Sabtu, 02 Januari 2016

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN TANGGUNGJAWABNYA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL TRIPUSAT PENDIDIKAN



LEMBAGA PENDIDIKAN DAN TANGGUNGJAWABNYA
LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL
TRIPUSAT PENDIDIKAN




 












Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester III
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Ihsan, M. Ag






oleh :

FAUZIYATUL WAFIROH               111653
SYA’RONI                                         111654
M. HARUN MUAFIQ                     111655



 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2012
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN TANGGUNGJAWABNYA
LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL
TRIPUSAT PENDIDIKAN

I.                   PENDAHULUAN
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali, mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
            Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab II Pasal 2 dicantumkan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Adapun menurut Islam tujuan pendidikan ialah membentuk supaya manusia, cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi larangan-larangannya. Sehingga hidupnya bahagia lahir dan batin, dunia maupun akhirat.
            Berbagai petunjuk Al Qur’an maupun Sunnah yang menyangkut pendidikan pada umumnya menunjukkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah pendidikan moral (akhlak) dan pengembangan kecakapan atau keahlian. Pendidikan adalah sebuah penanaman modal manusia untuk masa depan dengan membekali generasi muda dengan budi pekerti yang luhur dan kecakapan yang tinggi.
            Sedangkan pendidikan itu sendiri tidak hanya dapat dilakukan di lingkungan keluarga saja, melainkan di tiga lingkungan pendidikan yaitu; lingkungan pendidikam keluarga (pendidikan informal), sekolah (pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan non formal). Jadi baik buruknya akhlak seseorang dan tinggi rendahnya kecakapan atu keahlian seseorang dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut, yang mana ketiga lingkungan tersebut terkenal dengan istilah Tri Pusat Pendidikan.


II. Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian Lembaga pendidikan dan apa tanggungjawabnya ?
2.      Apakah yang dinamakan Pendidikan Formal, non formal dan informal ?
3.      Bagaimana konsep Tripusat Pendidikan ?


III. PEMBAHASAN

A.                PENGERTIAN LEMBAGA PENDIDIKAN, FUNGSI DAN TANGGUNGJAWABNYA

Lembaga pendidikan adalah suatu badan yang berusaha mengelola dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan, penelitian keterampilan dan keahlian.  Begitu pula dalam hal pendidikan intelektual, spiritual, serta keahlian/ keterampilan. Sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan pendidikan.

Bentuk Lembaga Pendidikan ada 3 macam, yaitu :
  1. Lembaga pendidikan keluarga,
  2. Lembaga pendidikan sekolah,
  3. Lembaga pendidikan masyarakat.

1.      LEMBAGA PENDIDIKAN KELUARGA
a. Pengertian
Keluarga merupakan lembaga/lingkungan pertama dan utama yang dikenal anak, hal ini disebabkan karena kedua orang tuanyalah orang yang pertama dikenal anak. Sehingga pendidikan, bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang pertama dirasakan anak adalah dari keluarga .
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Kehadiaran anak di dunia ini disebabkan hubungan kedua orang tua, maka mereka yang harus bertanggung jawab terhadap anak.
Seorang anak di lahirkan dalam keadaan tidak berdaya dan dalam keadaan ketergantungan dengan orang lain tidak mampu berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya sediri ia dilahirkan dalam keadaan suci bagaikan kertas putih yang kosong sesuai dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam yang artinya:

“Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti hewan yang melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?” (HR.Al-Imam Al-bukhari dalam kitabul jana’iz no.1358,1359,1385)

Dengan demikian terserah kepada orang tua untuk memberikan corak warna yang dihendaki terhadap anaknya. kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan seorang anak pada saat itu benar-benar tergantung pada orang tuanya. Orang adalah tempat menggantungkan diri bagi anak secara wajar. Oleh karena itu menurut ajaran islam untuk terbinanya situasi keluarga sakinah yang bernuansa islami hendaklah menjadikan kriteria agama menjadi kriteria utama.
Untuk mendukung terjalinnya proses tersebut di perlukan keberadaan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Kegagalan pendidikan di rumah tangga akan berdampak cukup besar pada proses pendidikan anak karena Allah SWT telah berfirman :
يايهاالذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (At-Tahrim: 6)
Barang siapa yang menelantarkan anak dari pendidikan (agama) yang akan bermanfaat baginya, serta membiarkannya hidup sia-sia tanpa guna, ia telah melakukan kesalahan yang fatal. Karena, kerusakan yang terjadi pada kebanyakan anak berasal dari orang tua dan ketidakpedulian mereka atas pendidikan anak mereka.
            Ibnul Qayyim rahimahullah berkata didalam Tuhfatul Maulud fi Ahkamil Maulud hal 146-147:
“Betapa banyak orang tua yang menyengsarakan anak dan buah hatinya, yakni dengan menelantarkannya, tidak mendidiknya dengan baik, bahkan membantunya untuk melampiaskan syahwatnya. Mereka mengira telah memuliakannya, padahal justru mencampakannya dalam kubangan lumpur kehinaan. Mereka mengira telah menyayanginya, padahal telah berbuat aniaya terhadapnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat merasakan manfaat apapun dengan kehadiran anak. Ia pun tidak mendapatkan bagian anaknya di dunia dan di akhirat. Jika anda menganggap kerusakan itu terletak pada diri anak-anak, maka anda pun dapat melihat bahwa sebagian besar kerusakan yang dilakukan tersebut sejatinya berpangkal dari kedua orang tuanya”.
Sebagai orang tua seharusnya senantiasa mengikuti dan mengawasi kondisi anak-anak walaupun sudah dewasa. Seharusnya orang tua tetap mengawasi kondisi anak-anaknya, mengikuti perkembangan mereka. Melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada keduanya terhadap mereka, berupa memberi nasehat, petunjuk, peringatan, anjuran berbuat baik, dan menghindari kejelekan. Baik kepada anak yang masih kecil maupun yang sudah besar.
            Oleh karena itu, perlu disadari oleh setiap keluarga (orang tua) bahwa tugas dan tanggung jawab mereka mendidik anak, tidak selesai dengan menyerahkan anak kepada lembaga pendidikan, baik sekolah maupun pesantren. Sebab tanggung jawab utama mendidik anak tetap ada pada keluarga. LP lainnya hanya bersifat membantu melaksanakan tanggung jawab tersebut.
Orang tua bertanggung jawab memperhatikan pendidikan anak terutama ketika anak tidak berada dibawah tanggung jawab lembaga pendidikan tertentu. Akan lebih bagus lagi jika orang tua tetap memperhatikan perkembangan anaknya walaupun anak itu sedang dididik di sekolah atau pesantren.
Sebagai transmisi pertama dan utama dalam pendidikan, keluarga memiliki tugas utama dalam peletakan dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Dikatakan pertama karena keluarga adalah tempat dimana anak pertama kali mendapat pendidikan. Sedangkan dikatakan utama karena hampir semua pendidikan awal yang diterima anak adalah dalam keluarga. Karena itu, keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati.[1]
Lahirnya keluarga sebagai pendidikan sejak manusia itu ada. Ayah dan ibu sebagai pendidik, dan anak sebagai terdidik. Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik.
b. Fungsi dan peranan  Pendidikan Keluarga
1)        Pengalaman Pertama Masa Kanak-Kanak
Pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan pribadinya. Kehidupan keluarga sangat penting, sebab pengalaman masa kanak-kanak akan memberi warna pada perkembangan selanjutnya.
2)        Menjamin Kehidupan Emosional Anak
Ada 3 hal yang menjadi pokok dalam pembentukan emosional anak, adalah :
a)      Pemberian perhatian yang tinggi terhadap anak, misalnya dengan menuruti kemauannya, mengontrol kelakuannya, dan memberikan rasa perhatian yang lebih.
b)      Pencurahan rasa cinta dan kasih sayang, yaitu dengan berucap lemah lembut, berbuat yang menyenangkan dan selalu berusaha menyelipkan nilai pendidikan pada semua tingkah laku kita.
c)      Memberikan contoh kebiasaan hidup yang bermanfaat bagi anak, yang diharapkan akan menumbuhkan sikap kemandirian anak dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari.

3)        Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Seperti pepatah “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Anak akan selalu berusaha menirukan dan mencontoh perbuatan orang tuanya. Karenanya, orang tua harus mampu menjadi suri tauladan yang baik. Misalnya dengan dengan mengajarkan tutur kata dan perilaku yang baik bagi anak-anaknya.
4)        Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Keluarga sebagai komunitas terkecil dalam kehidupan sosial merupakan satu tempat awal bagi anak dalam mengenal nilai-nilai sosial. Di dalam keluarga, akan terjadi contoh kecil pendidikan sosial bagi anak. Orang tua sebagai teladan, sudah semestinya memberikan contoh yang baik bagi anak-anak. Misalnya memberikan pertolongan bagi anggota keluarga yang lain, menjaga kebersihan dan keindahan dalam lingkungan sekitar.
5)        Peletakkan Dasar-dasar Keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa paling baik dalam usaha menanamkan nilai dasar keagamaan. Kehidupan keluarga yang penuh dengan suasana keagamaan akan memberikan pengaruh besar kepada anak. Kebiasaan orang tua mengucapkan salam ketika akan masuk rumah merupakan contoh langkah bijaksana dalam upaya penanaman dasar religius anak.
c. Tanggung Jawab Keluarga
1)      Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dan anak. Hubungan yang tidak didasari cinta kasih akan menimbulkan beberapa sifat negatif bagi perkembangan anak. Begitu pula, tidak cukupnya kebutuhan anak akan kasih sayang akan membuat anak selalu merasa tertekan dan ragu dalam menjalani kehidupan selanjutnya.
2)      Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Usia anak yang masih dini akan cukup membantu orang tua dalam penanaman sikap-sikap hidup. Rasa ingin tahu anak akan menghasilkan pengetahuan yang asli dan berakar bagi anak. Keluarga harus mampu menggunakan masa ini untuk betul-betul membentuk kepribadian awal anak sebagai anggota keluarga.
3)      Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan negara. Masyarakat yang sejahtera dibentuk dari keluarga-keluarga yang sejahtera pula. Keluarga merupakan awal perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, karena itu keluarga mempunyai tanggung jawab membentuk masyarakat yang sejahtera.
4)      Memelihara dan membesarkan anaknya. Ikatan darah dan batin antara orang tua dan anak akan memberikan dorongan alami bagi orang tua untuk betul-betul mendidik anak menjadi apa yang mereka inginkan.
5)      Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga bila ia telah dewasa akan mampu mandiri.[2]
2.      LEMBAGA PENDIDIKAN SEKOLAH
a. Pengertian
Keluarga (orang tua) merupakan pihak pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Sebab orang tualah yang membuat dan melahirkan anak. Selain itu kesuksesan anak adalah kesuksesan orang tua juga, dan sebaliknya kegagalan anak adalah kegagalan orang tua juga.
Namun tatkala dihadapkan dengan ralita keterbatasan ilmu, kemampuan dan kesempatan yang dimiliki oleh orang tua, mereka menyerahkan tanggung jawab tarbiyah dan pendidikan tersebut kepada lembaga-lembaga tarbiyah yang tersedia, atau kepada para pendidik seperti ustadz dan ustadzah yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab pendidikan.
Sekolah memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak. Anak mengalami perubahan dalam perilaku sosialnya setelah ia masuk ke sekolah. Di rumah ia hanya bergaul dengan anggota keluarga yang terbatas jumlahnya, terutama dengan anggota keluarga dan anak-anak tetangga. Suasana dirumah bercorak informal dan banyak tindakan yang diizinkan menurut suasana di rumah. Anak itu mengalami suasana yang berbeda di sekolah. Ia bukan lagi anak istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah seorang di antara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Dengan suasana kelas demikian, anak itu melihat dirinya sebagai salah seorang di antara anak-anak lainnya.
Jadi di sekolah anak itu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru yang memperluas keterampilan sosialnya. Ia juga berkenalan dengan anak yang berbagai ragam latar belakang dan belajar untuk menjalankan peranannya dalam struktur sosial yang dihadapinya di sekolah. Dalam perkembangan fisik dan psikologis anak, selanjutnya anak memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosialnya dengan anak-anak lain yang berbeda status sosial, kesukuan, agama, jenis kelamin dan kepribadiannya. Lambat laun ia membebaskan diri dari ikatan rumah tangga untuk mencapai kedewasaan dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat luas.
Sekolah sebagai wahana pendidikan ini, menjadi produsen penghasil individu yang berkemampuan secara intelektual dan skill. Karenanya, sekolah perlu dirancang dan dikelola dengan baik. Karakteristik proses pendidikan di sekolah, antara lain :
a)      Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenis jenjang yang memiliki hubungan hierarkis.
b)      Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c)      Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan
d)     Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e)      Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban kebutuhan di masa yang akan datang.
Sekolah lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari, oleh dan untuk masyarakat. Sekolah berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara.
b.  Fungsi dan Peranan Sekolah
1)      Fungsi Lembaga Sekolah
a)      Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan anak didik
b)      Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran
c)      Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan memberikan efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.
d)     Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk sosial yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.
e)      Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan budaya. Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak didik selaku generasi muda.
f)       Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah menjadi tempat anak untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat.

2)      Peranan Lembaga Sekolah
a)      Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan dengan karyawan.
b)      Tempat anak didik belajar mentaati peraturan sekolah.
c)      Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan agama.
c. Tanggung Jawab Sekolah
1)      Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.
2)      Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan.
3)      Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatannya.
d. Sifat-sifat Lembaga Pendidikan Sekolah
1)      Tumbuh sesudah keluarga (pendidikan kedua), maksudnya sekolah memikul tanggung jawab dari keluarga untuk mendidik anak-anak mereka.
2)      Lembaga Pendidikan Formal, dalam arti memiliki program yang jelas, teratur dan resmi.
3)      Lembaga pendidikan tidak bersifat kodrati. Maksudnya hubungan antara guru dan murid bersifat dinas, bukan sebagai hubungan darah.
e. Macam-macam Sekolah
1)      Ditinjau dari Segi yang Mengusahakan
a)      Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diusahakan oleh pemerintah, baik segi fasilitas, keuangan maupun tenaga pengajar.
b)      Sekolah swasta, yaitu sekolah yang diusahakan oleh badan-badan swasta. Terdiri atas 4 status yakni : Disamakan, Diakui, Terdaftar dan Tercatat.
2)      Ditinjau dari Tingkatan
a)      Pendidikan Pra Sekolah, yaitu pendidikan sebelum Sekolah Dasar.
b)      Pendidikan Dasar, yaitu : Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah dan SLTP/ MTs.
c)      Pendidikan Menengah, yaitu : SLTA & Kejuruan atau Madrasah Aliyah.
d)     Pendidikan Tinggi, yaitu : Akademi, Institut, Sekolah Tinggi atau Universitas.
3)      Ditinjau dari sifatnya
a)      Sekolah Umum, yaitu sekolah yang belum mempersiapkan anak dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu. Misalnya : SD, SLTP dan SLTA.
b)      Sekolah Kejuruan, yakni lembaga pendidikan sekolah yang mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian-keahlian tertentu. Misalnya : SMEA, MAK, SMK dan STM.
f. Sumbangsih Khas Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan
1)      Sekolah Melaksanakan tugas mendidik maupun mengajar anak, serta memperbaiki, memperluas tingkah laku si anak didik.
2)      Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik menerima dan memiliki kebudayaan bangsa
3)      Sekolah membantu anak didik mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan kerja.

3. LEMBAGA PENDIDIKAN MASYARAKAT
a. Pengertian
Masyarakat sebagai lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Dalam hal ini, masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya ikut serta menyelenggarakan pendidikan, membantu pengadaan tenaga dan biaya, sarana prasarana dan menyediakan lapangan kerja. Karenanya, partisipasi masyarakat membantu pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa yang sangat diharapkan.[3]. Dalam fungsinya sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sementara berhubungan dan memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu tidak mungkin bisa hidup secara layak tanpa berintraksi dengan lingkungan masyarakat dimana mereka berbeda.
Pendidikan anak ternyata tak sebatas dalam lingkup keluarganya dan sekolah semata. Ketika kematangan sosial anak terus bertambah, bertambah pula ruang lingkupnya. Teman menjadi satu kebutuhan tersendiri bagi si anak. Teman bermain, teman belajar di sekolah, suatu saat menjadi bagian hidup seorang anak.
Pada saat itulah, orang tua harus menyadari betapa pentingnya pengawasan mereka terhadap anak-anak. Mengarahkan anak-anak serta memilihkan teman yang baik untuk mereka, menjadi kewajiban bagi setiap orang tua yang menghendaki keselamatan anak-anaknya. Tidak jarang terjadi, orang tua yang telah berusaha menanamkan budi pekerti yang baik pada anak-anaknya di tengah keluarganya, mendapati anaknya menjadi seorang yang bengal dan rusak, akibat salah bergaul dengan teman-temannya. Ini tidaklah mengherankan, karena bagaimanapun teman akan memberikan pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam memperingatkan hal ini dalam ucapan beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah yang artinya :
“Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah setiap kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.” (HR. Abu Dawud no. 4833)

b. Bentuk lembaga pendidikan masyarakat
Bentuk-bentuk lembaga pendidikan masyarakat bisa berupa kursus, pesantren, kejar paket A, pelatihan kerja, majlis ta’lim, karang taruna, media massa, pergaulan dalam masyarakat dan lain-lain.
c. Ciri-ciri Pendidikan dalam masyarakat
1)      Diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
2)      Peserta umumnya mereka yang tidak bersekolah atau drop out
3)      Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek
4)      Peserta tidak perlu homogen
5)      Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis
6)      Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
7)      Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf hidup
d. Beberapa Istilah Jalur Pendidikan Luar Sekolah
1)      Pendidikan Sosial, yaitu proses yang diusahakan dengan sengaja di dalam masyarakat untuk mendidik individu & lingkungan sosial, supaya bebas dan bertanggung jawab.
2)      Pendidikan Masyarakat, merupakan pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem persekolahan resmi.
3)      Pendidikan Rakyat adalah tindakan-tindakan atau pengaruh yang terkadang mengenai seluruh rakyat.
4)      Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang dilakukan di luar sistem persekolahan biasa.
5)      Mass Education adalah pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa di luar lingkungan sekolah
6)      Adult Education adalah pendidikan untuk orang dewasa yang mengambil umur batas tertinggi dari masa kewajiban belajar.
7)      Extension Education adalah suatu bentuk dari adult education, yaitu pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah biasa, yang khusus dikelola oleh Perguruan Tinggi untuk menyahuti hasrat masyarakat yang ingin masuk dunia Universitas, misalnya Univ. Terbuka
8)      Fundamental Education ialah pendidikan yang bertujuan membantu masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi, agar mereka dapat menempati posisi yang layak
e.  Sasaran dan Program Pendidikan Jalur Luar Sekolah
1)      Para buruh dan Petani
Para buruh dan Petani kebanyakan berpendidikan rendah atau bahkan tidak sama sekali. Pendidikan yang diberikan adalah pendidikan yang mampu menolong meningkatkan produktifitas dengan mengajarkan keterampilan dan metode baru, yang mendidik mereka agar bisa memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan kepala keluarga serta mampu menggunakan waktu secara efektif.
2)      Para Remaja Putus Sekolah
Golongan remaja yang menganggur memerlukan pendidikan yang menarik, merangsang dan relevan dengan kebutuhan hidupnya.
3)      Para Pekerja yang Berketerampilan
Agar mampu menghadang berbagai tantangan masa depan, maka program pendidikan yang diberikan kepada mereka hendaknya yang bersifat kejuruan dan teknik. Dengan tujuan dapat menyelamatkan mereka dari bahaya keuangan, pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki serta membuka jalan bagi mereka untuk naik ke jenjang hidup yang lebih baik.
4)      Golongan Teknisi dan Profesional
Mereka memegang peranan penting dalam kemajuan masyarakat. Karenanya, peran mereka harus dioptimalkan dengan memperbaharui dan menambah pengetahuan serta keterampilannya.
5)      Para Pemimpin Masyarakat
Termasuk di dalamnya para pemimpin politisi, agama, sosial dan sebagainya. Mereka dituntut mampu mengaplikasikan berbagai pengetahuan mereka dan berusaha untuk memperbaharui sikap dan gagasan yang sesuai dengan kemajuan dan pembangunan.
6)      Anggota Masyarakat yang Sudah Tua
Akibat perkembangan zaman, banyak ilmu pengetahuan yang tidak mereka dapatkan. Karena itu pendidikan merupakan kesempatan yang berharga bagi mereka.

B.                LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL 

1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf denganya; termasuk ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus
Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat.
 Mengenyam   pendidikan  pada  institusi  pendidikan  formal  yang  diakui  oleh  lembaga  pendidikan  Negara  adalah  sesuatu  yang  wajib  dilakukan  di  Indonesia Mulai  dari  anak  tukang  sapu jalan, anak  tukang  dagang  martabak  mesir, anak  tukang  jamret, anak  pak  tani, anak  bisnismen, anak  pejabat  tinggi  Negara, dan  sebagainya  harus  bersekolah, minimal  9  tahun  lamanya  hingga  lulus  SMP.
Jalur formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan:
a.       umum
b.      Kejuruan
c.       Akademik
d.      profesi
e.       Advokasi
f.       keagamaan.
 Pendidikan formal dapat coraknya diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk lembaga sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah pertama (SMP)  dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain yang sederajad.
Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal (TK, atau Raudatul Athfal), sedangkan dalam nonformal bisa dalam bentuk ( TPQ, kelompok bermain, taman/panti penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan
Sedangkan Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas, pendidikan umum dan pendidikan kejuruan yang berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajad.
Yang terakhir adalah pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, pendidikan ini mencakup program pendidikan
a.       Diploma
b.      Sarjana
c.       Magister
d.      Doktor,
Perguruan tinggi memiliki beberapa bentuk
a.       Akademi
b.      Politeknik
c.       Sekolah tinggi
d.      Institut atau universitas
yang secara umum lembaga-lembaga tinggi ini dibentuk dan diformat untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, serta menyelenggarakan program akademik, profesi dan advokasi.
Semua lembaga formal di atas diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut,. Khusus bagi perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni
Untuk menagulangi permasalahan yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat saat ini, seperti pemberian gelar-gelar instan, pembuatan skripsi atau tesis palsu, ijazah palsu dan lain-lain, pemerintah telah mengatur dan mengancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana, pasal 67-71).

2.     Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar (sengaja) dilakukan tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tetap/ tidak terikat oleh jenjang pendidikan __seperti pendidikan formal di sekolah.
Pendidikan non formal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fisik sekolah. Maka dari itu dapat diidentikkan dengan pendidikan luar sekolah.
Sasaran pokok pendidikan non formal adalah anggota masyarakat. Program-programnya dibuat sedemikian rupa agar bersifat luwes tetapi lugas dan tetap menarik minat para konsumen pendidikan.
Berdasarkan penelitian di lapangan, pendidikan non formal sangat dibutuhkan oleh anggota masyarakat yang belum sempat mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena sudah lewat umur atau terpaksa putus sekolah karena suatu hal.
Tujuan terpenting dari pendidikan non formal adalah program-program yang ditawarkan kepada masyarakat harus sejalan dan terintegrasi dengan program-program pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.[4]
Pendidikan non formal juga berarti suatu kegiatan pendidikan di luar keluarga dan di luar sekolah yang kegiatan-kegiatannya ditujukan kepada :
a.       Anak-anak yang belum pernah sekolah.
b.       Anak-anak yang meninggalkan pendidikan SD/ SLTP dan tidak meneruskan sekolah lagi (di bawah umur 18 tahun).
c.       Orang-orang dewasa (adult education)
d.      Anak-anak di bawah umur 18 tahun yang memerlukan re-edukasi.
e.       Orang-orang dewasa yang memerlukan re-edukasi.
f.       Masyarakat sebagai satu lingkungan budaya (comunity education).
Macam-macam pendidikan itu dapat dikelompokkan sebagai program kegiatan pendidikan luar sekolah yang terorganisir yaitu :
1. Pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar, dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem pengajaran sekolah biasa.
2. Pendidikan kemasyarakatan adalah konfirmasi antara kedewasaan yang diwakili pendidik dan kebelum dewasaan yang diwakili oleh anak didik yang berdiri sendiri. Atau dikatakan sebagai pendidikan yang meliputi bagian pendidikan yang mempersiapkan anak-anak untuk tugasnya sebagai penghasil dan sebagai pemakai.
3. Pendidikan rakyat adalah tindakan-tindakan pendidikan atau pengaruh yang kadang-kadang mengenai seluruh rakyat, tetapi biasanya khusus mengenai rakyat lapisan bawah.
4. Mass Education adalah pendidikan yang diberikanke orang dewasa di luar sekolah, yang bertujuan memberikan kecakapan baca tulis dan pengetahuan umum untuk dapat mengikuti perkembangan dan kebutuhan hidup sekelilingnya. Dalam hal ini termasuk pula latihan-latihan untuk mendidik calon pemimpin yang akan mempelopori pelaksanaan usahanya di dalam masyarakat.
5. Adult education (pendidikan orang dewasa) adalah usaha atau kegiatan yang pada umumnya dilakukan dengan kemauan sendiri (bukan dipaksa dari atas) oleh orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas tertinggi masa kewajiban belajar dan dilangsungkan di luar lingkungan sekolah biasa.
6. Extention education adalah kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah biasa, diselenggarakan oleh perguruan-perguruan tinggi untuk mengimbangi hasrat masyarakat yang ingin menjadi peserta aktif dlm pergolakan jaman.
7.  Fundamental education adalah menolong masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi agar dengan demikian mereka dapat menduduki tempat yang layak dalam dunia modern.
Sedangkan perjalanan kegiatan pendidikan non formal yang dilakukan di luar sekolah dan di luar keluarga itu berbentuk antara lain : kepanduan (pramuka), perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi, perkumpulan olah raga dan kesenian, perkumpulan-perkumpulan sementara, perkumpulan-perkumpulan perekonomian, perkumpulan-perkumpulan keagamaan dan lain sebagainya.[5]
Di kalangan masyarakat, program-program pendidikan non formal sering dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh dinas pendidikan masyarakat, tim penggerak pembinaan kesejahteraan keluarga (tim penggerak PKK), pada tingkat kelurahan dibina oleh para lurah/ kepala desa. Di luar itu organisasi-organisasi wanita seperti dharma wanita dalam program bakti sosial kepada masyarakat acapkali melaksanakan program-program dalam bentuk paket program pendidikan non formal.[6]

3.    Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai ke liang kubur di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari. Contoh pengemudi becak. Bagi pengemudi becak, jelas tidak ada pendidikan formalnya. Jika seseorang pertama kali mencoba mengemudi (mengendalikan becak), ia akan menemui kesulitan. Kalaupun ada temannya yang baik hati, ia pun akan mengatakan lebih kurang cara memegang kemudi begini. Seterusnya sikap calon pengemudi becak itu akan akan berjalan sendiri menjalankan becak di satu tanah lapang atau di jalan yang lengang. Berdasarkan naluri dan pengalaman yang didapat dari kegiatan sehari-hari, ia merasakan lebih mantab mengendalikan becak. Atas dasar ini sebenarnya abang becak tadi telah mendapat pendidikan informal dalam mengemudikan becak.
Contoh lain adalah calon tukang sado (delman), yang tentu tidak ada sekolah pengemudi sado, dokar atau delman. Mereka akan mendapatkan pendidikan informal berkat ketajaman naluri keberanian bertindak dan ketekunan dalam kegiatan sehari-hari sebagai tukang sado. Hanya akan terjadi perbedaan antara tukang sado dengan tukang becak yaitu kalau tukang sado dengan menghadapi makhluk bernyawa seperti kuda, lebih dahulu ia harus mengadakan pendekatan batin dengan kuda sebagai patnernya. Kontak batin dengan kudanya itulah maka ia akan mendapatkan nilai-nilai pendidikan informal yang sangat membantu kehidupannya sehari-hari. Singkat kata, dari pengalaman-pengalaman dalam aktifitas sehari-hari itulah tukang sado akan mereguk esensi pendidikan informal dalam sektor persadoan.[7]
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan dimulai dari persiapan pendidikan (sebelum anak lahir), kemudian dilakukan pendidikan informal dalam keluarga (setelah anak lahir) oleh orang tua, pada masanya anak memasuki pendidikan formal di sekolah dan selebihnya kegiatan pendidikan berjalan di luar keluarga dan sekolah yaitu dalam masyarakat, sehingga dengan demikian mengingatkan kita bahwa pada dasarnya manusia itu hendaknya memperoleh pendidikan selama hidupnya. Inilah yaitu mungkin dikenal dengan asas baru dalam dunia pendidikan sebagai “Pendidikan Seumur Hidup” (life long education) yang di negara Canada dikenal dengan “Life Long Learning” dan di Amerika dikenal dengan “Continuing Education”.

C . Tri Pusat Pendidikan
1. Pengertian Tri Pusat Pendidikan
            Tri Pusat Pendidikan adalah tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
            Hal itu juga dikemukakan oleh para tokoh pendidikan, hanya saja ada perbedaan dalam menentukan ketiga
pusat pendidikan tersebut, diantaranya : Menurut Dr. M.J Langeveld mengemukakan tiga macam lembaga pendidikan yaitu :
a.       Keluarga
b.      Negara
c.       Gereja.[8]
            Menurut Ki Hajar Dewantoro mengemukakan system Tri Centra dengan menyatakan :
“Didalam hidupnya anak- anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda”.[9]
            Dari kedua pendapat tersebut itu, kini lahir istilah Tri Pusat Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003, yang meliputi :
a)      Pendidikan keluarga
b)      Pendidikan sekolah
c)      Pendidikan masyarakat
Yang mana tiga tempat pergaulan atau lembaga pendidikan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kepribadian serta tingkah laku anak. Secara rinci pengertian dari masing – masing pusat pendidikan tersebut adalah sebagai berikut :
a)      Pendidikan keluarga
Keluarga adalah lembaga sosial yang terbentuk setelah adanya suatu perkawinan. Keluarga mempunyai otonom melaksanakan pendidikan, orang tua mau tidak mau, berkeahlian atau tidak, berkewajiban secara kodrati untuk menyelenggarakan pendidikan terhadap anak – anaknya.
Pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga berlangsung secara alamiah dan wajar sehingga disebut pendidikan informal yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari – hari dengan sadar atau tidak yang mana kegiatan pendidikannya dilaksanakan tanpa suatu organisasi yang ketat dan tanpa adanya program waktu.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individu maupun sosial. Oleh karena itu keluarga adalah tempat pendidikan yang sempurna untuk melangsungkan pendidikan kearah pembentukan pribadi yang utuh.[10]
b)     Pendidikan sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan telah ada sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pada zaman Yunani kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa yunani “Schola” yang berarti waktu menganggur atau waktu senggang. [11]
Bangsa Yunani kuno mempunyai kebiasaan berdiskusi guna menambah ilmu dan mencerdaskan akal. Lambat laun usaha diselenggarakan secara teratur dan berencana (secara formal) sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.[12]
Sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang diserahi kewajiban pemberian pendidikan dengan organisasi yang tersusun rapi, mulai dari tujuan, penjejangan, kurikulum, administrasi dan pengelolaannya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sebenarnya ada banyak ragamnya, dan hal ini tergantung dari segi mana melihatnya.
1)      Ditinjau dari segi mana yang mengusahakan :
Sekolah Negeri, yaitu sekolah yang diusahakan oleh pemerintah baik dari segi pengadaan fasilitas, keuangan maupun pengadaan tenaga pengajar.
Sekolah Swasta, yaitu sekolah yang diusahakan oleh selain pemerintah, yaitu badan – badan swasta.
2)      Ditinjau dari sudut tingkatan :
Pendidikan Pra Sekolah, yaitu pendidikan yang diperuntukkan bagi anak sebelum memasuki pendidikan dasar.

Pendidikan Dasar, yaitu meliputi :
a)      Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah
b)      SMP/ MTs

Pendidikan Menengah, yaitu meliputi :
a)      SMU dan Kejuruan
b)      Madrasah Aliyah

Pendidikan Tinggi, yang meliputi :
a)      Akademi
b)      Institut
c)      Sekolah Tinggi
d)     Universitas
3)      Ditinjau dari sifatnya :
Sekolah Umum, yaitu sekolah yang mengutamakan perluasan ilmu pengetahuan, yang termasuk dalam sekolah ini adalah SD/ MI, SMP/ MTs, SMU/ MA.
Sekolah Kejuruan, yaitu sekolah yang mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian – keahlian tertentu, yang termasuk dalam sekolah ini adalah MAK, SMK.

c)      Pendidikan masyarakat
            Didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup manusia atau perkumpulan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan – ikatan aturan tertentu yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai suatu kelompok serta saling membutuhkan.[13]
            Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih dan bekerja sama dibidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu adalah merupakan sumber pendidikan bagi warga masyarakat , seperti lembaga – lembaga sosial budaya, yayasan – yayasan, organisasi – organisasi, perkumpulan – perkumpulan yang semuanya itu merupakan unsur – unsur pelaksana asas pendidikan masyarakat. [14]
                 Masing – masing kelompok tersebut melakukan aktifitas – aktifitas keterampilan, penerangan dan pendalaman dengan sadar dibawah pimpinan atau koordinator masing – masing kelompok. Kesemua kelompok sosial tersebut diatas adalah merupakan unsur – unsur pelaku atau pelaksana asas pendidikan yang dengan sengaja dan sadar membawa masyarakat kepada kedewasaan, baik jasmani maupun rohani yang realisasinya terlihat pada perbuatan dan sikap kepribadian warga masyarakat.
                 Maka pendidikan masyarakat adalah pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja, terencana dan terarah kepada seluruh anggotanya yang pluralistic (majemuk) tetapi tidak dipersyaratkan berjenjang serta dengan aturan-aturan yang lebih longgar untuk mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik demi tercapainya kesejahteraan social para anggotanya.

2. Konsep Tri Pusat Pendidikan menurut Pendidikan Islam
a. Pendidikan keluarga
Menurut Pendidikan Islam, konsep pendidikan keluarga adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak atas dorongan kasih sayang yang dilembagakan islam dalam bentuk kewajiban dan akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.
Orang tua adalah orang yang pertama memikul tanggung jawab pendidikan terhadap anak, secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ayah dan ibunya sehingga dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup serta ketrampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada ditengah-tengah orang tuanya.
Dalam pendidikan anak, Ibu dan Ayah masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama. Hadits Nabi yang menyatakan bahwa “Ibu adalah pengembala dirumah tangga suaminya dan bertanggung jawab atas gembalanya” sesungguhnya mengisyaratkan kerja sama Ibu dan Ayah dalam pendidikan anak, hanya saja terutama dalam lingkungan keluarga yang menuntut ayah lebih banyak berada diluar rumah untuk mencari nafkah dan ibu lebih banyak dirumah untuk mengatur urusan rumah.[15]
            Dalam hal ini Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat At Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
يايهاالذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka….”.
Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat Allah yang diberikan kepada orang tua yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya.
Sedangkan didalam hadits Nabi SAW secara jelas Beliau mengisyaratkan lewat sabdanya:
كل مولود يولد على الفطرة وانما ابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”.[16]
            Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka mendidiknya adalah sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan, hal ini dimaksudkan agar kelak anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

b. Pendidikan sekolah
Konsep Pendidikan Sekolah menurut Pendidikan Islam adalah suatu lembaga pendidikan formal yang efektif untuk mengantarkan anak pada tujuan yang ditetapkan dalam Pendidikan Islam. Sekolah yang dimaksud adalah untuk membimbing, mengarahkan dan mendidik sehingga lembaga tersebut menghendaki kehadiran kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-runag kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum bertingkat.[17]
            Bertolak dari konsep tersebut pendidikan sekolah dalam mengantarkan dan mengarahkan anak untuk mencapai suatu tujuan pendidikan Islam, tidak terlepas dari usaha dan upaya guru yang telah menerima limpahan tanggung jawab dari orang tua atau keluarga. Sebab berdasarkan kenyatan orang tua tidak cukup mampu dan tidak memiliki waktu untuk mendidik, mengarahkan anak secara baik dan sempurna. Hal itu disebabkan karena keterbatasan dan kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya setiap saat.
            Maka dari itu tugas guru dan pimpinan sekolah disamping memberikan ilmu-ilmu pengetahuan, keterampilan-keterampilan juga mendidik anak beragama dan berbudi pekerti luhur. Disinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik, sekolah merupakan kelanjutan dari apa yang telah diberikan di dalam keluarga.
            Hal ini dimaksudkan agar anak kelak memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran islam yaitu kepribadian yang seluruh aspeknya baik itu tingkah laku, kegiatan jiwa maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah SWT.[18]

d.      Pendidikan masyarakat
            Pendidikan dalam Islam juga merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat. Sebab masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang menjalani satu kesatuan, apabila terjadi kerusakan pada sebagiannya maka sebagian yang lain akan terancam kerusakan pula.
Masyarakat harus mampu mengaplikasikan konsep dan ketrampilan kedalam usaha-usaha yang nyata secara tepat dan benar, dan tidak boleh melakukan kesalahan-kesalahan ataupun membiarkan anggota masyarakat lain melakukan kesalahan.
Oleh sebab itu setiap individu hendaknya peduli terhadap kebaikan kesatuannya, setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas kebaikan lainnya. Dengan perkatan lain setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas pendidikan lainnya, tidak bisa memikulkan tanggung jawab hanya kepada orang tua dan guru , atau setidaknya bila melihat kemungkaran hendaknya mencegahnya sesuai dengan kemampuannya, sabda Nabi Muhammad SAW:
من راى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطيع فبلسانه فان لم يستطيع فبقلبه وذالك اضعف الايمان. (رواه مسلم

Artinya: “Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya apabila tidak mampu maka dengan lisannya dan apabila tidak mampu juga maka dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan perwujudan iman yang paling lemah”. (HR. Muslim).

            Menurut
pendidikan Islam, konsep pendidikan masyarakat itu adalah usaha untuk meningkatkan mutu dan kebudayaan agar terhindar dari kebodohan. Usaha-usaha tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam kegiatan masyarakat seperti kegiatan keagamaan, pengajian/ ceramah keagamaan, sehingga diharapkan adanya rasa memiliki dari masyarakat akan dapat membawa suatu pembaharuan dimana masyarakat memiliki tanggung jawab terlebih-lebih untuk meningkatkan kwalitas pribadi dibidang Ilmu, ketrampilan, kepekaan perasaan dan kebijaksanan atau dengan perkataan lain peningkatan ketiga wawasan kognitif, afektif maupun psikomotor.

IV. KESIMPULAN
Lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
a.       Di rumah atau di dalam keluarga anak berinteraksi dengan orang tua (atau pengganti orang tua) dan segenap anggota keluarga lainnya. Ia memperoleh pendidikan informal, berupa pembentukan pembiasaan-pembiasaan (habit formation) seperti adab makan, tidur, bangun pagi, mandi, berpakaian, berakhlaqul karimah, dan lain sebagainya. Pendidikan informal dalam keluarga akan banyak membantu dalam meletakkan dasar pembentukan kepribadian anak. Misalnya sikap disiplin, lembut/kasar, rapi/rajin, penghemat/pemboros, dan sebagainya dapat tumbuh berkembang dengan kebiasaannya di rumah.
b.      Di sekolah anak berinteraksi dengan guru-guru (pengajar) beserta bahan-bahan pendidikan dan pengajaran, teman-teman peserta didik lainnya, serta pegawa-pegawai tata usaha. Ia memperoleh pendidikan formal (terprogram dan terjabarkan dengan tetap) di sekolah berupa pembentukan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap bidang studi/ mata pelajaran. Akibat bersosialisasi dengan pendidikan formal, terbentuklah kepribadiannya untuk tekun dan rajin belajar disertai dengan keinginan untuk meraih cita-cita akademis yang setinggi-tingginya.
c.       Di masyarakat anak berinteraksi dengan seluruh anggota masyarakat yang beraneka ragam, seperti orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa. Ia memperoleh pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah berupa berbagai pengalaman hidup. Agar masyarakat dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada generasi muda harus diteruskan atau diwariskan nilai-nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan dan bentuk-bentuk pola perilaku lainnya. Dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai sosialisasi, dan belajar adalah sosialisasi yang berkesinambungan.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
Drs. Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 1995),
H.M Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: Pustaka Setia, 1999),
H.M Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya : Usaha Nasional, 1982),
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003)
Heri Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
Kitab B. Marom yang dikutib oleh Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),
Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997),
Tim Dosen IAIN Malang, Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya: Karya Aditama, 1996),
Tim Dosen IKIP, Dasar-Dasar Pendidikan (Semarang : IKIP Semarang Press, 1981),
Umar Tirtaraharja, La Sula, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
Zuhairi,dkk, Filsafat Pendidikan,










ALASAN DAN DAMPAK HOMESCHOOLING

A.    Alasan yang melatarbelakangi orang tua memilih jalur pendidikan alternatif homeschooling :
1.      Mereka berpikir bahwa pendidikan tidak melulu urusan akademis, tapi mencakup semua aspek yang diperlukan oleh seorang anak untuk bisa menjalani kehidupannya di masa sekarang dan terutama untuk membekali kehidupan mereka di masa mendatang.
2.      Bagi mereka belajar bisa dilakukan secara alami di mana pun dan kapan pun.
3.      Mereka ingin anak-anaknya belajar dengan bebas, penuh inisiatif, tanpa dibebani target kurikulum.
4.      Mereka tahu momen paling baik untuk belajar adalah saat keingintahuan anak muncul, bukan ketika bel berbunyi.
5.      Mereka tidak suka anaknya disibukkan dengan sekolah dan hanya memiliki sedikit waktu untuk kegiatan lain dalam rangka mengembangkan potensinya
6.      Mereka tidak mau partisipasinya dalam pendidikan anaknya berkutat pada urusan menyediakan dana, membantu mengerjakan PR,  mempersiapkan ulangan, menanyakan berapa nilainya, mengambil raport. Mereka ingin lebih dari itu, mendampinginya saat mereka ingin tahu, membantunya menemukan jawaban atas segala pertanyaannya itu
7.      Mereka ingin menikmati proses belajar anaknya, melihat secara langsung bagaimana mereka mengeksplorasi kemampuannya.
8.      Mereka percaya dan sudah membuktikan bahwa setiap anak bisa belajar secara mandiri.
9.      Mereka ingin memastikan anaknya tumbuh secara normal, sehat jasmaninya, ruhani, intelektual, dan mentalnya
10.  Mereka tidak ingin anaknya terjebak dalam sosialisasi artifisial di sekolah yang beresiko anaknya tercemari kultur pergaulan yang buruk
11.  Mereka tidak ingin anaknya terjebak pada paradigma bahwa belajar untuk mendapatkan nilai bagus dan ijazah
12.  Mereka mempunyai standar tersendiri tentang kualitas hasil pendidikan anak yang seharusnya, yang jelas beda jauh dari sekedar sejumlah catatan angka di sebuah buku yang namanya raport. IQ, EQ, SQ harus seimbang
13.  Mereka tahu dunia yang akan ditempati anaknya kelak berkembang lebih pesat daripada dunia sekolah
14.  Mereka tahu setiap anak memiliki potensi yang sangat besar, yang tidak akan cukup dieksplore dan dikembangkan melalui sekolah saja
15.  Mereka tahu tempat belajar yang paling autentik dan efektif adalah berbasis keluarga dan masyarakat
16.  Bagi mereka anak adalah teramat sangat berharga, pendidikan anak harus diperjuangkan. Banyak di antara mereka yang mengorbankan karirnya yang cemerlang demi mendampingi anaknya belajar dari kehidupan
17.  Mereka sangat tidak ingin sepanjang usia belajarnya anak lebih banyak belajar dengan menghafalkan fakta-fakta
18.  Mereka ingin anak lebih banyak belajar menggunakan otaknya untuk berlatih berfikir, menganalisa, dan memecahkan masalah (problem solving), karena kemampuan ini sangat berguna pada kehidupan nyata.
19.  Mereka ingin mengajarkan lebih banyak lifeskill dan mendidik anaknya memiliki karakter yang positif
20.  Mereka ingin anaknya memiliki learning skill, yaitu keterampilan belajar yang mencakup keingintahuan yang besar (curiosity), inisiatif belajar, dan tanggung jawab dalam belajar. Skill ini sangat diperlukan untuk mampu menjadi pembelajar seumur hidup.








B.     DAMPAK  HOMESCHOOLING

1.     Dampak positif :
a.       Kebebasan belajar. Anak-anak yang melakukan homeschooling mempunyai pilihan untuk belajar. Mereka bebas menentukan apa yang ingin mereka pelajari dan kapan mereka ingin belajar. Mereka juga tidak selalu berkutat pada tugas sekolah yang terkadang memberatkan.
b.      Terlepas dari beban fisik. Berdasarkan pengalaman para orang tua yang anak-anaknya menjalani homeschooling, mereka mengaku memiliki banyak waktu luang setelah anak mereka meninggalkan sistem sekolah umum. Ritme kehidupan mereka tidak lagi berputar pada jam sekolah anak, tugas sekolah ataupun pertemuan di sekolah yang wajib mereka hadiri.
c.       Kebebasan emosional. Tekanan, kompetisi dan kebosanan merupakan bagian yang paling khas dari sekolah. Pergaulan bebas, tawuran, rokok dan obat-obat terlarang juga merupakan hal yang ditakuti orangtua yang tak bisa mengawasi putra-putrinya sepanjang waktu. Dengan homeschooling,pengaruh negatif ini dapat dihindari. Mereka juga bisa  berpenampilan, bertindak ataupun berpikir sesuai dengan kata hatinya, tanpa perlu takut.
d.      Hubungan Keluarga semakin dekatHomeschooling berperan penting dalam meningkatkan hubungan antar semua anggota keluarga. Ini sangat menguntungkan bagi orang tua yang memiliki anak berusia belia. Umumnya, di usia yang masih belia, mereka cenderung bersikap suka menentang dan berperilaku destruktif. Namun dampak ini berkurang setelah mereka mengikuti homeschooling
e.       Istirahat cukup. Tidur sangat penting bagi kesehatan emosional dan fisik anak, terutama anak berusia belasan tahun. Rutinitas bangun pagi pada sekolah umum, terkadang membuat mereka merasa letih terutama yang tidak terbiasa bangun pagi.  Namun dengan homeschooling, mereka bisa mengatur jadwal tidurnya dengan baik. 
2.     Dampak negatif
a.       Bagi orang tua tunggal yang anaknya menjalanihomeschooling, mungkin agak sulit untuk mengatur waktu.Karena kesibukan di kantor, seringkali Anda tak punya waktu untuk melibatkan dan berinteraksi dengan si kecil  saat belajar. Padahal salah satu keberhasilan metode ini adalah dukungan dari orangtua.
b.      Bersama Anak selama 24 / 7. Tidak perlu disangkal jika Anda memilih homeschooling untuk anak-anak berarti Anda harus siap menghabiskan waktu dengan mereka lebih banyak. Kalau Anda tidak menikmati kebersamaan dengan mereka, maka homeschooling bukanlah pilihan yang tepat. 
c.       Biaya pendidikan yang mahal. Bagi orangtua yang baru saja membina karier, finansial adalah salah satu masalah yang dihadapi. Dapat dipastikan biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan home schooling lebih besar dibanding dengan pendidikan formil disekolah umum.
d.      Tidak ada kompetisi atau persaingan.  Anak tidak bisa membandingkan sampai dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain seusia dia. Selain itu anak belum tentu merasa cocok jika diajar oleh orang tua sendiri, apalagi jika memang mereka tidak punya pengalaman mengajar sebelumnya.  
e.       Lingkup interaksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial terbatas. Padahal hal inilah yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.





[1] Drs. Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), h. 17
[2] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003)
[3] Tim Dosen IKIP, Dasar-Dasar Pendidikan (Semarang : IKIP Semarang Press, 1981), h.334
[4] H.M Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 128.
[5] H.M Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), 113-115.
[6] H.M Arifin Noor, Ilmu Sosial ..., 128.
[7] Ibid., 130-131
[8] Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 50
[9] ibid, Hal, 50
[10] Umar Tirtaraharja, La Sula, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 169
[11] Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 247
[12] Ibid, 247 – 248
[13] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 120
[14] Ibid, 120
[15] Heri Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 86-88
[16] Kitab B. Marom yang dikutib oleh Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 177
[17] Tim Dosen IAIN Malang, Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya: Karya Aditama, 1996), 202.
[18] Zuhairi,dkk, Filsafat Pendidikan, 179

Tidak ada komentar:

Posting Komentar