H A J I
( REVISI )
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Bahtsul Kutub
Dosen Pengampu : Moh. In’ami, M.Ag
oleh :
NURUL HIDAYAH 111646
M. HARUN
MUAFIQ 111655
MAHFUDH FAUZI 111634
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2014
HAJI
A.
Pendahuluan
Agama Islam
tidak hanya mendidik dhahir manusia, namun juga mensucikan jiwa manusia,
dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas
dan akidah yang murni sesuai kehendak Allah, insyaallah kita akan
menjadi orang yang beruntung.
Ibadah dalam
agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun
iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang sempurna karena tidak hanya
menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga
semangat dan pengorbanan harta.
Untuk memahami praktek-praktek dalam melaksanakan ibadah haji
diperlukan latihan yang bersifat teoritis dan praktek dengan mengetahui syarat
rukun dan hal-hal yang terkait ibadah haji.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apakah pengertian, syarat wajib, rukun, sunnah
dan larangan dalam ibadah Haji ?
C.
Pembahasan
1.
Pengertian Haji
Menurut bahasa, haji ialah bertujuan (al-qashd). Sedangkan
menurut istilah adalah sebutan bagi perbuatan-perbuatan tertentu yang akan disebutkan nanti. insyaallah.[1]
Haji diwajibkan satu kali seumur hidup dan orang yang tidak
meyakini akan kewajiban haji akan
menjadi Kafir .
Diantara dalil kewajiban berhaji adalah :
وَِللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً .( أل عمران :97)
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.."
(Q.S. Ali 'Imran : 97)[2]
2. Syarat
Wajib Haji [3]
Seseorang wajib melaksanakan haji apabila telah memenuhi 5
kriteria, yaitu : Islam, baligh, berakal, merdeka dan mampu. Anak kecil dan
orang gila tidak diwajibkan haji karena mereka tidak tergolong mukallaf
sesuai Hadis :
رُفِعَ
الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ
حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ . (رواه أبو داود)[4]
"Tuntutan
tidak diberlakukan pada tiga orang, yaitu orang tidur sehingga terbangun, anak
kecil sehingga baligh, dan orang gila sehingga sadar." (H.R. Abu Dawud).
Hamba Sahaya tidak diwajibkan berhaji karena haji merupakan ibadah
yang menyita banyak waktu, menempuh jarak yang jauh dan mengharuskan mampu akan
biaya dan sarana perjalanannya, sehingga ia tidak akan bisa memenuhi hak sayyidnya.
Adapun orang kafir, maka ia bukanlah orang yang mendapat tuntutan untuk
melakukan hal yang merupakan cabangan dari agama, sehingga ia tidak diwajibkan
menjalankan ibadah haji begitu pula tidak diwajibkan mengqodoinya.
Dari lima syarat diatas dapat digolongkan menjadi 3 macam:
a. Hal-hal
yang menjadi syarat wajib dan syarat sah haji, yaitu Islam dan berakal. Bagi
orang kafir dan orang gila, kepadanya haji tidak diwajibkan dan juga tidak sah
apabila dilakukan karena mereka bukanlah ahli melakukan ibadah.
b. Hal-hal
yang menjadi syarat wajib dan syarat mencukupi sebagai ibadah yang dapat
menghilangkan kewajiban, yaitu baligh dan merdeka. Sehingga jika ada anak kecil
atau hamba sahaya yang berhaji, ibadah haji mereka sah namun belum mencukupi
sebagai Haji Islam yang artinya mereka wajib berhaji lagi jika telah baligh
atau merdeka dan telah memenuhi syarat wajibnya.
c. Hal yang
hanya menjadi syarat wajib saja yaitu mampu. Jika ada seorang yang belum mampu namun memaksakan
diri berangkat haji tanpa bekal, maka hajinya sah dan mencukupi sebagai Haji
Islam sebagaimana seorang yang tidak mampu berdiri dalam sholat atau tidak
mampu berpuasa namun memaksakan diri untuk berdiri dan berpuasa.[5]
Disamping syarat –syarat yang telah disebutkan, ada 2 syarat yang
menjadi khilafiyah ulama yaitu :
1. Keamanan
dalam perjalanan terjamin. baik dari musuh atau lainnya.
2. Mempunyai
rentang waktu yang cukup untuk melakukan perjalanan serta melaksanakan semua
ritual haji.
Dua hal diatas menurut Madzhab Abi Hanifah dan Syafi’i merupakan syarat
wajib haji. Oleh karena itu, tanpa keduanya maka haji tidaklah wajib karena
dianggap bukan orang yang mampu.
Sebagian ulama menyatakan keduanya bukanlah syarat wajib melakukan
haji, namun sebagai syarat melanjutkan perjalanan. Sehingga jika 5 syarat
diatas telah terpenuhi kemudian meninggal, maka wajib membadalkan hajinya. Hal
ini sesuai sabda Nabi ketika ditanya: Apa yang mewajibkan haji ? beliau
menjawab: “ Bekal dan kendaraan “.
3. Rukun
Haji
Rukun haji ada 6,
yaitu [6]:
- Niat ihrom, seperti :
نََوَيْتُ
الْحَجَّ وَأَحْرَمْتُ بِهِ
(saya berniat melakukan haji dan saya berihrom haji )
Disunahkan mengucapkan niat ihrom kemudian membaca talbiyah.
- Wukuf di padang ‘Arafah
Wukuf ialah
hadirnya jamaah haji di padang ‘Arafah pada waktu dzuhur hari ‘Arafah (tanggal
9 Dzulhijjah).Waktu wukuf berakhir sampai terbitnya fajar hari raya 'Idul
Adlha.
- Thawaf
Thawaf adalah
mengelilingi Ka'bah dalam rangka ibadah.
Kewajiban dalam thawaf yaitu [7]:
a)
Mengelilingi
Ka'bah sebanyak 7 kali.
b)
Berjalan
ke depan (tidak mundur) serta selalu menjadikan Ka'bah di arah kiri.
c)
Memulai
thawaf dari Hajar Aswad, yakni harus sejajar dan tidak ada anggota badan yang
mendahului Hajar Aswad ketika memulai thawaf.
d)
Melakukan
thawaf di al-Masjid al-Haram, meskipun bangunannya telah diperluas, asalkan
tidak sampai keluar dari area tanah haram.
e)
Tidak
merubah tujuan thawaf. Menutup aurat.
f)
Suci
dari hadats kecil maupun besar dan najis.
- Sa'i antara Shofa dan Marwah
Sa'i dilakukan
dengan berjalan kaki mulai dari bukit Shofa menuju bukit Marwah dan kembali
lagi dari Marwah menuju Shofa.
Kewajiban sa'i ada 3, yaitu [8]:
a)
Melakukannya
sebanyak 7 kali. Perjalanan dari Shofa ke Marwah dihitung 1 kali, dan kembali
dari Marwah ke Shofa 1 kali.
b)
Memulai
sa'i dari bukit Shofa.
c)
Melakukan
sa'i setelah thawaf rukun atau setelah thawaf qudum dengan syarat antara
sa'i dan thawaf qudum tidak dipisah dengan wukuf.
- Halq atau Taqshir
Halq ialah mencukur seluruh rambut kepala. Sedangkan taqshir ialah
mencukur sebagian rambut kepala. Halq atau taqshir boleh
dilakukan oleh jamaah haji laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi lak-laki
disunahkan melakukan halq, sedangkan perempuan disunahkan melakukan
taqshir. Mekanisme pelaksanaan halq atau taqshir adalah
dengan "menghilangkan" rambut kepala dengan cara menggunting,
mencabut, membakar ataupun dengan cara lainnya.
- Tertib (berurutan)
Dalam ibadah
haji harus mendahulukan ihrom dari sebagian besar rukun haji. Yaitu
dengan cara mendahulukan Ihrom atas semua rukun, mendahulukan wukuf
dari thawaf ifadlah.
mendahulukan Halqu atas Sai jika setelah Thawaf Qudum belum
melakukan Sai .[9]
4. Wajib
haji
Rukun haji berbeda dengan wajib haji. Rukun haji adalah hal-hal
yang menentukan keabsahan haji dan tidak dapat diganti dengan membayar dam (denda), sedangkan wajib haji adalah
hal-hal yang menentukan terealisasinya ibada haji, namun dapat diganti dengan dam
bila tidak dilakukan.
Wajib haji ada 2, yaitu [10]:
a.
Ihrom
dari miqôt.
Miqôt adalah batas
awal melakukan ihrom haji atau ‘umrah, baik dalam hal tempatnya (miqôt makany) atau waktu (miqôt zamany). Miqôt makany adalah tempat-tempat yang telah ditentukan oleh
Rasulullah e sebagai batas terakhir melakukan ihrom.
Miqôt zamany untuk haji dimulai bulan Syawwal sampai malam kesepuluh dari bulan
Dzulhijjah.
b.
Melempar Jamrah
Lontar Jamrah
ialah melempar Jamrah ula,wustha dan
‘Aqabah dengan batu kerikil pada hari raya 'idul adlhâ dan hari-hari tasyriq. Pada tanggal 1o dzulhijjah hanya melempar jamrah aqabah saja, dan
pada tanggal 11,12,13 dzulhijjah melempar ketiga jamrah tersebut.[11]
5. Sunah
Haji
Diantara kesunahan haji adalah [12]:
a)
Haji Ifrad
b)
Membaca Talbiyah
c)
Thawaf Qudum
d)
Mabit di Muzdalifah
e) Shalat Sunah Thawaf
f)
Mabit di mina
6. Hal-hal
yang diharamkan ketika Ihrom [13]
a. Hal-hal
yang haram bagi jamaah haji laki-laki adalah :
1)
Memakai
pakaian yang membalut, meskipun hanya dikenakan pada sebagian anggota badan
2)
Menutup
sebagian kepala atau seluruhnya dengan sesuatu yang pada umumnya dianggap
sebagai penutup, seperti surban atau kopiah
b. Hal-hal yang Haram bagi
Jamaah Haji Perempuan
Bagi jamaah haji
perempuan haram menutup wajah atau sebagiannya dengan sesuatu yang pada umumnya
dianggap sebagai penutup, seperti kain cadar
atau kerudung. Bagi jamaah haji perempuan juga diharamkan memakai kaos
tangan.
c. Hal-hal yang Haram bagi
Jamaah Haji Laki-laki dan Perempuan
1)
Memakai
minyak rambut.
2)
“Menghilangkan”
rambut dengan cara memotong, mencabut, atau dengan cara lainnya,
3)
“Menghilangkan”
kuku dengan memotongnya atau dengan cara yang lain.
4)
Memakai
wewangian dengan sengaja
5)
Membunuh
atau menganggu hewan buruan liar yang halal dimakan dan hidup di darat.
6)
Akad
nikah, mencakup ijab, qobul, ataupun hanya sekedar memberikan izin untuk
melaksanakan akad nikah.
7)
Bersetubuh.
D.
Analisis
Haji
adalah ibadah yang banyak dipengaruhi oleh sejarah terutama zaman Nabi Ibrahim
alaihissalam. Haji seakan merupakan ibadah napak tilas kehidupan Nabi
Ibrahim dan keluarganya. Oleh karena itu, pelaksanaan syarat rukunnya banyak
yang dilatarbelakangi kebudayaan dan kejadiaan saat itu.
Di
zaman ini banyak problem muncul dimana umat islam telah banyak yang sadar akan
pentingnya ibadah haji dan dengan diiringi kemajuan ekonomi umat islam yang
sehingga itu berpengaruh pada kebijakan pemerintah Saudi Arabia sebagai tuan
rumah dan penyelenggara ibadah haji. Penetapan kuota oleh pemerintah Saudi
Arabia menjadikan umat islam Indonesia pada umumnya tidak bisa berhaji walau
tabungan mereka sudah lebih dari cukup. Umat harus antri hingga bertahun-tahun
lamanya.
Jika
kita melihat kembali arti Istitho’ah, maka tentu dapat kita pahami bahwa
seseorang dianggap mampu itu tidak hanya ditinjau dari harta dan bekal yang
dimilikinya saja. Sehingga orang semacam ini belum dapat dianggap mampu yang
sehingga ia tidak harus memaksakan diri untuk berangkat apalagi dengan
menerobos jalan yang illegal.
Disisi
lain, demi keamanan dan kenyamanan dalam beribadah haji, pemerintah Saudi
berupaya untuk melebarkan tempat-tempat peribadatan tempat berkumpulnya jamaah
haji dan merubah infrastruktur bangunan-bangunan seperti pelebaran mas’a, mina,
jamroh yang menjadi besar dan memanjang dan sebagainya. Semua itu menjadi
sumber masalah yang perlu dipecahkan. Oleh karena itu dengan membaca makalah
ini semoga dapat menambah pengetahuan dan dapat mengambil sikap akan perubahan
keadaan di Masjidil haram. Tentu saja dengan menambah banyak perbandingan dari
buku-buku dan keterangan lainnya.
E.
Kesimpulan
Menurut bahasa, haji ialah bertujuan (al-qashd). Sedangkan
menurut istilah adalah sebutan bagi perbuatan-perbuatan tertentu .
Haji diwajibkan satu kali seumur hidup dan orang yang tidak
meyakini akan kewajiban haji akan
menjadi Kafir .
Seseorang wajib melaksanakan haji apabila telah memenuhi 5
kriteria, yaitu : islam, baligh, berakal, merdeka dan mampu.
Rukun haji ada 6, yaitu: Niat ihrom, Wukuf di padang ‘Arafah,
Thawaf , Sa'i antara Shofa dan Marwah , Halq atau Taqshir,
Tertib. Sedangkan Wajib haji ada 2, yaitu : Ihrom dari miqôt, Melempar jamrah
Hal-hal yang disunahkan dalam haji diantaranya adalah : Haji Ifrad, Membaca Talbiyah,
Thawaf Qudum, Mabit di
Muzdalifah, Shalat Sunah Thawaf , Mabit
di mina.
Hal-hal yang haram bagi jamaah haji laki-laki adalah : Memakai
pakaian yang membalut dan menutup sebagian kepala atau seluruhnya. Sedangkan
bagi jamaah haji perempuan haram menutup wajah atau sebagiannya dan juga
diharamkan memakai kaos tangan. Adapun hal-hal yang haram bagi Jamaah Haji
Laki-laki dan Perempuan adalah : Memakai
minyak rambut, menghilangkan rambut atau kuku, memakai wewangian, membunuh atau
menganggu hewan buruan liar yang halal dimakan dan hidup di darat., akad nikah,
dan bersetubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mannan, Fiqih Lintas Madzhab, PP.
Al Falah, Kediri,2011
Abu Dawud,Sunan Abi Dawud, Maktabah
Syamilah
Al-Bajury, Hasyiyah al-Bajury, Darul Fikr, Beirut.
H.Slamet Riyanto DKK,Bimbingan Manasik Haji,
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh
Jakarta,2007
Muhammad al-Hasany, Kifayah al-Akhyar, Al
Haromain, Surabaya.
Muhammad In’ami, Al Maqolat fi Al masail al
Fiqhiyyah, Mibarda Pustaka Utama, Jakarta ,2013.
Mushthafa, At-Tadzhîb, Al Haromain, Surabaya.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
PT. Karya Toha Putra, Semarang
[1] Muhammad
In’ami, Al Maqolat fi Al masail al Fiqhiyyah, Mibarda Pustaka Utama,
Jakarta ,2013,hal .60
[4]Abu Dawud,Sunan
Abi Dawud, Maktabah Syamilah. Juz 11.hal 478
[11]H.Slamet
Riyanto DKK,Bimbingan Manasik Haji, Departemen Agama RI Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Jakarta,2007. Hal.35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar