal anak. Sehingga pendidikan, bimbingan, perhatian, dan
kasih sayang yang pertama dirasakan anak adalah dari keluarga .
Lembaga pendidikan keluarga memberikan
pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi
anak. Kehadiaran anak di dunia ini disebabkan hubungan kedua orang tua, maka
mereka yang harus bertanggung jawab terhadap anak.
Seorang anak di lahirkan dalam keadaan tidak
berdaya dan dalam keadaan ketergantungan dengan orang lain tidak mampu berbuat
apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya sediri ia dilahirkan dalam keadaan
suci bagaikan kertas putih yang kosong sesuai dengan sabda Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa salam yang artinya:
“Tidaklah
setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua
orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Seperti hewan yang melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat
darinya buntung (pada telinga)?” (HR.Al-Imam
Al-bukhari dalam kitabul jana’iz no.1358,1359,1385)
Dengan demikian terserah kepada orang tua untuk
memberikan corak warna yang dihendaki terhadap anaknya. kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa kehidupan seorang anak pada saat itu benar-benar tergantung
pada orang tuanya. Orang adalah tempat menggantungkan diri bagi anak secara
wajar. Oleh karena itu menurut ajaran islam untuk terbinanya situasi keluarga
sakinah yang bernuansa islami hendaklah menjadikan kriteria agama menjadi
kriteria utama.
Untuk mendukung terjalinnya proses tersebut di perlukan keberadaan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Kegagalan pendidikan di rumah tangga akan berdampak cukup besar pada proses pendidikan anak karena Allah SWT telah berfirman :
Untuk mendukung terjalinnya proses tersebut di perlukan keberadaan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Kegagalan pendidikan di rumah tangga akan berdampak cukup besar pada proses pendidikan anak karena Allah SWT telah berfirman :
يايهاالذين
امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا
“Hai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (At-Tahrim: 6)
Barang siapa yang menelantarkan anak dari
pendidikan (agama) yang akan bermanfaat baginya, serta membiarkannya hidup
sia-sia tanpa guna, ia telah melakukan kesalahan yang fatal. Karena, kerusakan
yang terjadi pada kebanyakan anak berasal dari orang tua dan ketidakpedulian
mereka atas pendidikan anak mereka.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata didalam Tuhfatul Maulud fi Ahkamil Maulud hal 146-147:
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata didalam Tuhfatul Maulud fi Ahkamil Maulud hal 146-147:
“Betapa
banyak orang tua yang menyengsarakan anak dan buah hatinya, yakni dengan
menelantarkannya, tidak mendidiknya dengan baik, bahkan membantunya untuk
melampiaskan syahwatnya. Mereka mengira telah memuliakannya, padahal justru
mencampakannya dalam kubangan lumpur kehinaan. Mereka mengira telah
menyayanginya, padahal telah berbuat aniaya terhadapnya. Oleh karena itu, ia
tidak dapat merasakan manfaat apapun dengan kehadiran anak. Ia pun tidak
mendapatkan bagian anaknya di dunia dan di akhirat. Jika anda menganggap
kerusakan itu terletak pada diri anak-anak, maka anda pun dapat melihat bahwa
sebagian besar kerusakan yang dilakukan tersebut sejatinya berpangkal dari
kedua orang tuanya”.
Sebagai orang tua seharusnya senantiasa
mengikuti dan mengawasi kondisi anak-anak walaupun sudah dewasa. Seharusnya
orang tua tetap mengawasi kondisi anak-anaknya, mengikuti perkembangan mereka.
Melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada keduanya terhadap mereka, berupa
memberi nasehat, petunjuk, peringatan, anjuran berbuat baik, dan menghindari
kejelekan. Baik kepada anak yang masih kecil maupun yang sudah besar.
Oleh karena itu, perlu disadari oleh setiap keluarga (orang tua) bahwa tugas dan tanggung jawab mereka mendidik anak, tidak selesai dengan menyerahkan anak kepada lembaga pendidikan, baik sekolah maupun pesantren. Sebab tanggung jawab utama mendidik anak tetap ada pada keluarga. LP lainnya hanya bersifat membantu melaksanakan tanggung jawab tersebut.
Orang tua bertanggung jawab memperhatikan pendidikan anak terutama ketika anak tidak berada dibawah tanggung jawab lembaga pendidikan tertentu. Akan lebih bagus lagi jika orang tua tetap memperhatikan perkembangan anaknya walaupun anak itu sedang dididik di sekolah atau pesantren.
Oleh karena itu, perlu disadari oleh setiap keluarga (orang tua) bahwa tugas dan tanggung jawab mereka mendidik anak, tidak selesai dengan menyerahkan anak kepada lembaga pendidikan, baik sekolah maupun pesantren. Sebab tanggung jawab utama mendidik anak tetap ada pada keluarga. LP lainnya hanya bersifat membantu melaksanakan tanggung jawab tersebut.
Orang tua bertanggung jawab memperhatikan pendidikan anak terutama ketika anak tidak berada dibawah tanggung jawab lembaga pendidikan tertentu. Akan lebih bagus lagi jika orang tua tetap memperhatikan perkembangan anaknya walaupun anak itu sedang dididik di sekolah atau pesantren.
Sebagai transmisi pertama dan utama dalam
pendidikan, keluarga memiliki tugas utama dalam peletakan dasar bagi pendidikan
akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Dikatakan pertama karena keluarga adalah
tempat dimana anak pertama kali mendapat pendidikan. Sedangkan dikatakan utama
karena hampir semua pendidikan awal yang diterima anak adalah dalam keluarga.
Karena itu, keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat
informal dan kodrati.[1]
Lahirnya keluarga sebagai pendidikan sejak
manusia itu ada. Ayah dan ibu sebagai pendidik, dan anak sebagai terdidik.
Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak berikutnya,
agar anak dapat berkembang secara baik.
b. Fungsi dan peranan Pendidikan Keluarga
1)
Pengalaman Pertama Masa Kanak-Kanak
Pengalaman ini
merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya
dalam perkembangan pribadinya. Kehidupan keluarga sangat penting, sebab
pengalaman masa kanak-kanak akan memberi warna pada perkembangan selanjutnya.
2)
Menjamin Kehidupan Emosional Anak
Ada 3 hal yang menjadi pokok dalam pembentukan
emosional anak, adalah :
a)
Pemberian perhatian yang tinggi terhadap anak,
misalnya dengan menuruti kemauannya, mengontrol kelakuannya, dan memberikan
rasa perhatian yang lebih.
b)
Pencurahan rasa cinta dan kasih sayang, yaitu
dengan berucap lemah lembut, berbuat yang menyenangkan dan selalu berusaha
menyelipkan nilai pendidikan pada semua tingkah laku kita.
c)
Memberikan contoh kebiasaan hidup yang
bermanfaat bagi anak, yang diharapkan akan menumbuhkan sikap kemandirian anak
dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari.
3)
Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Seperti pepatah
“Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Anak akan selalu berusaha menirukan dan mencontoh
perbuatan orang tuanya. Karenanya, orang tua harus mampu menjadi suri tauladan
yang baik. Misalnya dengan dengan mengajarkan tutur kata dan perilaku yang baik
bagi anak-anaknya.
4)
Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Keluarga
sebagai komunitas terkecil dalam kehidupan sosial merupakan satu tempat awal
bagi anak dalam mengenal nilai-nilai sosial. Di dalam keluarga, akan terjadi
contoh kecil pendidikan sosial bagi anak. Orang tua sebagai teladan, sudah
semestinya memberikan contoh yang baik bagi anak-anak. Misalnya memberikan
pertolongan bagi anggota keluarga yang lain, menjaga kebersihan dan keindahan
dalam lingkungan sekitar.
5)
Peletakkan Dasar-dasar Keagamaan
Masa
kanak-kanak adalah masa paling baik dalam usaha menanamkan nilai dasar
keagamaan. Kehidupan keluarga yang penuh dengan suasana keagamaan akan
memberikan pengaruh besar kepada anak. Kebiasaan orang tua mengucapkan salam
ketika akan masuk rumah merupakan contoh langkah bijaksana dalam upaya
penanaman dasar religius anak.
c. Tanggung Jawab Keluarga
1)
Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang
menjiwai hubungan orang tua dan anak. Hubungan yang tidak didasari cinta kasih
akan menimbulkan beberapa sifat negatif bagi perkembangan anak. Begitu pula,
tidak cukupnya kebutuhan anak akan kasih sayang akan membuat anak selalu merasa
tertekan dan ragu dalam menjalani kehidupan selanjutnya.
2)
Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai
konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Usia anak yang masih
dini akan cukup membantu orang tua dalam penanaman sikap-sikap hidup. Rasa
ingin tahu anak akan menghasilkan pengetahuan yang asli dan berakar bagi anak.
Keluarga harus mampu menggunakan masa ini untuk betul-betul membentuk
kepribadian awal anak sebagai anggota keluarga.
3)
Tanggung jawab sosial adalah bagian dari
keluarga pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan
negara. Masyarakat yang sejahtera dibentuk dari keluarga-keluarga yang
sejahtera pula. Keluarga merupakan awal perubahan dalam kehidupan
bermasyarakat, karena itu keluarga mempunyai tanggung jawab membentuk
masyarakat yang sejahtera.
4)
Memelihara dan membesarkan anaknya. Ikatan
darah dan batin antara orang tua dan anak akan memberikan dorongan alami bagi
orang tua untuk betul-betul mendidik anak menjadi apa yang mereka inginkan.
5)
Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga
bila ia telah dewasa akan mampu mandiri.[2]
2. LEMBAGA PENDIDIKAN SEKOLAH
a. Pengertian
Keluarga (orang
tua) merupakan pihak pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak. Sebab orang tualah yang membuat dan melahirkan anak. Selain
itu kesuksesan anak adalah kesuksesan orang tua juga, dan sebaliknya kegagalan
anak adalah kegagalan orang tua juga.
Namun tatkala dihadapkan dengan ralita keterbatasan ilmu, kemampuan dan kesempatan yang dimiliki oleh orang tua, mereka menyerahkan tanggung jawab tarbiyah dan pendidikan tersebut kepada lembaga-lembaga tarbiyah yang tersedia, atau kepada para pendidik seperti ustadz dan ustadzah yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab pendidikan.
Namun tatkala dihadapkan dengan ralita keterbatasan ilmu, kemampuan dan kesempatan yang dimiliki oleh orang tua, mereka menyerahkan tanggung jawab tarbiyah dan pendidikan tersebut kepada lembaga-lembaga tarbiyah yang tersedia, atau kepada para pendidik seperti ustadz dan ustadzah yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab pendidikan.
Sekolah
memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah
merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak.
Anak mengalami perubahan dalam perilaku sosialnya setelah ia masuk ke sekolah.
Di rumah ia hanya bergaul dengan anggota keluarga yang terbatas jumlahnya,
terutama dengan anggota keluarga dan anak-anak tetangga. Suasana dirumah
bercorak informal dan banyak tindakan yang diizinkan menurut suasana di rumah.
Anak itu mengalami suasana yang berbeda di sekolah. Ia bukan lagi anak istimewa
yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah seorang di
antara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Dengan suasana kelas demikian,
anak itu melihat dirinya sebagai salah seorang di antara anak-anak lainnya.
Jadi di sekolah
anak itu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru yang
memperluas keterampilan sosialnya. Ia juga berkenalan dengan anak yang berbagai
ragam latar belakang dan belajar untuk menjalankan peranannya dalam struktur
sosial yang dihadapinya di sekolah. Dalam perkembangan fisik dan psikologis
anak, selanjutnya anak memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan
sosialnya dengan anak-anak lain yang berbeda status sosial, kesukuan, agama,
jenis kelamin dan kepribadiannya. Lambat laun ia membebaskan diri dari ikatan
rumah tangga untuk mencapai kedewasaan dalam hubungan sosialnya dengan
masyarakat luas.
Sekolah sebagai wahana
pendidikan ini, menjadi produsen penghasil individu yang berkemampuan secara
intelektual dan skill. Karenanya, sekolah perlu dirancang dan dikelola dengan
baik. Karakteristik proses pendidikan di sekolah, antara lain :
a)
Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas
jenis jenjang yang memiliki hubungan hierarkis.
b)
Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan
relatif homogen
c)
Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan
program pendidikan yang harus diselesaikan
d)
Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat
akademis dan umum
e)
Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan
sebagai jawaban kebutuhan di masa yang akan datang.
Sekolah lahir
dan berkembang secara efektif dan efisien dari, oleh dan untuk masyarakat.
Sekolah berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik
warga negara.
b. Fungsi dan Peranan Sekolah
1)
Fungsi Lembaga Sekolah
a)
Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan
pengetahuan anak didik
b)
Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan
pengajaran
c)
Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program
yang tertentu dan sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan
memberikan efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.
d)
Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu
menjadi makhluk sosial yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.
e)
Konservasi dan transmisi kultural, yaitu
pemeliharaan warisan budaya. Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian
budaya pada anak didik selaku generasi muda.
f)
Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah
menjadi tempat anak untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak
sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat.
2)
Peranan Lembaga Sekolah
a)
Tempat anak didik belajar bergaul, baik
sesamanya, dengan guru dan dengan karyawan.
b)
Tempat anak didik belajar mentaati peraturan
sekolah.
c)
Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota
masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan agama.
c. Tanggung Jawab Sekolah
1)
Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan
fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.
2)
Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk,
isi, tujuan dan tingkat pendidikan.
3)
Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab
profesional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini
berdasarkan ketentuan jabatannya.
d. Sifat-sifat Lembaga Pendidikan Sekolah
1)
Tumbuh sesudah keluarga (pendidikan kedua),
maksudnya sekolah memikul tanggung jawab dari keluarga untuk mendidik anak-anak
mereka.
2)
Lembaga Pendidikan Formal, dalam arti memiliki
program yang jelas, teratur dan resmi.
3)
Lembaga pendidikan tidak bersifat kodrati.
Maksudnya hubungan antara guru dan murid bersifat dinas, bukan sebagai hubungan
darah.
e. Macam-macam Sekolah
1)
Ditinjau dari Segi yang Mengusahakan
a)
Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diusahakan
oleh pemerintah, baik segi fasilitas, keuangan maupun tenaga pengajar.
b)
Sekolah swasta, yaitu sekolah yang diusahakan
oleh badan-badan swasta. Terdiri atas 4 status yakni : Disamakan, Diakui,
Terdaftar dan Tercatat.
2)
Ditinjau dari Tingkatan
a)
Pendidikan Pra Sekolah, yaitu pendidikan
sebelum Sekolah Dasar.
b)
Pendidikan Dasar, yaitu : Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah dan SLTP/ MTs.
c)
Pendidikan Menengah, yaitu : SLTA &
Kejuruan atau Madrasah Aliyah.
d)
Pendidikan Tinggi, yaitu : Akademi, Institut,
Sekolah Tinggi atau Universitas.
3)
Ditinjau dari sifatnya
a)
Sekolah Umum, yaitu sekolah yang belum
mempersiapkan anak dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu. Misalnya
: SD, SLTP dan SLTA.
b)
Sekolah Kejuruan, yakni lembaga pendidikan
sekolah yang mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian-keahlian tertentu.
Misalnya : SMEA, MAK, SMK dan STM.
f. Sumbangsih Khas Sekolah Sebagai Lembaga
Pendidikan
1)
Sekolah Melaksanakan tugas mendidik maupun
mengajar anak, serta memperbaiki, memperluas tingkah laku si anak didik.
2)
Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik
menerima dan memiliki kebudayaan bangsa
3)
Sekolah membantu anak didik mengembangkan
kemampuan intelektual dan keterampilan kerja.
3. LEMBAGA PENDIDIKAN MASYARAKAT
a. Pengertian
Masyarakat
sebagai lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi
seseorang. Dalam hal ini, masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya ikut
serta menyelenggarakan pendidikan, membantu pengadaan tenaga dan biaya, sarana
prasarana dan menyediakan lapangan kerja. Karenanya, partisipasi masyarakat
membantu pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa yang sangat
diharapkan.[3].
Dalam fungsinya sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sementara
berhubungan dan memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu tidak mungkin
bisa hidup secara layak tanpa berintraksi dengan lingkungan masyarakat dimana
mereka berbeda.
Pendidikan anak
ternyata tak sebatas dalam lingkup keluarganya dan sekolah semata. Ketika
kematangan sosial anak terus bertambah, bertambah pula ruang lingkupnya. Teman
menjadi satu kebutuhan tersendiri bagi si anak. Teman bermain, teman belajar di
sekolah, suatu saat menjadi bagian hidup seorang anak.
Pada saat itulah, orang tua harus menyadari betapa pentingnya pengawasan mereka terhadap anak-anak. Mengarahkan anak-anak serta memilihkan teman yang baik untuk mereka, menjadi kewajiban bagi setiap orang tua yang menghendaki keselamatan anak-anaknya. Tidak jarang terjadi, orang tua yang telah berusaha menanamkan budi pekerti yang baik pada anak-anaknya di tengah keluarganya, mendapati anaknya menjadi seorang yang bengal dan rusak, akibat salah bergaul dengan teman-temannya. Ini tidaklah mengherankan, karena bagaimanapun teman akan memberikan pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam memperingatkan hal ini dalam ucapan beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah yang artinya :
Pada saat itulah, orang tua harus menyadari betapa pentingnya pengawasan mereka terhadap anak-anak. Mengarahkan anak-anak serta memilihkan teman yang baik untuk mereka, menjadi kewajiban bagi setiap orang tua yang menghendaki keselamatan anak-anaknya. Tidak jarang terjadi, orang tua yang telah berusaha menanamkan budi pekerti yang baik pada anak-anaknya di tengah keluarganya, mendapati anaknya menjadi seorang yang bengal dan rusak, akibat salah bergaul dengan teman-temannya. Ini tidaklah mengherankan, karena bagaimanapun teman akan memberikan pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam memperingatkan hal ini dalam ucapan beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah yang artinya :
“Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah
setiap kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.” (HR. Abu Dawud no. 4833)
b. Bentuk lembaga pendidikan masyarakat
Bentuk-bentuk lembaga
pendidikan masyarakat bisa berupa kursus, pesantren, kejar paket A, pelatihan
kerja, majlis ta’lim, karang taruna, media massa, pergaulan dalam masyarakat
dan lain-lain.
c. Ciri-ciri Pendidikan dalam masyarakat
1)
Diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
2)
Peserta umumnya mereka yang tidak bersekolah
atau drop out
3)
Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan
untuk jangka waktu pendek
4)
Peserta tidak perlu homogen
5)
Ada waktu belajar dan metode formal, serta
evaluasi yang sistematis
6)
Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
7)
Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai
jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf hidup
d. Beberapa Istilah Jalur Pendidikan Luar
Sekolah
1)
Pendidikan Sosial, yaitu proses yang diusahakan
dengan sengaja di dalam masyarakat untuk mendidik individu & lingkungan
sosial, supaya bebas dan bertanggung jawab.
2)
Pendidikan Masyarakat, merupakan pendidikan
yang ditujukan kepada orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas umur
tertinggi kewajiban belajar dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem
persekolahan resmi.
3)
Pendidikan Rakyat adalah tindakan-tindakan atau
pengaruh yang terkadang mengenai seluruh rakyat.
4)
Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang
dilakukan di luar sistem persekolahan biasa.
5)
Mass Education adalah pendidikan yang ditujukan
kepada orang dewasa di luar lingkungan sekolah
6)
Adult Education adalah pendidikan untuk orang
dewasa yang mengambil umur batas tertinggi dari masa kewajiban belajar.
7)
Extension Education adalah suatu bentuk dari
adult education, yaitu pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah biasa,
yang khusus dikelola oleh Perguruan Tinggi untuk menyahuti hasrat masyarakat
yang ingin masuk dunia Universitas, misalnya Univ. Terbuka
8)
Fundamental Education ialah pendidikan yang
bertujuan membantu masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi, agar
mereka dapat menempati posisi yang layak
e. Sasaran dan Program Pendidikan Jalur Luar
Sekolah
1)
Para buruh dan Petani
Para buruh dan
Petani kebanyakan berpendidikan rendah atau bahkan tidak sama sekali.
Pendidikan yang diberikan adalah pendidikan yang mampu menolong meningkatkan
produktifitas dengan mengajarkan keterampilan dan metode baru, yang mendidik
mereka agar bisa memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan kepala keluarga
serta mampu menggunakan waktu secara efektif.
2)
Para Remaja Putus Sekolah
Golongan remaja
yang menganggur memerlukan pendidikan yang menarik, merangsang dan relevan
dengan kebutuhan hidupnya.
3)
Para Pekerja yang Berketerampilan
Agar mampu
menghadang berbagai tantangan masa depan, maka program pendidikan yang
diberikan kepada mereka hendaknya yang bersifat kejuruan dan teknik. Dengan
tujuan dapat menyelamatkan mereka dari bahaya keuangan, pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki serta membuka jalan bagi mereka untuk naik ke
jenjang hidup yang lebih baik.
4)
Golongan Teknisi dan Profesional
Mereka memegang
peranan penting dalam kemajuan masyarakat. Karenanya, peran mereka harus
dioptimalkan dengan memperbaharui dan menambah pengetahuan serta
keterampilannya.
5)
Para Pemimpin Masyarakat
Termasuk di
dalamnya para pemimpin politisi, agama, sosial dan sebagainya. Mereka dituntut
mampu mengaplikasikan berbagai pengetahuan mereka dan berusaha untuk memperbaharui
sikap dan gagasan yang sesuai dengan kemajuan dan pembangunan.
6)
Anggota Masyarakat yang Sudah Tua
Akibat
perkembangan zaman, banyak ilmu pengetahuan yang tidak mereka dapatkan. Karena
itu pendidikan merupakan kesempatan yang berharga bagi mereka.
B.
LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL
1. Pendidikan Formal
Pendidikan
formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang,
dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf
denganya; termasuk ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis
dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan
dalam waktu yang terus menerus
Pendidikan formal yang
sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan yang
telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih
difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat.
Mengenyam pendidikan pada
institusi pendidikan formal yang
diakui oleh lembaga pendidikan Negara
adalah sesuatu yang wajib dilakukan di
Indonesia Mulai dari anak tukang sapu jalan, anak
tukang dagang martabak mesir, anak tukang jamret,
anak pak tani, anak bisnismen, anak pejabat
tinggi Negara, dan sebagainya harus bersekolah,
minimal 9 tahun lamanya hingga lulus SMP.
Jalur formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan jenis
pendidikan:
a. umum
b. Kejuruan
c. Akademik
d. profesi
e. Advokasi
f. keagamaan.
Pendidikan formal dapat coraknya diwujudkan dalam
bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat),
pemerintah daerah dan masyarakat
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk lembaga sekolah dasar (SD) dan
madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah
menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain
yang sederajad.
Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia
0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan
prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur formal (TK, atau Raudatul Athfal), sedangkan
dalam nonformal bisa dalam bentuk ( TPQ, kelompok bermain, taman/panti
penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan
Sedangkan Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan
pendidikan dasar terdiri atas, pendidikan umum dan pendidikan kejuruan yang
berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah
kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang
sederajad.
Yang terakhir adalah pendidikan tinggi yang merupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, pendidikan ini mencakup program
pendidikan
a. Diploma
b. Sarjana
c. Magister
d. Doktor,
Perguruan tinggi memiliki beberapa bentuk
a. Akademi
b. Politeknik
c. Sekolah tinggi
d. Institut atau universitas
yang secara umum lembaga-lembaga tinggi ini dibentuk dan
diformat untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada
masyarakat, serta menyelenggarakan program akademik, profesi dan advokasi.
Semua lembaga formal di atas diberi hak dan wewenang oleh
pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang
telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut,. Khusus bagi perguruan tinggi
yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang
diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor
honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan
dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni
Untuk menagulangi permasalahan yang
cukup aktual dan meresahkan masyarakat saat ini, seperti pemberian gelar-gelar
instan, pembuatan skripsi atau tesis palsu, ijazah palsu dan lain-lain,
pemerintah telah mengatur dan mengancam sebagai tindak pidana dengan sanksi
yang juga telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan
Pidana, pasal 67-71).
2. Pendidikan Non Formal
Pendidikan
non formal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar
(sengaja) dilakukan tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan
yang tetap/ tidak terikat oleh jenjang pendidikan __seperti pendidikan formal
di sekolah.
Pendidikan
non formal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fisik sekolah. Maka
dari itu dapat diidentikkan dengan pendidikan luar sekolah.
Sasaran
pokok pendidikan non formal adalah anggota masyarakat. Program-programnya
dibuat sedemikian rupa agar bersifat luwes tetapi lugas dan tetap menarik minat
para konsumen pendidikan.
Berdasarkan
penelitian di lapangan, pendidikan non formal sangat dibutuhkan oleh anggota
masyarakat yang belum sempat mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan
formal karena sudah lewat umur atau terpaksa putus sekolah karena suatu hal.
Tujuan
terpenting dari pendidikan non formal adalah program-program yang ditawarkan
kepada masyarakat harus sejalan dan terintegrasi dengan program-program
pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.[4]
Pendidikan
non formal juga berarti suatu kegiatan pendidikan di luar keluarga dan di luar
sekolah yang kegiatan-kegiatannya ditujukan kepada :
a.
Anak-anak
yang belum pernah sekolah.
b.
Anak-anak yang meninggalkan pendidikan SD/ SLTP dan tidak
meneruskan sekolah lagi (di bawah umur 18 tahun).
c.
Orang-orang
dewasa (adult education)
d.
Anak-anak
di bawah umur 18 tahun yang memerlukan re-edukasi.
e.
Orang-orang
dewasa yang memerlukan re-edukasi.
f.
Masyarakat
sebagai satu lingkungan budaya (comunity education).
Macam-macam
pendidikan itu dapat dikelompokkan sebagai program kegiatan pendidikan luar
sekolah yang terorganisir yaitu :
1. Pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang ditujukan kepada orang
dewasa, termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar, dan
dilakukan di luar lingkungan dan sistem pengajaran sekolah biasa.
2. Pendidikan kemasyarakatan adalah konfirmasi antara kedewasaan yang
diwakili pendidik dan kebelum dewasaan yang diwakili oleh anak didik yang
berdiri sendiri. Atau dikatakan sebagai pendidikan yang meliputi bagian
pendidikan yang mempersiapkan anak-anak untuk tugasnya sebagai penghasil dan
sebagai pemakai.
3. Pendidikan rakyat adalah tindakan-tindakan pendidikan atau pengaruh
yang kadang-kadang mengenai seluruh rakyat, tetapi biasanya khusus mengenai
rakyat lapisan bawah.
4. Mass Education adalah
pendidikan yang diberikanke orang dewasa di luar sekolah, yang bertujuan
memberikan kecakapan baca tulis dan pengetahuan umum untuk dapat mengikuti
perkembangan dan kebutuhan hidup sekelilingnya. Dalam hal ini termasuk pula
latihan-latihan untuk mendidik calon pemimpin yang akan mempelopori pelaksanaan
usahanya di dalam masyarakat.
5. Adult education (pendidikan
orang dewasa) adalah usaha atau kegiatan yang pada umumnya dilakukan dengan
kemauan sendiri (bukan dipaksa dari atas) oleh orang dewasa, termasuk pemuda di
luar batas tertinggi masa kewajiban belajar dan dilangsungkan di luar
lingkungan sekolah biasa.
6. Extention education
adalah kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah biasa,
diselenggarakan oleh perguruan-perguruan tinggi untuk mengimbangi hasrat
masyarakat yang ingin menjadi peserta aktif dlm pergolakan jaman.
7. Fundamental education adalah
menolong masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi agar dengan demikian
mereka dapat menduduki tempat yang layak dalam dunia modern.
Sedangkan
perjalanan kegiatan pendidikan non formal yang dilakukan di luar sekolah dan di
luar keluarga itu berbentuk antara lain : kepanduan (pramuka),
perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi, perkumpulan olah raga dan kesenian,
perkumpulan-perkumpulan sementara, perkumpulan-perkumpulan perekonomian,
perkumpulan-perkumpulan keagamaan dan lain sebagainya.[5]
Di
kalangan masyarakat, program-program pendidikan non formal sering
dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh dinas pendidikan masyarakat, tim
penggerak pembinaan kesejahteraan keluarga (tim penggerak PKK), pada tingkat
kelurahan dibina oleh para lurah/ kepala desa. Di luar itu
organisasi-organisasi wanita seperti dharma wanita dalam program bakti sosial
kepada masyarakat acapkali melaksanakan program-program dalam bentuk paket
program pendidikan non formal.[6]
3. Pendidikan Informal
Pendidikan
informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman
dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir
sampai ke liang kubur di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam
lingkungan pekerjaan sehari-hari. Contoh pengemudi becak. Bagi pengemudi becak,
jelas tidak ada pendidikan formalnya. Jika seseorang pertama kali mencoba
mengemudi (mengendalikan becak), ia akan menemui kesulitan. Kalaupun ada
temannya yang baik hati, ia pun akan mengatakan lebih kurang cara memegang
kemudi begini. Seterusnya sikap calon pengemudi becak itu akan akan berjalan
sendiri menjalankan becak di satu tanah lapang atau di jalan yang lengang.
Berdasarkan naluri dan pengalaman yang didapat dari kegiatan sehari-hari, ia
merasakan lebih mantab mengendalikan becak. Atas dasar ini sebenarnya abang
becak tadi telah mendapat pendidikan informal dalam mengemudikan becak.
Contoh
lain adalah calon tukang sado (delman), yang tentu tidak ada sekolah pengemudi
sado, dokar atau delman. Mereka akan mendapatkan pendidikan informal berkat
ketajaman naluri keberanian bertindak dan ketekunan dalam kegiatan sehari-hari
sebagai tukang sado. Hanya akan terjadi perbedaan antara tukang sado dengan
tukang becak yaitu kalau tukang sado dengan menghadapi makhluk bernyawa seperti
kuda, lebih dahulu ia harus mengadakan pendekatan batin dengan kuda sebagai
patnernya. Kontak batin dengan kudanya itulah maka ia akan mendapatkan
nilai-nilai pendidikan informal yang sangat membantu kehidupannya sehari-hari.
Singkat kata, dari pengalaman-pengalaman dalam aktifitas sehari-hari itulah
tukang sado akan mereguk esensi pendidikan informal dalam sektor persadoan.[7]
Akhirnya
dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan dimulai dari persiapan
pendidikan (sebelum anak lahir), kemudian dilakukan pendidikan informal dalam
keluarga (setelah anak lahir) oleh orang tua, pada masanya anak memasuki
pendidikan formal di sekolah dan selebihnya kegiatan pendidikan berjalan di
luar keluarga dan sekolah yaitu dalam masyarakat, sehingga dengan demikian
mengingatkan kita bahwa pada dasarnya manusia itu hendaknya memperoleh
pendidikan selama hidupnya. Inilah yaitu mungkin dikenal dengan asas baru dalam
dunia pendidikan sebagai “Pendidikan Seumur Hidup” (life long
education) yang di negara Canada dikenal dengan “Life Long Learning”
dan di Amerika dikenal dengan “Continuing Education”.
C . Tri Pusat Pendidikan
1. Pengertian Tri Pusat Pendidikan
Tri Pusat Pendidikan adalah tiga
pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Hal itu juga dikemukakan oleh para tokoh pendidikan, hanya saja ada perbedaan dalam menentukan ketiga pusat pendidikan tersebut, diantaranya : Menurut Dr. M.J Langeveld mengemukakan tiga macam lembaga pendidikan yaitu :
Hal itu juga dikemukakan oleh para tokoh pendidikan, hanya saja ada perbedaan dalam menentukan ketiga pusat pendidikan tersebut, diantaranya : Menurut Dr. M.J Langeveld mengemukakan tiga macam lembaga pendidikan yaitu :
a.
Keluarga
b.
Negara
c.
Gereja.[8]
Menurut Ki Hajar Dewantoro
mengemukakan system Tri Centra dengan menyatakan :
“Didalam hidupnya anak- anak ada tiga tempat
pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu alam
keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda”.[9]
Dari kedua pendapat tersebut itu,
kini lahir istilah Tri Pusat Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003, yang
meliputi :
a)
Pendidikan keluarga
b)
Pendidikan sekolah
c)
Pendidikan masyarakat
Yang mana tiga tempat pergaulan atau lembaga
pendidikan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk
kepribadian serta tingkah laku anak. Secara rinci pengertian dari masing –
masing pusat pendidikan tersebut adalah sebagai berikut :
a)
Pendidikan
keluarga
Keluarga adalah
lembaga sosial yang terbentuk setelah adanya suatu perkawinan. Keluarga
mempunyai otonom melaksanakan pendidikan, orang tua mau tidak mau, berkeahlian
atau tidak, berkewajiban secara kodrati untuk menyelenggarakan pendidikan
terhadap anak – anaknya.
Pendidikan yang terjadi
di lingkungan keluarga berlangsung secara alamiah dan wajar sehingga disebut
pendidikan informal yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari – hari
dengan sadar atau tidak yang mana kegiatan pendidikannya dilaksanakan tanpa
suatu organisasi yang ketat dan tanpa adanya program waktu.
Menurut Ki
Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya
untuk melakukan pendidikan individu maupun sosial. Oleh karena itu keluarga
adalah tempat pendidikan yang sempurna untuk melangsungkan pendidikan kearah
pembentukan pribadi yang utuh.[10]
b)
Pendidikan
sekolah
Sekolah sebagai
lembaga pendidikan telah ada sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pada zaman
Yunani kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa yunani “Schola” yang berarti
waktu menganggur atau waktu senggang. [11]
Bangsa Yunani
kuno mempunyai kebiasaan berdiskusi guna menambah ilmu dan mencerdaskan akal.
Lambat laun usaha diselenggarakan secara teratur dan berencana (secara formal)
sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang
bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.[12]
Sekolah sebagai
pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang diserahi kewajiban
pemberian pendidikan dengan organisasi yang tersusun rapi, mulai dari tujuan,
penjejangan, kurikulum, administrasi dan pengelolaannya.
Sekolah sebagai
lembaga pendidikan sebenarnya ada banyak ragamnya, dan hal ini tergantung dari
segi mana melihatnya.
1)
Ditinjau dari segi mana yang mengusahakan :
Sekolah Negeri, yaitu sekolah
yang diusahakan oleh pemerintah baik dari segi pengadaan fasilitas, keuangan
maupun pengadaan tenaga pengajar.
Sekolah Swasta, yaitu sekolah yang diusahakan oleh selain pemerintah, yaitu badan – badan swasta.
Sekolah Swasta, yaitu sekolah yang diusahakan oleh selain pemerintah, yaitu badan – badan swasta.
2)
Ditinjau dari sudut tingkatan :
Pendidikan Pra Sekolah, yaitu pendidikan yang
diperuntukkan bagi anak sebelum memasuki pendidikan dasar.
Pendidikan Dasar, yaitu meliputi :
a)
Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah
b)
SMP/ MTs
Pendidikan
Menengah, yaitu meliputi :
a)
SMU dan Kejuruan
b)
Madrasah Aliyah
Pendidikan
Tinggi, yang meliputi :
a)
Akademi
b)
Institut
c)
Sekolah Tinggi
d)
Universitas
3)
Ditinjau dari sifatnya :
Sekolah Umum, yaitu sekolah yang mengutamakan perluasan
ilmu pengetahuan, yang termasuk dalam sekolah ini adalah SD/ MI, SMP/ MTs, SMU/
MA.
Sekolah Kejuruan, yaitu sekolah
yang mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian – keahlian tertentu, yang
termasuk dalam sekolah ini adalah MAK, SMK.
c)
Pendidikan
masyarakat
Didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
diartikan bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup manusia atau perkumpulan
orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan – ikatan aturan tertentu
yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai suatu kelompok
serta saling membutuhkan.[13]
Kelompok-kelompok masyarakat yang
terdiri dari dua orang atau lebih dan bekerja sama dibidang tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu adalah merupakan sumber pendidikan bagi warga
masyarakat , seperti lembaga – lembaga sosial budaya, yayasan – yayasan,
organisasi – organisasi, perkumpulan – perkumpulan yang semuanya itu merupakan
unsur – unsur pelaksana asas pendidikan masyarakat. [14]
Masing – masing kelompok tersebut
melakukan aktifitas – aktifitas keterampilan, penerangan dan pendalaman dengan
sadar dibawah pimpinan atau koordinator masing – masing kelompok. Kesemua
kelompok sosial tersebut diatas adalah merupakan unsur – unsur pelaku atau
pelaksana asas pendidikan yang dengan sengaja dan sadar membawa masyarakat
kepada kedewasaan, baik jasmani maupun rohani yang realisasinya terlihat pada
perbuatan dan sikap kepribadian warga masyarakat.
Maka pendidikan masyarakat
adalah pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja,
terencana dan terarah kepada seluruh anggotanya yang pluralistic (majemuk)
tetapi tidak dipersyaratkan berjenjang serta dengan aturan-aturan yang lebih
longgar untuk mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik demi tercapainya
kesejahteraan social para anggotanya.
a. Pendidikan keluarga
Menurut Pendidikan Islam, konsep pendidikan
keluarga adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak atas
dorongan kasih sayang yang dilembagakan islam dalam bentuk kewajiban dan akan
dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.
Orang tua adalah orang yang pertama memikul
tanggung jawab pendidikan terhadap anak, secara alami anak pada masa-masa awal
kehidupannya berada ditengah-tengah ayah dan ibunya sehingga dasar-dasar
pandangan hidup, sikap hidup serta ketrampilan hidup banyak tertanam sejak anak
berada ditengah-tengah orang tuanya.
Dalam pendidikan anak, Ibu dan Ayah
masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama. Hadits Nabi yang menyatakan
bahwa “Ibu adalah pengembala dirumah tangga suaminya dan bertanggung jawab atas
gembalanya” sesungguhnya mengisyaratkan kerja sama Ibu dan Ayah dalam
pendidikan anak, hanya saja terutama dalam lingkungan keluarga yang menuntut
ayah lebih banyak berada diluar rumah untuk mencari nafkah dan ibu lebih banyak
dirumah untuk mengatur urusan rumah.[15]
Dalam hal ini Allah telah berfirman
dalam Al Qur’an surat At Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
يايهاالذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman
peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka….”.
Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk
mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat Allah yang diberikan kepada
orang tua yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas pendidikan
anak-anaknya.
Sedangkan didalam hadits Nabi SAW secara jelas
Beliau mengisyaratkan lewat sabdanya:
كل مولود يولد على الفطرة وانما ابواه يهودانه
اوينصرانه اويمجسانه
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi, Nasrani
atau Majusi”.[16]
Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka mendidiknya adalah sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan, hal ini dimaksudkan agar kelak anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
b. Pendidikan sekolah
Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka mendidiknya adalah sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan, hal ini dimaksudkan agar kelak anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
b. Pendidikan sekolah
Konsep Pendidikan Sekolah menurut Pendidikan
Islam adalah suatu lembaga pendidikan formal yang efektif untuk mengantarkan
anak pada tujuan yang ditetapkan dalam Pendidikan Islam. Sekolah yang dimaksud
adalah untuk membimbing, mengarahkan dan mendidik sehingga lembaga tersebut
menghendaki kehadiran kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-runag kelas
yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum bertingkat.[17]
Bertolak dari konsep tersebut pendidikan sekolah dalam mengantarkan dan mengarahkan anak untuk mencapai suatu tujuan pendidikan Islam, tidak terlepas dari usaha dan upaya guru yang telah menerima limpahan tanggung jawab dari orang tua atau keluarga. Sebab berdasarkan kenyatan orang tua tidak cukup mampu dan tidak memiliki waktu untuk mendidik, mengarahkan anak secara baik dan sempurna. Hal itu disebabkan karena keterbatasan dan kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya setiap saat.
Bertolak dari konsep tersebut pendidikan sekolah dalam mengantarkan dan mengarahkan anak untuk mencapai suatu tujuan pendidikan Islam, tidak terlepas dari usaha dan upaya guru yang telah menerima limpahan tanggung jawab dari orang tua atau keluarga. Sebab berdasarkan kenyatan orang tua tidak cukup mampu dan tidak memiliki waktu untuk mendidik, mengarahkan anak secara baik dan sempurna. Hal itu disebabkan karena keterbatasan dan kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya setiap saat.
Maka dari itu tugas guru dan pimpinan
sekolah disamping memberikan ilmu-ilmu pengetahuan, keterampilan-keterampilan
juga mendidik anak beragama dan berbudi pekerti luhur. Disinilah sekolah
berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran
kepada anak didik, sekolah merupakan kelanjutan dari apa yang telah diberikan
di dalam keluarga.
Hal ini dimaksudkan agar anak kelak
memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran islam yaitu kepribadian yang
seluruh aspeknya baik itu tingkah laku, kegiatan jiwa maupun filsafat hidup dan
kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah SWT.[18]
d.
Pendidikan
masyarakat
Pendidikan dalam Islam
juga merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat. Sebab
masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang menjalani satu kesatuan,
apabila terjadi kerusakan pada sebagiannya maka sebagian yang lain akan
terancam kerusakan pula.
Masyarakat harus mampu mengaplikasikan konsep
dan ketrampilan kedalam usaha-usaha yang nyata secara tepat dan benar, dan
tidak boleh melakukan kesalahan-kesalahan ataupun membiarkan anggota masyarakat
lain melakukan kesalahan.
Oleh sebab itu setiap individu hendaknya peduli
terhadap kebaikan kesatuannya, setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas
kebaikan lainnya. Dengan perkatan lain setiap anggota masyarakat bertanggung
jawab atas pendidikan lainnya, tidak bisa memikulkan tanggung jawab hanya kepada
orang tua dan guru , atau setidaknya bila melihat kemungkaran hendaknya
mencegahnya sesuai dengan kemampuannya, sabda Nabi Muhammad SAW:
من راى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطيع
فبلسانه فان لم يستطيع فبقلبه وذالك اضعف الايمان. (رواه مسلم
Artinya: “Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya apabila tidak mampu maka dengan lisannya dan apabila tidak mampu juga maka dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan perwujudan iman yang paling lemah”. (HR. Muslim).
Menurut pendidikan Islam, konsep pendidikan masyarakat itu adalah usaha untuk meningkatkan mutu dan kebudayaan agar terhindar dari kebodohan. Usaha-usaha tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam kegiatan masyarakat seperti kegiatan keagamaan, pengajian/ ceramah keagamaan, sehingga diharapkan adanya rasa memiliki dari masyarakat akan dapat membawa suatu pembaharuan dimana masyarakat memiliki tanggung jawab terlebih-lebih untuk meningkatkan kwalitas pribadi dibidang Ilmu, ketrampilan, kepekaan perasaan dan kebijaksanan atau dengan perkataan lain peningkatan ketiga wawasan kognitif, afektif maupun psikomotor.
IV. KESIMPULAN
Lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan pada
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
a.
Di rumah atau di dalam keluarga anak
berinteraksi dengan orang tua (atau pengganti orang tua) dan segenap anggota
keluarga lainnya. Ia memperoleh pendidikan informal, berupa pembentukan
pembiasaan-pembiasaan (habit formation) seperti adab makan, tidur, bangun pagi,
mandi, berpakaian, berakhlaqul karimah, dan lain sebagainya. Pendidikan
informal dalam keluarga akan banyak membantu dalam meletakkan dasar pembentukan
kepribadian anak. Misalnya sikap disiplin, lembut/kasar, rapi/rajin,
penghemat/pemboros, dan sebagainya dapat tumbuh berkembang dengan kebiasaannya
di rumah.
b.
Di sekolah anak berinteraksi dengan guru-guru
(pengajar) beserta bahan-bahan pendidikan dan pengajaran, teman-teman peserta
didik lainnya, serta pegawa-pegawai tata usaha. Ia memperoleh pendidikan formal
(terprogram dan terjabarkan dengan tetap) di sekolah berupa pembentukan
nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap bidang studi/ mata
pelajaran. Akibat bersosialisasi dengan pendidikan formal, terbentuklah
kepribadiannya untuk tekun dan rajin belajar disertai dengan keinginan untuk
meraih cita-cita akademis yang setinggi-tingginya.
c.
Di masyarakat anak berinteraksi dengan seluruh
anggota masyarakat yang beraneka ragam, seperti orang-orang, benda-benda, dan
peristiwa-peristiwa. Ia memperoleh pendidikan nonformal atau pendidikan luar
sekolah berupa berbagai pengalaman hidup. Agar masyarakat dapat melanjutkan
eksistensinya, maka kepada generasi muda harus diteruskan atau diwariskan
nilai-nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan dan bentuk-bentuk pola perilaku
lainnya. Dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai sosialisasi, dan
belajar adalah sosialisasi yang berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
Abudin
Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
Drs. Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 1995),
H.M Arifin Noor, Ilmu
Sosial Dasar (Bandung: Pustaka Setia, 1999),
H.M Hafi Anshari, Pengantar
Ilmu Pendidikan (Surabaya :
Usaha Nasional, 1982),
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2003)
Heri
Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
Kitab
B. Marom yang dikutib oleh Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:
Bumi Aksara, 1992),
Nur
Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997),
Tim
Dosen IAIN Malang, Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya: Karya Aditama, 1996),
Tim Dosen IKIP, Dasar-Dasar Pendidikan (Semarang : IKIP Semarang Press,
1981),
Umar
Tirtaraharja, La Sula, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
Zuhairi,dkk,
Filsafat Pendidikan,
ALASAN DAN DAMPAK HOMESCHOOLING
A.
Alasan yang melatarbelakangi orang tua memilih
jalur pendidikan alternatif homeschooling :
1.
Mereka berpikir bahwa pendidikan tidak melulu urusan
akademis, tapi mencakup semua aspek yang diperlukan oleh seorang anak untuk
bisa menjalani kehidupannya di masa sekarang dan terutama untuk membekali
kehidupan mereka di masa mendatang.
2.
Bagi mereka belajar bisa dilakukan secara alami di mana pun
dan kapan pun.
3.
Mereka ingin anak-anaknya belajar dengan bebas, penuh
inisiatif, tanpa dibebani target kurikulum.
4.
Mereka tahu momen paling baik untuk belajar adalah saat
keingintahuan anak muncul, bukan ketika bel berbunyi.
5.
Mereka tidak suka anaknya disibukkan dengan sekolah dan hanya
memiliki sedikit waktu untuk kegiatan lain dalam rangka mengembangkan potensinya
6.
Mereka tidak mau partisipasinya dalam pendidikan anaknya
berkutat pada urusan menyediakan dana, membantu mengerjakan PR,
mempersiapkan ulangan, menanyakan berapa nilainya, mengambil raport.
Mereka ingin lebih dari itu, mendampinginya saat mereka ingin tahu, membantunya
menemukan jawaban atas segala pertanyaannya itu
7.
Mereka ingin menikmati proses belajar anaknya, melihat secara
langsung bagaimana mereka mengeksplorasi kemampuannya.
8.
Mereka percaya dan sudah membuktikan bahwa setiap anak bisa
belajar secara mandiri.
9.
Mereka ingin memastikan anaknya tumbuh secara normal, sehat
jasmaninya, ruhani, intelektual, dan mentalnya
10.
Mereka tidak ingin anaknya terjebak dalam sosialisasi
artifisial di sekolah yang beresiko anaknya tercemari kultur pergaulan yang buruk
11.
Mereka tidak ingin anaknya terjebak pada paradigma bahwa
belajar untuk mendapatkan nilai bagus dan ijazah
12.
Mereka mempunyai standar tersendiri tentang kualitas hasil
pendidikan anak yang seharusnya, yang jelas beda jauh dari sekedar sejumlah
catatan angka di sebuah buku yang namanya raport. IQ, EQ, SQ harus seimbang
13.
Mereka tahu dunia yang akan ditempati anaknya kelak
berkembang lebih pesat daripada dunia sekolah
14.
Mereka tahu setiap anak memiliki potensi yang sangat besar,
yang tidak akan cukup dieksplore dan dikembangkan melalui sekolah saja
15.
Mereka tahu tempat belajar yang paling autentik dan efektif
adalah berbasis keluarga dan masyarakat
16.
Bagi mereka anak adalah teramat sangat berharga, pendidikan
anak harus diperjuangkan. Banyak di antara mereka yang mengorbankan karirnya
yang cemerlang demi mendampingi anaknya belajar dari kehidupan
17.
Mereka sangat tidak ingin sepanjang usia belajarnya anak
lebih banyak belajar dengan menghafalkan fakta-fakta
18.
Mereka ingin anak lebih banyak belajar menggunakan otaknya
untuk berlatih berfikir, menganalisa, dan memecahkan masalah (problem solving),
karena kemampuan ini sangat berguna pada kehidupan nyata.
19.
Mereka ingin mengajarkan lebih banyak lifeskill dan mendidik
anaknya memiliki karakter yang positif
20.
Mereka ingin anaknya memiliki learning skill, yaitu
keterampilan belajar yang mencakup keingintahuan yang besar (curiosity),
inisiatif belajar, dan tanggung jawab dalam belajar. Skill ini sangat
diperlukan untuk mampu menjadi pembelajar seumur hidup.
B.
DAMPAK
HOMESCHOOLING
1. Dampak positif :
a.
Kebebasan belajar. Anak-anak
yang melakukan homeschooling mempunyai pilihan untuk belajar. Mereka
bebas menentukan apa yang ingin mereka pelajari dan kapan mereka ingin belajar.
Mereka juga tidak selalu berkutat pada tugas sekolah yang terkadang
memberatkan.
b.
Terlepas dari beban fisik. Berdasarkan
pengalaman para orang tua yang anak-anaknya menjalani homeschooling,
mereka mengaku memiliki banyak waktu luang setelah anak mereka meninggalkan
sistem sekolah umum. Ritme kehidupan mereka tidak lagi berputar pada jam
sekolah anak, tugas sekolah ataupun pertemuan di sekolah yang wajib mereka
hadiri.
c.
Kebebasan emosional. Tekanan,
kompetisi dan kebosanan merupakan bagian yang paling khas dari sekolah.
Pergaulan bebas, tawuran, rokok dan obat-obat terlarang juga merupakan hal yang
ditakuti orangtua yang tak bisa mengawasi putra-putrinya sepanjang waktu. Dengan homeschooling,pengaruh
negatif ini dapat dihindari. Mereka juga bisa berpenampilan,
bertindak ataupun berpikir sesuai dengan kata hatinya, tanpa perlu takut.
d.
Hubungan Keluarga semakin dekat. Homeschooling berperan
penting dalam meningkatkan hubungan antar semua anggota keluarga. Ini sangat
menguntungkan bagi orang tua yang memiliki anak berusia belia. Umumnya, di usia
yang masih belia, mereka cenderung bersikap suka menentang dan berperilaku
destruktif. Namun dampak ini berkurang setelah mereka mengikuti homeschooling.
e.
Istirahat cukup. Tidur sangat
penting bagi kesehatan emosional dan fisik anak, terutama anak berusia belasan
tahun. Rutinitas bangun pagi pada sekolah umum, terkadang membuat mereka merasa
letih terutama yang tidak terbiasa bangun pagi. Namun dengan homeschooling, mereka
bisa mengatur jadwal tidurnya dengan baik.
2. Dampak
negatif
a.
Bagi orang tua tunggal yang anaknya menjalanihomeschooling,
mungkin agak sulit untuk mengatur waktu.Karena kesibukan di
kantor, seringkali Anda tak punya waktu untuk melibatkan dan berinteraksi
dengan si kecil saat belajar. Padahal salah satu keberhasilan metode
ini adalah dukungan dari orangtua.
b.
Bersama Anak selama 24 / 7. Tidak perlu
disangkal jika Anda memilih homeschooling untuk anak-anak berarti
Anda harus siap menghabiskan waktu dengan mereka lebih banyak. Kalau Anda tidak
menikmati kebersamaan dengan mereka, maka homeschooling bukanlah
pilihan yang tepat.
c.
Biaya pendidikan yang mahal. Bagi orangtua
yang baru saja membina karier, finansial adalah salah satu masalah yang
dihadapi. Dapat dipastikan biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan home
schooling lebih besar dibanding dengan pendidikan formil disekolah umum.
d.
Tidak ada kompetisi atau persaingan. Anak
tidak bisa membandingkan sampai dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain
seusia dia. Selain itu anak belum tentu merasa cocok jika diajar oleh orang tua
sendiri, apalagi jika memang mereka tidak punya pengalaman mengajar
sebelumnya.
e.
Lingkup interaksi dengan teman sebaya dari
berbagai status sosial terbatas. Padahal hal inilah yang dapat memberikan
pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.
[1] Drs. Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 1995),
h. 17
[2] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2003)
[3] Tim Dosen IKIP, Dasar-Dasar Pendidikan (Semarang : IKIP Semarang Press,
1981), h.334
[4] H.M Arifin Noor, Ilmu
Sosial Dasar (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 128.
[5] H.M Hafi Anshari, Pengantar
Ilmu Pendidikan (Surabaya :
Usaha Nasional, 1982), 113-115.
[6] H.M Arifin Noor, Ilmu
Sosial ..., 128.
[7] Ibid.,
130-131
[8] Abu Ahmadi,
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 50
[9] ibid, Hal, 50
[10] Umar
Tirtaraharja, La Sula, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 169
[11] Nur Uhbiyati,
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 247
[12] Ibid, 247 –
248
[13] Abudin Nata,
Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 120
[14] Ibid, 120
[15] Heri Noer Ali,
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 86-88
[16] Kitab B. Marom
yang dikutib oleh Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 1992), 177
[17] Tim Dosen IAIN
Malang, Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya: Karya Aditama, 1996), 202.
[18] Zuhairi,dkk,
Filsafat Pendidikan, 179
Tidak ada komentar:
Posting Komentar