Sabtu, 02 Januari 2016

Filsafat Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Mempelajari  Filsafat Pendidikan Islam  berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh ilmu  pengetahuan agama Islam, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Melakukan pemikiran filosofis  pada hakikatnya  adalah usaha menggerakkan semua potensi psikologis manusia seperti pikiran, kecerdasan, kemauan, perasaan, ingatan serta pengamatan panca indera tentang gejala kehidupan,terutama manusia dan alam sekitarnya sebagai ciptaan Tuhan. Keseluruhan proses pemikiran tersebut didasari oleh teori-teori dari berbagai disiplin ilmu dan dengan pengalaman-pengalaman yang mendalam serta luas tentang masalah kehidupan,kenyataan dalam alam raya,dan dalam dirinya sendiri .
Sebagai hasil pikiran khas bercorak Islam, Filsafat Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama Islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Allah yang berkepribadian demikian. Sarana dan upaya apa saja yang dapat mengantarkan pencapaian cita-cita demikian dan sebagainya.
Bila dilihat dari fungsinya, maka Filsafat Pendidikan Islam merupakan pemikiran mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karena itu, filsafat ini juga memberikan gambaran tentang sampai dimana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut dapat dilaksanakan. Masih dalam aspek fungsionalnya, Filsafat Pendidikan Islam juga bertugas melakukan kritik-kritik tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan islam itu serta sekaligus memberikan pengarahan mendasar tentang bagaimana metode tersebut harus didayagunakan atau diciptakan agar efektif untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian, Filsafat Pendidikan Islam seharusnya bertugas dalam 3 dimensi, yaitu :
1.      Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan pada proses pelaksanaan pendidikan  yang berdasarkan ajaran islam.
2.      Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut.
3.      Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan tersebut.
Ketiga dimensi tugas tersebut berjalan diatas landasan berpikir yang bersifat sistematis, logis, menyeluruh, radikal dan universal, serta terpadu.
Dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan seperti abad ke-20 ini, kegunaan fungsional dari Filsafat Pendidikan Islam semakin penting, karena filsafat ini menjadi landasan strategi dan kompas jalannya pendidikan islam. Kemungkinan-kemungkinan yang menyimpang dari tujuan pendidikan islam akan dapat diperkecil. Sebaliknya kemampuan dan kedayagunaan pendidikan islam dapat lebih dimantapkan dan diperbesar.  Karena, gangguan, hambatan serta rintangan yang bersifat mental/spiritual serta teknis operasional akan dapat diatasi atau disingkirkan dengan lebih mudah.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Definisi Filsafat Pendidikan Islam
2.      Obyek kajian Filsafat Pendidikan Islam
3.      Latar belakang kelahiran Filsafat Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi Filsafat Pendidikan Islam
Berikut ini dikemukakan pengertian filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan pada umumnya dari beberapa ahli pikir sebagai  berikut.
a.       John dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju kearah tabiat manusia dan manusia biasa. Dari itu maka filsafat pendidikan dapat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.[2]
John Dewey juga memandang bahwa ada hubungan yang erat antara filsafat dengan pendidikan. Oleh karena itu, tugas filsafat dan pendidikan adalah seiring, yaitu sama-sama memajukan hidup manusia. Ahli filsafat  lebih memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strategi pembentukan manusia, sedang ahli pendidikan bertugas untuk lebih memperhatikan taktik(cara) agar strategi itu menjadi terwujud dalam kehidupan sehari-hari melalui proses keependidikan.
b.      Menurut Thomson, filsafat berarti  “Melihat seluruh masalah tanpa ada batas atau implikasinya. Ia melihat tujuan-tujuannya, tidak hanya melihat metodenya atau alat-alatnya serta meneliti dengan seksama hal-hal yang disebut kemudian dalam kaitan arti  dengan yang terdahulu. Hal itu mengandung arti bahwa perlu bersikap ragu terhadap sesuatu yang diterima oleh kebanyakan orang sebagai hal yang tak perlu dipermasalahkan dan perlu menangguhkan dalam pemberian penilaian sampai seluruh persoalan telah dipikirkan masak-masak. Hal itu memerlukan usaha untuk berpikir secara konsisten dalam pribadinya (Self consistency) serta tentang hal-hal yang dipikirkannya itu tidak mengenal kompromi.[3]
Jadi, disini filsafat dipandang sebagai suatu bentuk pemikiran yang konsekuen, tanpa kenal kompromi tenteng hal-hal yang harus diungkap secara menyeluruh dan dan bulat. Keseluruhan dan kebulatan masalah yang dipikirkan oleh filsafat itu tidak lain adalah untuk menemukan hakikat dari masalah itu. Sedang suatu hakikat tidak dapat ditetapkan melalui kompromi.
c.       Menurut Van Cleve Morris “Secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya bukan alat social semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan yanglebih baik.”[4]
Jadi, dilihat dari tugas dan fungsinya, pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, dan menganalisis  serta  menjabarkan  aspirasi dan idealitas masyarakat. Pendidikan harus mampu mengalihkan dan menanamkan aspirasi dan idealitas masyarakat itu ke dalam jiwa generasi penerusnya. Untuk itu pendidik harus menggali dan memahaminya melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh, terutama tentang problemnya.

d.      Menurut Brubacher, ahli filsafat pendidikan Amerika, berpendapat bahwa, “Ada pendapat yang menyatakan tidak ada filsafat pendidikan sama sekali. Menganggap filsafat yang berpredikat pendidikan, sebenarnya seperti menaruh sebuah kereta didepan seekor kuda. Filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggang pendidikan. Pendapat lainnya menyatakan bahwa filsafat pendidikan itu dapat berdiri sendiri secara bebas. Ia memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum, meskipun kaitan demikian tidak penting. Oleh karenanya ada pendapat yang menyatakan bahwa telah terjadi perpaduan antara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan. Oleh karenanya, filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap.[5]
Dengan demikian, jelaslah filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dengan segala tingkat. Sebenarnya, masalah ada atau tidaknya filsafat penddidikan tidak dipersoalkan lagi, karena masa sekarang ia telah berkembang menjadi suatu disiplin keilmuan yang ada didalam kubu ilmu pendidikan. Bahkan, ilnu-ilmu pengetahuaan selain pendidikan pun hampir semuanya memiliki filsafat sendiri. Karena dengan memahami filsafatnya, orang akan dapat mengembangkan secara konsisten ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari. Filsafat mengkaji dan memikirkan tentang hakikat segala sesuatu secara menyeluruh, sistematis, terpadu, universal, dan radikal, yang hasilnya menjadi pedoman dan arah dari perkembangan ilmu-ilmu yang bersangkutan.
Untuk menyelesaikan permasalahan kependidikan, ada 3 disiplin ilmu yang membantu filsafat ilmu pendidikan yaitu :
1.      Etika atau teori tentang nilai
2.      Teori ilmu pengetahuan atau epistimologi
3.      Teori tentang realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik kenyataan, yang disebut metafisika.
Permasalahan yang diidentifikasikan dalam ketiga disiplin ilmu ini menjadi materi yang dibahas  dalam filsafat pendidikan islam.
Oleh Karena filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup pemikiran yang mendasar tentang permesalahan fundamental manusia dihubungkan dengan ketiga disiplin ilmu diatas, maka menurut W.H, kilpatrick, filsafat pendidikan mempunyai  tiga tugas pokok yaitu :
a.       Memberikan kritik-kritik terhadap asumsi yang dipegang oleh para pendidik.
b.      Membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan.
c.       Melakukan evaluasi secara kritis tentang berbagai metode pendidikan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan kependidikan yang telah dipilih.
Dalam kaitannya dengan filsafat pendidikan islam, pemikiran para ahli filsafat pendidikan pada umumnya, seperti telah disebutkan diatas, perlu kita jadikan bahan acuan yang memberikan ruang lingkup pemikiran filsafat pendidikan islam.

2.      Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a) Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat     logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b) Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c) Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
d) Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
a) Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
b) Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.[6]
Objek materia filsafat ialah Semua yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:  
a.Hakekat Tuhan;  
b.Hakekat Alam dan
c.Hakekat Manusia .
Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat .

3.      Latar belakang filsafat Pendidikan Islam
Dalam diri manusia terkandung potensi-potensi kejiwaan yang sangat menentukan bagi diri dan eksistensi (keberadaan)manusia itu sendiri. Dengan potensi-potensi kejiwaan yaitu pikiran, perasaan dan kemauan, manusia didalam dirinya sendiri dan keberadaannya itu mengungguli makhluk lain.
Pikirannya memiliki kecenderungan terhadap nilai kebenaran, perasaan berkecenderungan terhadap adanya nilai keindahan dan kemauannya selalu tertuju kepada nilai kebaikan. Dengan kata lain tripotensi kejiwaan manusia itu mendorong suatu tingkah laku yaitu ingin kebaikan. Nilai kebenaran memberikan pedoman dalam hal ketetapan tingkah laku sehingga setiap perbuatan selalu diawali dengan perhitungan perhitungan logis. Sedangkan nilai keindahan memberikan suasana ketenangan dalam perbuatan, sehingga setiap perbuatan selalu memiliki daya tarik tertentu.
            Pada umumnya ketika orang mengahadapi sesuatu secara otomatis muncul pertanyaan apakah ini atau itu dengan perasaan heran dan kagum. Perasan ini selanjutnya mendorong keingin tahuannya untuk mengerti dengan benar dan kebenaranya sesuatu itu. Kejelasan mengenai sesuatu itu kemudian menimbulkan penilaian apakah sesuatu itu berguna atau tidak. Dari nilai inilah penyelidikan dilakukan secara terus-menerus, tidak berhenti pada masalah ke apaan sesuatu itu. Tetapi lebih dari itu yakni sampai kepada kemengapaan dan kebagaimanaannya.
Oleh karena itu, bagi manusia pada umumnya filsafat adalah hal yang biasa. Filsafat akan lahir dan berkembang pada diri setiap orang.pada saat orang mulai memikirkan dirinya asal mula keberadaan dan tujuan hidup dan kehidupannya, maka saat itu filsafat pada setiap orang jelas tidak sama. Hal ini tergantung pada taraf  kecenderungan batin sejauh mana keingin tahuan itu berbatas dan sejauh mana taraf pemikiran (kemampuan berpikir) seseorang itu dapat dikembangankan.[7]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dengan segala tingkat. Sebenarnya, masalah ada atau tidaknya filsafat penddidikan tidak dipersoalkan lagi, karena masa sekarang ia telah berkembang menjadi suatu disiplin keilmuan yang ada didalam kubu ilmu pendidikan. Bahkan, ilnu-ilmu pengetahuaan selain pendidikan pun hampir semuanya memiliki filsafat sendiri. Karena dengan memahami filsafatnya, orang akan dapat mengembangkan secara konsisten ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari.
2.  Objek materia filsafat ialah Semua yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:  
a.Hakekat Tuhan;  
b.Hakekat Alam dan
c.Hakekat Manusia .
3.    Pada umumnya filsafat adalah hal yang biasa menurut manusia. Filsafat akan lahir dan berkembang pada diri setiap orang.pada saat orang mulai memikirkan dirinya asal mula keberadaan dan tujuan hidup dan kehidupannya, maka saat itu filsafat pada setiap orang jelas tidak sama. Hal ini tergantung pada taraf kecenderungan batin sejauh mana keingin tahuan itu berbatas dan sejauh mana taraf pemikiran (kemampuan berpikir) seseorang itu dapat dikembangankan.



B. Saran
                 Demikianlah yang dapat kami sampaikan dalam membahas makalah ini. Semoga dapat menjadi bahan kajian dan dapat menambah wawasan pemikiran kita. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami  harapkan dari pembaca yang budiman.


DAFTAR PUSTAKA

Prof.HM. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam Bumi Aksara, Jakarta, 2010

Jalaluddin dan Idi, Abdullah, filsafat pendidikan, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2002
A.  Hanafi, Ikhtisar sejarah filsafat barat Jakarta: Pustaka Husna,1981
Dr.Ah.Kahar Usman,Filsafat Pendidikan, Nora Media Enterprese,2010
Sidi Gazalba Sistematika Filsafat, Jakarta, Bulan Bintang, 1967






[1] Prof.HM. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam Bumi Aksara, Jakarta, 2010
[2] John Dewey, Democracy and Education, p. 383
[3] Sir Godfrey Thomson, A Modern Philosophy of education, p. 11
[4] Van Cleve Morris, Becoming and Education, p. 57
[5] John S. Brubacher, Modern Philosophies of education, p. 20
[6] Jalaluddin dan Idi, Abdullah, filsafat pendidikan, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2002

[7] Dr.Ah.Kahar Usman,Filsafat Pendidikan, Nora Media Enterprese,2010, hal 45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar